Kamis, 08 Januari 2009

Pemusyrikan di Media Massa

Pemusyrikan di Media Massa

Di antara beragam faktor yang menjadi penunjang tumbuh-suburnya perilaku mistik dan klenik di tengah bangsa Indonesia, tak pelak dipicu oleh sejumlah media massa, baik media cetak, lebih-lebih medium televisi. Medium yang terakhir ini (televisi), karena bersifat audio-visual, mempunyai daya cengkeram pengaruh yang amat dahsyat. Media cetak walau tidak seefektif media audio-visual, tapi ketika mereka tampil dalam format yang berbungkus ajaran Islam, ummat Islam pun menyerbu media jenis ini, yang belakangan sontak sanggup mencetak oplah ratusan ribu dan menjadi oplah terbesar majalah di Indonesia. Fenomena ini sungguh menjadi fakta tak terbantahkan tentang “kegilaan” bangsa Indonesia terhadap dunia klenik dan mistik yang jelas-jelas bernuansa syirik dan musyrik.
Kegetolan bangsa Indonesia terhadap dunia mistik, per¬du¬kunan, sihir ilmu hitam, santet, hingga perklenikan sungguh tak terkira hebatnya. Media massa, khususnya televisi menang¬kap dengan jeli minat kurang waras ini dan mengantisipasi dengan tepat. Sajian yang memenuhi selera mereka yang sungguh kelam ini pun segera dikemas oleh seluruh televisi di Indonesia melalui beragam “Acara Dunia Hitam”.
Simak saja acara-acara televisi bertema “alam lain” yang amat diminati semua lapisan usia di tengah masya¬rakat, mulai anak-anak sampai kakek-nenek. TPI misal¬nya, meng¬gelar acara: TV Misteri dan berbagai sinetron dan cerita laga yang berbau mistik dan Dunia Hitam. Bahkan untuk melatih anak-anak ke alam fantasi per¬klenikan ini TPI meng¬gelar sinetron anak-anak Tuyul dan Mbak Yul. (Acara yang sebelum¬nya milik stasion RCTI).
Puluhan acara mistik di tele¬visi ditunggu pemirsa dengan penuh minat misalnya: Percaya Nggak Percaya, Misteri, dan Oo Seram (ANTV) atau Dendam Nyi Pelet, Nyi Blorong (Indosiar). Ada lagi Misteri Kisah Nyata, Komedi Misteri (Lativi) Dunia Lain (Trans TV) Mega Misteri, Kismis (RCTI) dan serenceng acara acara mistik sejenis yang bisa dijum¬pai setiap hari di seluruh saluran TV yang ada. Jika da¬hulu acara serupa ini hanya ditayang¬kan pada malam Jumat yang diang¬gap sebagai hari seram, tapi kini acara mistik ini digelar setiap hari dan pada jam kapanpun termasuk siang hari, bahkan pagi hari, dengan me¬mutar film-film klenik pro¬duksi lama.
Pengamatan Majalah Tabligh secara acak di kala¬ngan masyarakat bawah juga golongan The Have, acara per¬klenikan ini diminati dengan antusias bahkan ditunggu-tunggu kehadirannya setiap hari. Rating acara misteri dan mistik ini tercatat sangat tinggi dan mengeruk iklan besar-besaran. Minat klenik dan dunia mistik di tengah masya¬rakat yang memang sudah “keranjingan” itu semakin tersulut hebat dengan keha¬diran acara-acara mistik di TV ini. Seolah-olah bagai Tiada Hari Tanpa Mistik, Hantu-Blau dalam kehidupan bangsa Indonesia. Jika seseorang menon¬ton dengan cermat acara misteri dari seluruh saluran TV yang ada akan muncul kesimpulan bangsa ini memang bangsa penganut klenik secara mayoritas.
Fenomena begitu domi¬nan¬nya minat mistik di tengah masyarakat ini tergambar nyata lagi tatkala beberapa bulan lalu masyarakat ibukota diheboh¬kan isu Rumah Hantu Pondok Indah. Rumah yang diyakini dihuni hantu-blau itu setiap hari diserbu “peziarah” hingga mema¬cetkan Jalan Raya Pondok Indah sampai ber¬minggu-minggu. Mereka tidak melihat apa-apa,tapi mereka terus berdatangan bahkan dari luar Jakarta karena men¬dengar dari media massa.
Lihat lagi bagaimana begitu antusiasnya masya¬rakat untuk menyaksikan Unjuk Kekuatan Golongan Paranormal di mall-mall bebe¬rapa tahun lalu seraya memamerkan “Jenglot”, sebuah boneka menyeram¬kan. Walau kelihatan (nyata) sebagai benda mati, dicerita¬kan bahwa “Jenglot” ini pada waktu tertentu diberi makan berupa darah. Semua orang berbon¬dong menonton “Jenglot” ini dan media massa menyebar¬luaskan acara musykil dan tipudaya murahan ini.
Dalam hal ini, media mas¬sa berperan sangat besar mendorong rasa ingin tahu masyarakat yang sudah punya minat klenik itu.
Jangan merasa aneh, setahun terakhir ini peminat musik di Indonesia mem¬favorit¬kan Alam, penyanyi dangdut yang terkenal dengan lagunya Mbah Dukun. Lagu ini meledak pemasarannya di tengah masyarakat, dan terus men¬duduki tangga lagu-lagu hingga berbulan-bulan, bahkan masih diputar orang di mana-mana lebih setahun sejak dipasarkan pertamakali. Ini pun menjadi indikator yang klop dengan fenomena bahwa bangsa ini sangat “keranjingan” alias getol terhadap dunia mistik.
Begitu juga, pada peristiwa heboh Harta Karun Batu Tulis Bogor yang hendak dibongkar Menteri Agama Prof. Dr. Said Agil Husein Al Munawar, bebe¬rapa bulan silam, ter¬kandung makna yang sama, yaitu Masya¬rakat Indonesia memang penga¬nut klenik. Jangankan rakyat jelatanya, sedangkan menteri agamanya yang se¬orang doktor, profesor, alumni Universitas Ummul Qura di Saudi Arabia dan Hafidz Qur’an saja ternyata begitu percaya pada perklenikan.
Menteri Islam percaya klenik dan mistik, itu tidak aneh, sedang¬kan presiden RI ber¬turut-turut selalu punya keper¬cayaan mistik. Dari Soeharto, hingga Megawati. Yang kurang percaya mungkin Habibie, namun yang paling gila-gilaan tak pelak presiden Gus Dur atau Abdurrahman Wahid.
Kepercayaan mistik Gus Dur terekspose habis-habisan tatkala dia naik tahta menjadi presiden. Seluruh kegiatan presiden tak bisa tidak, selalu dipantau oleh pers. Jadinya tatkala Gus Dur harus menyam¬bangi dukun-dukunnya di Jawa Timur atau di Cilacap atau Banten, semua diceritakan oleh pers secara rinci, termasuk tatkala ia melaksanakan acara Ruwatan di Pantai Selatan Yogyakarta.
Lagi-lagi,pers “berjasa” mempopulerkan acara-acara klenik dan bahkan perilaku klenik presiden. Rakyat jelata pun menjadi tidak malu-malu lagi berperilaku klenik dan pedukunan.
Media Klenik Berbaju Islam
Khabar perklenikan yang paling mutakhir di Indonesia dewasa ini, seperti diuraikan di atas, yakni semakin berperan¬nya media massa secara besar-besaran menyebar¬luaskan pemasyarakatan per-klenikan melalui berbagai tayangan dan pemberitaan. Masyarakat pun terpengaruh dan tertular secara luas. Sungguh merisaukan.
Namun ada kabar terbaru yang lebih merisaukan, yakni peranan media cetak ber¬bentuk majalah berformat kecil yang mengusung nama dan label Islam, tapi menampilkan cerita-cerita mistik berbau syirik sebagai sajian utama.
Meneliti berbagai majalah model ini yang kini telah terbit tiga nama besar, sangat terasa nuansa syirik dalam setiap sajiannya, atau setidak-tidaknya mengarah kepada kemu¬syri¬kan, walau mereka mem¬bung¬kus dengan sajian dakwah Islamiyah, aqidah dan sema¬cam¬¬nya, bahkan terang-terangan memproklamirkan sebagai media untuk mem¬berantas kemusyrikan. Media seperti ini sungguh digandrungi umat Islam, meskipun secara terang-terangan media ini sejatinya mengeksploitasi ke’keblinger’an masyarakat luas yang gandrung perkleni¬kan. Seolah-olah kini mereka diluruskan untuk mengikuti perklenikan yang diijinkan Islam.
Agen majalah Islam di berbagai kota di Indonesia, dalam kunjungan Tabligh pada Juni 2003 lalu, hampir semua men¬ce¬ri¬takan bagai¬mana melejit¬nya per¬mintaan ma¬ja¬lah Hidayah. Seorang agen majalah terbesar di kota Sala Jawa Tengah, mengaku terpe¬rangah melayani permin¬taan majalah Hidayah yang mencapai 2000 eks dan terus bertambah. Menurut sang agen ini ia berhasil berko-muni¬kasi dengan para agen di kota-kota besar di Jawa dan Sumatera, mereka semua mengalami lonjakan perminta¬an yang sama. Data yang diperoleh Tabligh, majalah ini sudah mencapai oplah 300. 000 eksp setiap kali terbit. Jumlah ini niscaya menyalip oplah majalah-majalah besar ternama seperti Gatra, Tempo dan sebagainya. Padahal usia majalah ini belum mencapai dua tahun.
Menyimak dengan sek¬sama sajian majalah Hidayah ini, seperti edisinya ke 23 Juni 2003, rubrik-rubrik yang di¬tam¬pil¬kannya sebagian besar sebenarnya hanyalah soal-soal dakwah biasa dan human interes, misalnya rubrik Tarikh Islam alias sejarah Islam yang menam¬pilkan riwayat Zubair bin Awwam, Pembela Setia Nabi Muham¬mad. Ada rubrik konsul¬tasi agama yang diasuh Hj. Luthfiah Sungkar,. ada rubrik syiar, aqidah, atau profil seseorang yang amat teladan seperti ditampilkannya Hj. Sarini Abdullah, Qariah sejati yang tidak pernah putus asa mencapai prestasi. Ada lagi profil Dunia Islam di berbagai negara seperti di Prancis yang diceritakan sangat bagus.
Rubrik Konsultasi Dzikir asuhan Muhammad Arifin Ilham dijadikan menu yang mengarahkan orang ke penda¬laman Islam Tasawuf yang cenderung ke alam ghaib itu. Rubrik Tahukah Anta tak ada masalah, malahan bagus, karena berupa infor¬masi ¬sing¬kat Islam. Misalnya: artikel ‘Larangan Mendi¬ri¬kan Masjid di atas Kuburan’ yang meng¬a¬rah¬kan jangan sampai kelom¬pok umat bertindak salah. Ada laporan pesantren-pesantren, juga rubrik kisah Tragis seorang pen¬curi dengan illustrasi terbakar api yang men¬jilat-jilat dirinya. Alhasil hanya satu buah saja kisah mistik yang diangkat majalah Hidayah ini, yang sekali¬gus dijadikan gambar cover: Kubur Meledak, Janazah Terpental Keluar Karena Terlantarkan Anak Yatim. Riwa¬yat ini berbau eksploitasi kemusyrikan yang sangat pekat.
Dikisahkan peristiwa ini terjadi tahun 1950 di sebelah barat tangerang, seorang yang kaya raya yang selama ini berperilaku dzalim, kikir, dan menganiaya anak-anak yatim, keponakannya bernama (sama¬ran) Salim wafat. Karena ia kaya (sebagaimana lazim¬nya tradisi di Betawi) keluarga ini mampu mem¬bayar orang-orang untuk setiap malam ber¬tahlil selama tujuh hari tujuh malam di atas kubur almarhum maupun di rumah¬nya. Alkisah pada hari ketujuh, janazah Salim meledak dan terlontar dari dalam tanah ke permukaan, mengeluarkan asap juga bau yang sanga busuk. Semua orang tunggang langgang melari¬kan diri. Sejumlah orang diwawan¬carai majalah Hidayah ini, dan mengaku sebagai saksi peristiwa ghaib itu.
Semua ini jelas-jelas omong-kosong dan hanya meng¬aduk-ngaduk minat keranjingan masyarakat akan klenik dan dunia mistik.
Setelah majalah seperti versi Hidayah ini, muncul lagi dua majalah senada yang juga berinisial H, yaitu Hikayah dan Himah. Tampaknya semua berbondong-bongdong meng¬eksploitasi kemusyrikan yang memang laris-manis dan diserbu golongan klenik yang makin membengkak di bumi Muslim Indonesia ini.
Sungguh memprihatinkan sekaligus ironis. Kendati ber¬bagai rubrik bahkan sebagian besar terdiri rubrik keislaman dan dakwah islamiyah biasa saja, namun tak bisa dipung¬kiri, sajian utama mereka justru soal-soal kemusyrikan. Ummat Islam tampaknya terpedaya dan merasa sah-sah saja meng¬ikuti sajian ketiga majalah berinisial H ini, karena dikesan¬kan bahwa versi seperti ini bukanlah keyakinan dan tindakan musyrik. Ini jelas anggapan yang salah besar.
Di dalam Al Qur’an jelas-jelas ditegaskan oleh Allah, soal-soal ghaib itu hanyalah menjadi wilayah dan otoritas Allah. Rasulullah saja menga¬ku tidak memiliki otoritas mene¬rang¬kan soal-soal ghaib, kecuali hal-hal (ghaib) yang sudah diwahyukan Allah dan kemudian menjadi teks Qur’an.
Ada baiknya kita kutip beberapa ayat Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini. Allah SWT berfirman dalam Surah Al An’aam 50:
“Katakanlah: “Aku tidak menyatakan kepadamu, bahwa pembedaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku menga¬takan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepada¬ku. Kata¬kan¬lah: ”Apa-kah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?”Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)?”.
Baca pula surat Al An’aam ayat 59:
“…Dan pada sisi-sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; Tak ada yang menge¬tahu kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui menge¬tahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan. Dia mengetahuinya (pula) dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.
Masih ada lagi Surat dan ayat lain yang mengisyaratkan ihwal ini dan memberi petun¬juk, betapa soal-soal ghaib tidak bisa diper¬ma¬inkan secara semena-mena, yang karena¬nya diancam dengan huku¬man berat oleh Allah SWT. Aru Syeif Assad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar