Sabtu, 05 September 2009

MENJADI KADER MUHAMMADIYAH SEJATI

MENJADI KADER MUHAMMADIYAH SEJATI
-
Jabrohim
Hari-hari menuju Muktamar Satu Abad Muhammadiyah yang akan berlangsung di Yogyakarta ada baiknya dan ada asyiknya berbincang-bincang tentang kader Muhammadiyah. Lebih-lebih, memperbincangkan tentang kader sejati Muhammadiyah, yaitu kader yang menjadi pilar penyangga Persyarikatan sehingga Muhammadiyah dapat bertahan hidup dan terus mengembangkan diri sampai pada usia satu abad. Rasanya tidak masuk akal kalau Muhammadiyah dapat melewati satu abad kalau tidak didukung oleh para kader sejati Muhammadiyah. Lantas, siapakah mereka?
Di beberapa daerah yang menjadi tempat lokasi Kuliah Kerja Nyata dari mahasiswa lembaga pendidikan tempat penulis mengabdi banyak sekali dijumpai para kader Muhammadiyah sejati. Anehnya, mereka itu biasanya orang yang sudah tua, namanya tidak terkenal, sikapnya sederhana, tidak selalu punya kedudukan formal dalam persyarikatan, tidak pernah menonjolkan diri tetapi hampir semua warga Muhammadiyah dan pimpinan Muhammadiyah di sekitarnya menghormati dia. Mungkin inilah yang disebut oleh dr Agus Sukoco sebagai orang yang telah sukses ber-Muhammadiyah. Kalau Muhammadiyah menjadi matahari bagi bangsa, maka dia pun bisa menjadi matahari bagi lingkungannya. Artinya, selalu mampu menyinarkan kebaikan, kehangatan dan memancarkan kecerahan bagi sekitarnya.
Kalau dicermati, kebanyakan para kader Muhammadiyah sejati itu memiliki ciri-ciri khusus yang hampir sama. Pertama, mereka adalah orang-orang yang telah jatuh cinta pada Muhammadiyah, kemudian mencintai Muhammadiyah sepanjang hidupnya. Proses jatuh cinta seseorang pada Muhammadiyah dapat bermacam-macam, penyebabnya juga bermacam-macam, serta salurannya tidak selalu sama.
Ada yang bercerita, dia jatuh cinta pada Muhammadiyah itu secara perlahan-lahan. Kebetulan orangtuanya adalah aktivis persyarikatan. Dia sering diajak ke pengajian dan ke pertemuan yang diadakan oleh Muhammadiyah. dia juga mengenal Muhammadiyah dari sekolah, yaitu sekolah Muhammadiyah yang ada di desanya. Setelah selesai kuliah, dia bekerja menjadi guru, kemudian menikah dengan seorang gadis yang juga aktivis NA. Saat berumah tangga dan punya anak satu, dia mulai sadar, ternyata dia diam-diam telah jatuh cinta kepada Muhammadiyah. Ia pun makin giat dalam persyarikatan. Apalagi dalam soal keuangan dia tidak mengalami kesulitan. Orangtuanya mewariskan tanah persawahan dan kebun yang cukup luas. Mertuanya, mewariskan toko yang cukup besar di dekat pasar. Isterinya yang aktif mengelola toko. Sementara, di sela-sela waktu mengajar dia merawat dan menekuni kegiatan di sawah dan kebun. Karena kesibukan dia mengajar dan kemudian menjadi muballigh, dia kemudian membayar orang untuk mengerjakan sawah dan merawat kebun.
Ia aktif di Muhammadiyah tanpa mengharap imbalan apa pun. Bahkan, ketika Muhammadiyah, atau Aisyiyah, atau ortom minta sumbangan, ia selalu menyumbang dana yang cukup memadai. Ketika sekolah Muhammadiyah, tempat dia belajar dulu, ingin membangun gedung, melengkapi fasilitas pendidikan dan memperluas kompleks persekolahan, ia dengan suka rela menyumbang dana yang banyak, sehingga kebutuhan sekolah itu tercukupi. Demikian juga, ketika surau kecil tempat dia mengaji dulu akan dikembangkan dan ditingkatkan statusnya menjadi masjid. Ia bahkan diminta menjadi ketua panitia pembangunan masjid. Dalam waktu setahun, masjid itu telah berdiri, megah dan bersih dan selalu ramai oleh kegiatan jamaah. Ia sendiri memberi contoh bagaimana seharusnya berjuang di Muhammadiyah secara bersungguh-sungguh. Yaitu berjuang dengan harta, waktu, pikiran dan tenaganya. Dengan demikian, ketika ia diminta atas keputusan rapat, untuk menjadi ketua panitia pembangunan masjid maka para donatur pun percaya pada dia, dan ke manapun dia pergi untuk mengusahakan dana bagi pembangunan masjid orang akan selalu menerima dengan baik, kemudian mau menyumbang dengan suka rela. Dan ia pernah terpilih menjadi Ketua PRM, tetapi hanya bersedia untuk waktu dua periode saja. Setelah itu, dia hanya mau menjadi Penasehat atau menjadi anggota Korps Muballigh Muhammadiyah di tingkat PRM.
Desanya kemudian dikenal sebagai basis Muhammadiyah, dan dia dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah yang selalu siap membantu Persyarikatan. Kalau ada muktamar dia bersama isterinya selalu menggerakkan warga untuk datang ke lokasi muktamar bersama keluarganya. “Perhelatan besar seperti muktamar adalah momentum yang paling tepat untuk memberi pembelajaran ke-Muhammadiyahan dan ke-Islaman kepada anak-anak kita. Kenapa? Karena dalam Muktamar, anak-anak akan melihat sendiri bagaimana ke-Muhammadiyahan dipraktikkan dan ke-Islaman juga dipraktikkan oleh para aktivis dan simpatisan Muhammadiyah yang datang ke lokasi Muktamar itu,” katanya.
Ada juga kader Muhammadiyah sejati yang bercerita bahwa pada mulanya dulu dia tidak suka pada Muhammadiyah. Akan tetapi ketika dia sakit dan dirawat di PKU Muhammadiyah, dia pun spontan jatuh cinta pada Muhammadiyah. Ia sangat mengagumi para perawat yang ramah, dokter yang sungguh-sungguh dalam merawat dia, manajemen rumah sakit yang rapi, suasana rumah sakit sangat tenang dan terasa relijius. Waktu itu dia kaget dan merasa menyesal kenapa dia pernah tidak suka pada Muhammadiyah. Sepulang dari rumah sakit dia langsung mendatangi tokoh Muhammadiyah untuk menyatakan maksudnya bergabung dengan Muhammadiyah. Pilihan untuk bergabung ini ternyata tepat. Sebab, dia dapat mengekspresikan cintanya pada Islam lewat Muhammadiyah. Dan bagi Muhammadiyah sendiri bergabungnya orang ini merupakan faktor plus. Sebab, pada waktu-waktu berikutnya dia selalu berjuang di Muhammadiyah, bersama Muhammadiyah dan untuk Muhammadiyah. ketika ditanya, apa sesungguhnya yang ingin dia lakukan setelah jatuh cinta pada Muhammadiyah, dia selalu menjawab bahwa sisa hidupnya akan ia isi dengan semua kegiatan yang maknanya adalah, ia akan selalu memberi pada Muhammadiyah dan tidak mau meminta apa pun dari Muhammdiyah. “Semangat untuk memberi pada Muhammadiyah itulah, yang selalu saya tanamkan kepada diri saya, keluaga dan para tetangga di desa ini. Dengan demikian, selalu ada harapan Muhammadiyah di tempat ini akan makin maju,” katanya lirih.
Ada yang jatuh cinta kepada Mhammadiyah saat aktif di ortom. Ketika masih sekolah menengah ia bergabung dengan IPM di kampung. Menjadi sekretaris kelompok. Ia mula-mula tidak tahu apa itu IPM dan apa itu Muhammadiyah. ia diajak tetangga yang kemudian menjadi ketua kelompok. Dan setelah dilantik, ia baru mengenal istilah up grading yang diadakan untuk para pengurus pada awal periode kepemimpinan. Yang mengisi up grading adalah para tokoh Muhammadiyah dan tokoh ortom. Dari kegiatan up grading ini ia mulai mengenal Muhammadiyah dan berbagai amal kegiatannya. Ini memudahkan dia ketika dia kuliah, ia pun ikut IMM di kampus. Meski di kampusnya IMM minoritas, tetapi teman-teman aktivisnya ternyata militan. Mereka jago membaca buku, jago diskusi, jago memberi training dan jago menulis. Ia makin bergairah untuk selalu aktif di ortom itu. Dan setelah selesai kuliah, ia bekerja dan di tempat kerjanya yang baru ia bertemu dengan sesama alumni IMM. Di situ ia diajak untuk masuk Pemuda Muhammadiyah. Di tempat kerja yang baru ia mendapat jodoh perempuan muda anak seorang kiai. Sebelum ia mendapat restu, kiai itu menguji dirinya untuk mengaji Al-Qur’an. Kiai itu heran, dan berkomentar ,”Ada anak muda Muhammadiyah kok ngajinya lancar seperti lulusan pesanren saja.” Dalam hati ia mendongkol juga, tetapi karena ingin mendapatkan anaknya, ia tetap sabar. Bahka ia merasa bersyukur, karena waktu di IPM dulu ia berkenalan dengan tokoh Muhammadiyah yang lulusan pesantren. Ia pun mengaji di sana. Mengaji Al-Qur’an. Hadits dan kitab kuning, dengan diam-diam. Sekarang semua itu baru terasa manfaatnya. Pak kiai calon mertua itu mengajak masuk keperpustakaan pribadi kemudian memilih sebuah kitab kuning, ia buka lalu dia disuruh membaca. Mula-mula ia baca judulnya, dan setelah tahu judulnya, ia ingat kalau kitab ini berisi uraian tentang ilmu tauhid. Dengan tenang ia membaca kitab itu lalu ia artikan. Setelah selesai ganti ia yang bertanya,”Bapak ini Kiai NU kok bacaannya malahan kitab karangan Muhammad Abduh.” Kiai itu tersenyum, lalu mengambil kitab yang lain. Ternyata, itu kitab tafsir Al Manar. “Saya menemukan banyak hal yang baru di sini.” Singkatnya, ia menjadi menantu kiai itu dan ia diperbolehkan untuk terus aktif di Pemuda Muhammadiyah. Bahkan kemudian ketika anak-anak lahir dan ia menjadi aktivis Muhammadiyah, hubungan dia dengan mertua baik-baik saja, dan membolehkan anaknya aktif di Aisyiah.
Untuk menjadi kader sejati Muhammadiyah, asal usul ortom yang pernah dimasuki tidak menjadi masalah. Orang dapat jatuh cinta kemudian menjadi aktivis Muhammadiyah sepanjang hidupnya bisa lewat IPM, IM, Pemuda Muhammadiyah, Tapak Suci, HW, NA, bahkan banyak yang mula-mula aktivis PII dan HMI kemudian menjadi aktivis Muhammadiah yang dapat diandalkan. Orang yang bukan berasal dari ortom apa pun, ketika di kampus umum berkenalan dan akrab dengan tokoh Muhammadiyah pun dapat tercerahkan, jatuh cinta dan kemudian menjadi aktiivis Muhammadiyah. Mereka merasa dihargai di Muhammadiyah, dan banyak dilibatkan dalam banyak kegiatan. Itulah gunanya dakwah bil hal, billisan, bil qolam bil hikmah, bil mau’idlotil hasanah, dakwah kultural dalam arti luas. Setelah melewati proses tertentu, seseorang yang semula tidak kenal Muhammadiyah bisa saja justru menjadi pecinta berat Muhammadiyah. tentu saja mereka perlu terus dibina dan diberi contoh agar kemudian benar-benar dapat berkembang dan tumbuh menjadi kader Muhammadiyah sejati.
Ciri kedua dari kader sejati Muhammadiyah adalah, mereka juga dekat, menghargai dan menghormati kader-kader Muhammadiyah di bawah usianya. Maka tidak mengherankan jika para kader sejati ini, meski usia dia telah senja, dia masih mampu untuk selalu akrab dan berkomunikasi dengan anak muda. Ia sadar bahwa sebagai manusia, ia memiliki keterbatasan, baik waktu, tenaga, pikiran, harta mau pun wawasan dan jaringan. Saat masih aktif di struktur pimpinan ia selalu memberi kesempatan dan memfasilitasi agar orang lain juga berkembang dan muncul menjadi tokoh Muhammadiyah. Lebih-lebih pada anak muda. Mereka dia dekati, dia bimbing secara lembut dan dia motivasi agar mau terus berjuang. Kalau ada masalah, ia ikut memikirkan dan mencari jalan keluar. Termasuk masalah studi, kerja dan keinginan berumah tangga. Anak muda itu selalu terbuka kepada tokoh Muhammadiyah ini. Kedekatannya sudah mirip dengan kedekatannya dengan orang tua sendiri. Tentu saja, ia tidak selalu lemah lembut, kadang kala ia juga bersikap keras dan tegas. Kalau diperlukan ia akan tampil sebagai pemimpin yang tahu caranya memimpin dan tahu betul arah yang dia tuju dengan kepemimpinannya. Dengan demikian, ketika suatu hari Cabang atau Rantingnya menjadi lokasi mahasiswa KKN, dan kemudian menjadi tuan rumah pelaksanaan Hari ber-Muhammadiyah, ia dengan mudah menggerakkan semua aktivis Persyarikatan di situ. Prinsip dia, beda usia tidak menghalangi komunikasi antargenerasi dan beda pengalaman dan ilmu tidak menghalangi untuk kerjasama antargenerasi. “Hari gini, sudah bukan ceritanya lagi ada gap antargenerasi, apalagi ada konflik antara Bapak Muhammadiyah dengan Ibu Aisyiyah dan para aktivis ortom. Kalau mau, kita semua dapat membuktikan bahwa kompak itu jelas lebih indah ketimbang tidak kompak,” katanya meniru gaya anak gaul zaman sekarang.
Ciri ketiga, ini yang unik dan makin langka, para kader Muhammadiyah sejati itu mampu melakukan langkah apa yang disebut sebagai melembagakan pribadi, dan bukannya mempribadikan lembaga. Ia sadar betul kenapa dulu KHA Dahlan mendirikan Muhammadiyah, mendirikan sebuah persyarikatan. Dan itu artinya, KHA Dahlan melakukan langkah besar bernama upaya pelembagaan cita-cita. Yaitu ingin membuat agama Islam ini menjadi nyata di bumi dengan berdasar tauhid yang jernih, pikiran yang jernih, tindakan yang jernih serta mempergunakan harta yang jernih agar kehidupan ini pun dapat dijernihkan kembali. Dengan mendirikan persyarikatan atau organisasi maka kepemimpinan diserahkan kepada lembaga, tidak kepada pribadi. Orang yang terpilih menjadi ketua misalnya, ia adalah mandataris yang menjalankan amanat dari lembaga itu. Maka etika berorganisasi ia jaga betul, musyawarah menjadi bagian pengambilan keputusan dan otoritas kepemimpinan yang dipegang adalah otoritas jamai, atau kepemimpinan kolegial.
Bukan hanya terbatas pada kepemimpinan saja kesadaran dan langkah pelembagaan pribadi ini dilakukan. Ketika ia makin menyadari bahwa ia adalah bagian integral dari Muhammadiyah maka seluruh hidup dan keluarganya ia orientasikan untuk perjuangan dakwah Muhammadiyah. Isteri, anak dan cucunya ia ajak terlibat dan berjuang bersama untuk Muhammadiyah. Penulis pernah mendengar ada tokoh Muhammadiyah yang berkarakter sebagai kader sejati, setelah mewakafkan waktu dan tanahnya yang luas untuk membangun pesantren Muhammadiyah dan sekolah, dia pun mengirim sembilan anaknya untuk kuliah di berbagai kota besar yang di situ ada perguruan Muhammadiyah yang berkualitas. Mereka dia minta untuk mempelajar sembilan cabang keilmuan, dan ini uniknya, mereka juga diminta untuk mencari pasangan hidup yang berasal dari cabang ilmu yang berbeda. Ketika semua anak menikah, mereka memiliki latar belakang delapan belas disiplin ilmu yang berbeda. Dengan demikian ketika mereka pulang merantau atau kembali ke desa asal, pesantren dan sekolah Muhammadiyah itu tidak kekurangan pendidik yang ahli dalam semua cabang keilmuan. Strategi tokoh Muhammadiyah ini jitu sekali. Upaya pelembagaan pribadi, dalam arti ia berhasil menjadikan semua pribadi dalam keluarga sehingga menjadi bagian integral lembaga Muhammadiyah. Mungkin ini sebuah contoh yang eksrim, tetapi terbukti ada, nyata dan banyak. Dan Muhammadiyah di suatu tempat bisa kuat, bertahan lama kemudian berkembang terus karena hadirnya orang-orang seperti ini.
Selain tiga ciri di atas, tentu masih banyak ciri lain yang menandai bahwa kader Muhammadiyah sejati itu masih bertebaran di sekitar kita. Mereka orang baik, aktif dan ikhlas dan tidak butuh publikasi karena bukan artis dan selebritis, mereka tidak terkenal dan populer. Tetapi di mata tetangga dan orang-orang sekitarnya, mereka sungguh berguna, dan ketika mereka meninggal maka orang-orang pun sungguh merasa kehilangan.l
_______________________________
Penulis adalah Kepala Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM) Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Categories : AGUST 2009 | SM 16-09

http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=825

Minggu, 16 Agustus 2009

9 (sembilan hal yang harus dimiliki Pimpinan Muhammadiyah)

9
(sembilan hal yang harus dimiliki Pimpinan Muhammadiyah)

1. Memahami dengan sungguh-sungguh
( Islam dan Muhammadiyah)
2. Ikhlas
3. Beramal
4. Berjuang
5. Pengorbanan
6. Ketaatan
7. Kemantapan
8. Persaudaraan
9. Percaya

Yang dimaksudkan dengan memahami, adalah kita mengerti dan menyadari betul bahwa berserikat dalam Muhammadiyah adalah tidak lain beramal dan berbuat secara total dengan Islam dan untuk Islam itu sendiri. Islam adalah tata aturan yang meliputi segala bidang dan segi kehidupan secara menyeluruh. Islam adalah meliputi aqidah, ibadah, akhlak, keadilan, budaya, seni, ilmu pengetahuan, cinta, hokum, kekuatan, kerja, kekayaan, politik, social, ekonomi, dakwah, jihad dan pemikiran.
Termasuk memahami adalah mengerti dan menyadari, bahwa Al-Quran dan Sunnah adalah rujukan setiap muslim untuk mengetahui hokum Islam.

Yang dimaksudkan dengan ikhlas, adalah kita orang Muhammadiyah beramal dan berjuang dalam Muhammadiyah semata-mata mencari keridloan Allah, mengharap pahala daripada-Nya, tanpa dikontaminasi interest dan mempertimbangkan keuntungan materi, jabatan, pangkat dan predikat. Sebagai buah memahami dan keikhlasan adalah amal dan kerja.
Dengan beramal kita berusaha untuk memperbaiki diri sendiri, sehingga menjadi manusia yang sehat jasmani, sehat rohani dalam arti berakhlak tinggi, mampu berfikir, mampu bekerja, selamat aqidah, benar dalam beribadah, bermanfaat untuk orang lain, mampu mewujudkan rumah tangga muslim dan mendidik anak dengan baik. Disamping itu, dengan amal kita sanggup membimbing masyarakat untuk berbuat baik, menggalakkan kepada semua perbuatan yang utama.

Yang dimaksudkan dengan pengorbanan adalah kesanggupan kita untuk memberikan harta, jiwa, waktu dan bahkan apa saja, demi untuk mencapai tujuan dan cita-cita Persyarikatan. Tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan. Pengorbanan memang berarti kehilangan, namun pada hakekatnya adalah mendapatkan.

Yang dimaksudkan dengan ketaatan adalah kita harus siap selalu menaati dan melaksanakan apapun keputusan Persyarikatan, senang ataupun kurang senang, baik berwujud penyebaran fikiran yang benar kepada masyarakat, proyek-proyek pendidikan dan social kemasyarakatan, maupun apa saja yang disebut Amal Shaleh.

Yang dimaksudkan kemantapan adalah betah, sabar dan ulet dalam beramal dan berjuang, meskipun terasa lama belum mendapatkan hasil. Kita berjuang dan beramal sampai kapanpun sampai batas terakhir, menghadap Ilahi Rabbi.

Sedang yang dimaksudkan dengan ikatan aqidah yang kokoh dan iman yang mantap. Untuk itu perlu dipelihara cinta kasih diantara kita, saling menghormati dan saling memperhatikan.

Yang dimaksudkan dengan percaya adalah percaya kita pada pemimpin, tentang kecakapan dan keikhlasannya, yang dapat menimbulkan rasa hormat, rasa cinta dan ketaatan. Pemimpin sendiri adalah merupakan sebagian dari dakwah, dan tidak ada dakwah tanpa pemimpin. Dengan saling percaya diantara pemimpin dengan yang dipimpin, maka persyarikatan akan menjadi makin kokoh dan kuat, program akan lebih lancar dilaksanakan, tujuan akan makin cepat tercapai, kesulitan akan makin mudah diatasi. Hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin, akan lebih mesra seperti antara bapak dan anak, guru dengan anak didik.

Diambil dari buku : Akhlak Pemimpin Muhammadiyah, halaman 27 (32-34)
Judul : Akhlak Kepemimpinan Dalam Kehidupan Bermuhammadiyah
Oleh : KH. Amir Ma’sum

Beri Ruang Untuk Angkatan Muda Muhammadiyah

Beri Ruang Untuk Angkatan Muda Muhammadiyah

Sleman- “Sudah sewajarnya Angkatan Muda Muhammadiyah, lebih diberikan ruang yang lebih besar bila ingin Muhammadiyah lebih diperhitungkan umat, demi membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”, ungkap Dr. Haedar Nashir, pada acara pelatihan indeks masyarakat sipil di Melati, Sleman di aula Satunama, Yogyakarta, Kamis ( 06/08/2009)

Menurut Haedar, dewasa ini Muhammadiyah menghadapi tiga tipologi presfektif masyarakat Islam yakni integralisme ,modernisme, dan sekulerisme, sehingga kekuatan berfikir dan praksisme harus diserahkan pada angkatan muda muhammadiyah yang saat ini menggeluti dalam peradaban baik di perguruan tinggi maupun di masyarakat yang plural, sehingga agama harus menjadi refleksi kehidupan.

Dalam peradaban Islam, menurut Haedar, muncul sembilan nilai kehidupan yakni bertuhan dan beragama, persaudaraan, beraklak dan beradab, berhukum syariat, kesejahteraan, musyawarah, ikhsan kebaikan, berkemanusiaan, dan ketertiban. “Dengan logika ekstrem dapat dikatakan bahwa ada maupun tidak ada formulasi konsep masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, maka Muhammadiyah tetap istiqamah melakukan gerakan dakwah dan tajdid diberbagai bidang kehidupannya, untuk menuju ke arah yang lebih baik. (mac)

mohammad sholeh |125.167.66.xxx |2009-08-11 14:43:21

Menurut saya sudah terlalu luas dan lebarnya ruang gerak generasi muda
Muhammadiyah di Muhammadiyah, hanya tinggal mau bergerak atau harus digerakkan,
hanya ingin seperti bertamu atau menjadi tuan rumah, merasa bisa atau bisa
merasa ( rumongso biso atau biso rumongso ), mau banyak omong atau banyak kerja.
Setahu saya para pendiri Muhammadiyah dan sesepuh Muhammadiyah sudah banyak
memberi contoh bukan cuma menjadi contoh, diam-diam dan banyak amal. Itulah yang
patut menjadi renungan generasi muda Muhammadiyah.


http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1579&Itemid=2#josc209701

Sabtu, 25 Juli 2009

“Muhammadiyah Itu Sumunar ing Kalbu”

“Muhammadiyah Itu Sumunar ing Kalbu” Sultan HB X

Yogyakarta – Sri Sultan Hamengkubuwono X, selaku Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta mengharapkan agar Muhammadiyah tetap bisa menjaga karakternya yang humanis, yang terasa utuh di hati, holistic di jiwa dan sumunar ing kalbu. Menurutnya, pada acara Launching Muktamar Muhammadiyah, Sabtu (18/07/2009) menyatakan “melalui hal itu, segenap warganya mampu menghayati rasa keterhubungan dan kebersatuan dengan sesama, lingkungannya dan terlebih dengan Maha Pencipta”.
Sultan juga sempat mengingatkan Muhammadiyah mengutip Hadis Nabi yang menyatakan bahwa suatu kaum akan merugi jika kondisi yang mereka alami saat ini sama dengan masa sebelumnya. “bangkrut jika lebih buruk dengan sebelumnya dan beruntung jika lebih baik dengan sebelumnya” terangnya.
Lebih lanjut Sultan menantang warga Muhammadiyah dengan serentetan pertanyaan yang diajukan. “Apakah kondisi Muhammadiyah 2009 ini lebih baik dibanding sebelumnya? Apakah juga siap untuk membuat kondisi di 2010 memasuki usia yang ke-100 akan lebih maju ? “ lanjutnya.
Sebelumnya Sultan menyatkan bahwa dalam melintasi fase baru abad berikutnya, Muhammadiyah diharapkan tetap hadir mengembann visi menyebarluaskan dakwah, hikmah dalam mewujudkan peradaban Islam yang otentik, dengan menghadirkan risalah Islam yang rahmatan lil alamin. (arif)

http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1553&Itemid=2

Minggu, 12 Juli 2009

Kaderisasi Muhammadiyah Sulsel Tersendat

Kaderisasi Muhammadiyah Sulsel Tersendat
Jul 12 2009

Pinrang- Proses kaderisasi Muhammadiyah di Sulawesi selatan sangat lambat karena para Angkatan Tua Muhammadiyah (ATM) belum siap untuk diganti, demkian ungkap Sekretaris Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Husni yunus dalam materi Hambatan transformasi kader Muhammadiyah menjadi kader persyarikatan,Umat,dan Bangsa pada pelatihan kader Taruna melati III se Indonesia Timur di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, ahad ( 12/07/2009)
Lambatnya proses kaderasisi ini, menurut Husni juga didukung dengan banyaknya pengurus Muhammadiyah yang terjebak pada wilayah politik praktis, hal ini sangat terlihat pada proses pemilihan Legislatif dan pemilihan Presiden dengan banyaknya pengurus yang menjadi bagian dari pemenangan partai atau orang yang duduk di Legislatif maupun Presiden.

Untuk itu, menurut Husni dalam Muktamar Muhammadiyah tahun 2010 di Yogyakarta dan Musywil di Makassar nanti, sudah saatnya pengurus Muhammadiyah yang terlibat dalam menggiring wargannya pada politik praktis tahu diri dan memberikan kesempatan pada kader -kader muda Muhammadiyah untuk melanjutkan estafet kepemimpinan mendatang.
Lebih lanjut menurut Husni, saat ini Muhammadiyah Sulsel, dan mungkin juga Nasional, mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan, “Pendidikan menurun, banyak pengurus amal usaha dan persyarikatan merangkap jabatan, sehingga berdampak pada proses transformasi kader, sehingga hampir semua amal usaha tidak di kelola secara profesional tapi hanya kepentingan oknum saja, merebut kekayaan untuk kepentingan pribadi,” jelas Husni. Persoalan rangkap jabatan antara amal usaha Muhammadiyah dengan jabatan lainnya, menurut Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar ini, justru merugikan Muhammadiyah, karena hal tersebut merupakan gerakan yang memutuskan kaderisasi, hal tersebut merupakan bahaya laten di Muhammadiyah. (mac)

http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1535&Itemid=2

Jumat, 26 Juni 2009

QUO VADIS KADER MUHAMMADIYAH

QUO VADIS KADER MUHAMMADIYAH

 Ketika Muhammadiyah tengah berada di pusaran dinamika zaman yg begitu banyak tantangan, terbersitlah harapan kpd para kadernya diberbagai lini kehidupan.
 Quo vadis (apa kabar) kader Muhammadiyah ?
 Apa yg telah dan dpt disumbangkan oleh para kadernya utk membesarkan Muhammadiyah dan membawa organisasi Islam yg besar ini kearah yg lebih maju ?
Baik kader yg berada di dlm maupun di luar struktur organisasi, semuanya sebenarnya diikat oleh posisi dasar yg sama yakni sebagai anggota inti Muhammadiyah yg hadir dan dilahirkan utk mengemban misi gerakan
 Apakah kader intelektual dari kampus, politisi di berbagai partai politik, pengusaha dan kaum wirausahawan, seniman atau budayawan, para guru, kaum profesional, dan lain semuanya anak panah gerakan.
 Sudah saatnya menghimpunkan potensi dan kekuatannya sebagai kader Muhammadiyah.
 Kader memang merupakan anak panah organisasi. Apa yg tdk dpt dilakukan oleh anggota biasa maka dpt dilakukan oleh kader.
 Karena itu, kader yg sejati semestinya memiliki keunggulan atau kelebihan yg tdk dimiliki oleh anggota pd umumnya.
 Sebutlah keunggulan dlm spirit, motivasi, komitmen, integritas, kapabilitas, penghidmatan, pemikiran, karya dan aktualisasi peran dimanapun dan kapanpun.
 Kualitas dan kiprah kader harus diatas rata-rata anggota. Kader selalu siap mengemban misi organisasi dimana dan kapanpun dia berada.
 Baik diminta maupun tdk diminta, apakah dalam posisi memiliki jabatan maupun tidak, semestinya setiap kader akan selalu terpanggil utk mengemban misi Muhammadiyah.
 Kader tdk boleh merengek manakala menghadapi tantangan, tetapi juga jangan angkuh diri jika memiliki keunggulan posisi dan peran diluar.
 Manakala berperanpun, kader semestinya tdk hitung-hitungan amal. Jika berbuat apa imbalannya ? Lebih-lebih jika merasa sdh berkecukupan.
 Jangan sampai ketika berbuat dan Muhammadiyah tdk memberikan imbalan kemudian lari dari Muhammadiyah.
 Atau manakala berbuat tetapi disertai dg sikap merendahkan Muhammadiyah, seraya berkata dg angkuh “ternyata Muhammadiyah memerlukan saya”.
 Jangan sampai kader memiliki pandangan negatif dg menyatakan,”Muhammadiyah hanya ingin hasilnya tetapi tdk mau bersusah payah”, yg mengandung isyarat merendahkan organisasi dan memandang diri begitu berjasa.
 Muhammadiyah tdk akan memaksa kadernya utk membesarkannya.
 Semuanya tergantung pd keikhlasan dan panggilan nurani setiap kader.
Kader memang harus dihargai martabat dan kiprahnya, tetapi jangan sampai Muhammadiyah diremehkan dan seolah harus merengek pada kadernya
 Muhammadiyah secara kelembagaan memang juga harus berikhtiar terus menerus menghimpun dan memanfaatkan potensi kadernya dari berbagai lini kehidupan yg penting itu.
Tapi juga para kadernya dituntut proaktif dan memiliki komitmen utk berkiprah dlm memperjuangkan misi Muhammadiyah
 Muhammadiyah justru harus dibesarkan oleh para kader, anggota dan para elite pimpinannya dg sepenuh pengkhidmatan.
 Para kader bahkan harus menjadi teladan bagaimana menghormati prinsip, kepribadian, kebijakan dan tatanan yg selama ini menjadi fondasi dan bingkai gerakan.
 Bukan malah mendelegitimasi dan memperlemah kelembagaan Muhammadiyah yg penting dan mendasar seperti itu.
 Kader, tak perlu merasa lebih besar dari Persyarikatan, justru bagaimana menjadikan Muhammadiyah menjadi makin besar sebagai gerakan Islam.
(HNs)
Tajuk Rencana
SM NO. 24 TH.KE-92// 16-31 DESEMBER 2007 M

Pengalaman Berjuang dan Beramal di Muhammadiyah 5

Selain hal diatas masih juga panjang rentetan tantangan yang harus dihadapi dalam berjuang dan beramal di Muhammadiyah setelah peristiwa mundurnya para pemuda dari perjuangan di SMKM Jember ini, antara lain karena saya masih merangkap antara sebagai Ketua Majelis Dikdasmen PCM dengan Kepala Sekolah dituntut harus memilih salah satu atau mundur dari salah satu. Dalam hati saya ini apalagi kok hal-hal yang begitu yang dipikirkan bukan malah berfikir dan membantu sekolah yang baru didirikan ini untuk segera bangkit, bahkan ada Pimpinan Muhammadiyah Cabang yang tidak yakin sekolah ini bisa berdiri tahun ini (2007), bahkan juga saya harus mundur dari Kepala Sekolah dan SK dari Wilayah akan dianulir, serta ada warga Muhammadiyah yang mengatakan tidak mungkin dapat murid, serta macam-macam permasalahan dilontarkan yang saya sulit memahami apa yang menjadi dasar pemikirannnya.

Mau berjuang di Muhammadiyah ternyata harud didasari hati yang benar-benar harus Ikhlas dan dengan kesabaran yang sangat tinggi serta hanya berharap ridlo Allah Swt dan harus terus berharap bantuan Allah Swt, karena gangguan yang paling keras menerpa ternyata adalah gangguan dari dalam diri orang-orang / warga Muhammadiyah sendiri. Masih sering amal usaha Muhammadiyah campur aduk dengan pikiran-pikiran politik sesaat, tidak berusaha untuk saling ber fastabikhulkhairat, saling bagi tugas dan mengerjakan tugas masing-masing dengan fokus dan serius.
Teralalu banyak yang merasa paling Muhammadiyah, paling berjasa di Muhammadiyah, paling tahu Muhammadiyah, walaupun belum pernah melakukan perbuatan riel di Muhammadiyah. Kalau ditanya apa yang sudah diberikan ke Muhammadiyah ? tidak pernah bisa menjawab yang kongkrit, hanya angan-angan yang ada dan hanya bagaimana menyorot orang lain. Padahal seharusnya menjadi orang Muhammadiyah harus pandai menyorot dirinya sendiri.