Kamis, 08 Januari 2009

Kuat, Bersih, dan Berani

Kuat, Bersih, dan Berani

Minggu, 01 Juni 2003
Oleh : Didin Hafidhuddin

Munculnya kandidat-kandidat presiden RI pada Pemilu 2004 yang akan datang dengan latar belakang yang berbeda-beda, pada sisi pembelajaran berpolitik dan berdemokrasi bagi rakyat Indonesia, diharapkan akan berdampak positif. Rakyat akan semakin dewasa dan semakin arif dalam memilih dan menentukan calon pemimpin bangsa dan negara di masa yang akan datang. Mereka diharapkan tidak sekadar menjatuhkan pilihan berdasarkan pertimbangan emosional, kesukuan, dan/atau keturunan semata-mata, akan tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang lebih objektif, rasional, dan berdasarkan track record dari kemampuan dan perjalanan kepemimpinan para calon presiden tersebut.

Harus kita sadari bersama bahwa pemimpin merupakan cerminan dari kondisi masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah Hadis, "Bagaimana kondisi dan keadaan kamu sekalian, maka kalian akan dipimpin oleh orang yang sesuai dengan kondisi kamu."

Jika mayoritas masyarakat senang dengan perilaku kepura-puraan dan dusta, maka akan muncul pemimpin yang mempunyai karakter nifak atau kemunafikan. Jika mayoritas masyarakat senang dengan perilaku korup dan ketidakjujuran, maka akan muncul pula pemimpin yang korup dan tidak jujur. Sebaliknya, jika mayoritas masyarakat berkeinginan adanya perubahan ke arah yang lebih baik, maka akan muncul pemimpin yang memiliki visi reformasi yang sesuai dengan harapan masyarakat tersebut.

Melihat kondisi masyarakat dan bangsa kita yang kini sedang menghadapi berbagai persoalan yang sangat kompleks, variatif, dan multidimensional, terutama degradasi moral dan akhlak yang semakin memprihatinkan, maka dibutuhkan para calon pemimpin bangsa yang memiliki karakter dan watak yang kuat, bersih dan berani, di samping persyaratan-persyaratan umum lainnya yang seyogianya melekat pada diri setiap calon pemimpin, apalagi pemimpin bangsa, seperti latar belakang pendidikan.

Pemimpin yang kuat dan sehat jasmaniah dan rohaniah diharapkan akan mampu bekerja secara optimal dalam memikirkan kesejahteraan masyarakat. Ia mampu bekerja melebihi kemampuan bekerja rakyat biasa, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemimpin yang tidak mengantisipasi berbagai persoalan dengan banyak mengeluh akan tetapi dengan bekerja dan bekerja. Pemimpin yang siap menderita di tengah-tengah penderitaan masyarakatnya dan siap berlapar-lapar di tengah-tengah kelaparan masyarakatnya. Bukan sebaliknya, pemimpin yang bermewah-mewahan di atas kesengsaraan masyarakatnya. Jika itu yang terjadi, maka kehancuran hanyalah tinggal menunggu waktu. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam sebuah Hadis shahih riwayat Imam Dailami, Rasululullah SAW bersabda, "Jika Allah bermaksud menghancurkan suatu kaum (tanda-tanda yang selalu hidup dalam kemewahan."

Bani Israil (sesudah zamannya Nabi Musa) pernah menghadapi persoalan yang sangat berat, terutama datangnya intervensi dan serangan yang bertubi-tubi dari Raja Jalud dan kaumnya. Maka Allah SWT memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk mengangkat Thalut sebagai pemimpin Bani Israil pada saat itu. Alasannya karena ia memiliki kekuatan dan keluasan ilmu pengetahuan dan wawasan (basthtan fil 'ilmi) serta kekuatan dan kesehatan jasmani yang prima (basthlan fil jismi). Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam QS 2:247.
Kebersihan hati, pikiran, serta perilaku dari berbagai macam perilaku buruk seperti KKN, merupakan persyaratan yang sangat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar. Pemimpin yang jernih hati dan pikirannya akan memiliki cara pandang yang selalu positif dan selalu mendengarkan berbagai keluhan masyarakatnya, sekaligus akan siap menerima segala macam saran, kritik, dan nasihat dengan terbuka dan berlapang dada. Ia akan mengarahkan lingkungan terdekatnya (keluarga dan para pembantunya) mampu membantu dan mendorongnya ketika melakukan kebaikan. Sebaliknya akan mengoreksinya jika melakukan berbagai macam kesalahan dan kekeliruan.
Dalam sebuah Hadis riwayat Imam Nasai, Rasulullah SAW bersabda, "Jika Allah bermaksud menjadikan seseorang sebagai pemimpin yang baik. Dia akan menjadikan lingkungan terdekatnya terdiri dari orang-orang yang jujur. Jika sang pemimpin melakukan kesalahan, maka akan diingatkannya. Dan jika melakukan kebaikan, maka akan dibantunya. Sebaliknya, jika Allah bermaksud menjadikan pemimpin yang buruk, maka lingkungan terdekatnya terdiri dari orang-orang yang buruk yang membiarkan pemimpinnya melakukan segala macam perbuatan sesuai dengan kehendaknya sendiri."
Pemimpin yang bersih dan jernih hatinya akan jauh dari sifat hasad dan dengki, serta perilaku buruk lainnya. Merekalah yang akan sanggup memberantas korupsi secara tuntas karena diri sendiri dan keluarganya tidak melakukannya. Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan mampu memberantas korupsi di negara kita yang sudah sangat menggurita ini, kalau dia dan keluarganya terlibat dalam perilaku korup tersebut.

Pemberantasan korupsi mesti berawal dari para pemimpin dan para pejabat pengelola negara di tingkat pusat dan daerah, eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, dan bukan berasal dari pegawai dan rakyat kecil. Kita butuh pemimpin yang siap menjadi suri teladan dalam segala hal, termasuk keteladanan dalam kebersihan perilaku. Pemimpin yang berhati bersih dan jernih ini pulalah yang akan mampu menjadi perekat bagi kesatuan dan persatuan bangsa yang kini semakin tercabik-cabik, seperti yang kita rasakan di beberapa kawasan dan daerah, seperti yang terjadi di Ambon, Maluku, dan sekarang di Aceh.

Kekuatan jasmani dan kejernihan pikiran serta perilaku akan mengantarkannya pada keberanian bertindak tegas dalam menegakkan aturan yang telah disepakati bersama. Terlebih lagi, aturan yang didasarkan pada ajaran agama. Rasa takutnya hanyalah kepada Allah SWT dan takut melanggar segala ketentuan-Nya, sebagai manifestasi dari keimanan dan ketauhidan yang kuat kepada-Nya. Jabatan dan kekuasaan diyakininya sebagai amanah yang berasal dari Allah SWT yang harus dipertanggungjawabkan kembali kepada-Nya. Allah yang Maha Kuasa, mengangkat dan memberikan kekuasaan pada seseorang dan Maha Kuasa pula untuk mencabutnya, sebagaimana dinyatakan dalam QS 3:26. "Katakanlah: 'Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas Segala Sesuatu.'

Memilih calon pemimpin yang memiliki karakter tersebut di atas bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan sederhana, akan tetapi sangat berat dan penuh risiko. Tetapi justru inilah yang harus dilakukan oleh rakyat dan bangsa kita kalau kita ingin keluar dari krisis yang multidimensional ini. Jika kita tidak memiliki keberanian, maka keterpurukan demi keterpurukan akan selalu menyertai kehidupan kita berasma. Semoga masyarakat dan bangsa kita dianugerahkan oleh Allah SWT kesungguhan dalam beramal dan kearifan dalam bertindak. Wallahu A'lam bi ash-Shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar