Jumat, 09 Januari 2009

Catatan Akhir Tahun MPM: " Dari Tauhid Sosial Ke Tauhid Struktural "

Catatan Akhir Tahun MPM: " Dari Tauhid Sosial Ke Tauhid Struktural "

Des 27 2008
Masmulyadi
Sabtu, 27 Desember 2008

YOGYAKARTA – Sebuah spanduk terpampang pas di depan gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menterang itu. Dari spanduk tersebut tertulis tema refleksi akhir tahun Majelis Pemberdayaan Masyarakat “Menolak Politisasi, Merebut Keberdayaan”. Sebuah tema yang sangat civilized.

Pagi itu peserta mulai berdatangan. Ada yang dari arah barat dan timur kantor. Mereka ada yang masih muda, umur mahasiswa. Sebagian lainnya sudah berumur, mereka adalah aktivis Muhammadiyah. Media ini pun naik ke lantai tiga, tempat dimana refleksi akhir tahun akan dilaksanakan. Memasuki ruangan itu, sudah nampak Prof. Amin Rais, Dr. Zuly Qodir – kedua-duanya adalah narasumber kegiatan ini - Drs. Said Tuhuleley dan Bahtiar Dwi Kurniawan yang memandu jalannya proses seremonial pembukaan. Yang belum tampak adalah Revrison Baswir. Sementara kursi yang disediakan oleh panitia pelaksana sudah hampir penuh.

Bahtiar Dwi Kurniawan yang menjadi moderator seremonial pembukaan mempersilakan Drs. Said Tuhuleley menyampaikan pengantar diskusi. Mantan Kepala LP3 UMY ini menyampaikan kerisauannya soal eksistensi rakyat miskin dan lemah saat ini yang bukan saja terabaikan tetapi juga dijadikan sebagai alat kampanye politik oleh beberapa pihak. Sehingga nampak sejumlah kegiatan yang berdalih pemberdayaan, ternyata tidak otentik lagi, lebih banyak nuansa pamrihnya.

Disesi pertama diskusi, Prof Amin Rais yang memperoleh kesempatan untuk melakukan presentasi. Dalam pemaparan guru besar ilmu politik UGM ini menyampaikan tentang arah republik yang semakin jauh dari semangat demokrasi ekonomi yang menjadi mandat UUD 1945, terutama hasil amandemen. Bagi Amien Rais, bangsa Indonesia tidak memiliki kemandirian lagi, karena UU-nya pun banyak yang lahir dari korporasi-korporasi asing. Sehingga menurut mantan Ketua MPR ini, momentum pemilu 2009 harus dimamfaatkan dengan memilih pemimpin politik yang memiliki kekuatan moral.

Sementara itu, Zuly Qodir, menyampaikan catatan-catatannya mengenai masih top downya kegiatan-kegiatan pemberdayaan diberbagai tempat. Sehingga kebutuhan warga sebagai basis utama kegiatan pemberdayaan banyak diabaikan. Belum lagi dalam praktiknya, banyak kegiatan pemberdayaan yang manipulatif. Akibatnya masyarakat mengalami distrust terhadap beberapa inisiatif kegiatan pemberdayaan. Masih menurut Kepala Pusat Studi Islam UM Magelang ini, kegiatan pemberdayaan akhirnya banyak yang tidak mandiri sehingga menyebabkan kegiatan pemberdayaan masyarakat banyak yang bubar ditengah jalan.

Sedangkan Revrison Baswir memulai pembicaraannya dengan kritik terhadap kegiatan-kegiatan diskusi akhir tahun yang tidak banyak memiliki makna, karena dari tahun ketahun dilakukan, tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Karena itu menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM ini perlu ada konsensus mengenai bagaimana melakukan evaluasi perkembangan bangsa sehingga ada kesamaan perspektif dari berbagai pihak dalam menilai masalah bangsa terutama dalam masalah ekonomi.

Lebih jauh menurut calon doktor Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga, kalau bicara mengenai pemberdayaan, maka bukan seberapa besar anggaran yang harus digelontorkan oleh negara untuk pemberdayaan masyarakat, tetapi sejauh mana relasi antar struktur bergeser lebih dekat diantara elit dan basis massa, rakyat.
Karena itu, murid Prof Mubyarto ini mengusulkan kalau dulu kita di Muhammadiyah mengenal tauhid sosial. Yaitu inti terdalam bagi ajaran Islam. Esensi konsep dasar tauhid adalah Memahaesakan Tuhan yang bertumpu pada doktrin "La ilaha illallah", bahwa tiada Tuhan kecuali Allah. Bahwa tauhid dalam Islam disamping berdimensi aqidah, juga melahirkan pandangan tentang perlunya ditegakkan keadilan sosial.

Bagi Revrison Baswir, tauhid struktural perlu kembali digagas oleh ulama-ulama Muhammadiyah. Karena itu, dosen ekonomi UGM ini mengatakan bahwa tauhid struktural lebih jauh membidik bagaimana mendekatkan jurang pemisah antara golongan bawah dan kelas atas lewat pendekatan sistematis. “Ayat dan hadistnya bisa dicarilah oleh MPM” tandasnya.

Diakhir presentasinya, lelaki kelahiran Minang ini menyampaikan sarannya mengenai pentingnya strategi yang baik. Sebab kepemimpinan yang kuat tidak cukup untuk melawan kepentingan korporasi global. Sudah banyak contoh yang bisa dilihat. Soekarno misalnya, kurang berani apa dia, lalu Saddam Husein. Satu-satunya negara yang relatif memiliki strategi yang baik saat ini adalah China. Disaat negara-negara dunia ketiga tengah menghadapi terpaan badai krisis, China merupakan negara dengan cadangan devisa terbesar, mencapai 1,4 trillyun dollar. Jadi konyol sekali jika kita bangga dengan devisa 40 milliar dollar dan diklaim sebagai pencapaian tertinggi tandasnya dengan semangat.(Mul)

http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1356&Itemid=2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar