Rabu, 28 Januari 2009

“Ulama, Jangan Asal Berfatwa” : Din :

“Ulama, Jangan Asal Berfatwa” : Din :

Kamis, 29 Januari 2009
masmulyadi

Palembang - Para ulama dalam memutuskan sebuah fatwa hendaknya perlu mempertimbangkan kondisi masyarakat, Persoalan halal haram apalagi yang menyangkut dosa tidak mesti selalu dilihat dari hukum fiqih, tetapi cukup dengan pendekatan akhlak dan dakwah.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin di sela-sela acara Milad Muhammadiyah ke-99 di Universitas Muhammadiyah Palembang, Rabu (28/1), atas dikeluarkannya fatwa haram golput oleh MUI. Meskipun fatwa merupakan kewenangan ulama, Din mengingatkan, para ulama harus arif dan bijaksana, dan selalu memperhatikan kondisi masyarakat. “Seperi golput misalnya, tidak semua bisa dikaitkan dengan hukum agama halal dan haram”, sanggahnya.
Din menganjurkan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya, sebagai manifestasi warga negara yang baik, dan memiliki tanggungjawab moral untuk melakukan perubahan lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lebih lanjut, menurut Din, yang juga Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, seharusnya MUI mengeluarkan fatwa-fatwa prioritas, yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Dicontohkannya, fikih korupsi, bagaimana meningkatkan daya saing bangsa, memerangi kemalasan, dan sejenisnya. Bukan fatwa yang bersifat ad hoc atau kontroversi. (Mul)

http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1385&Itemid=2

Senin, 26 Januari 2009

Muhammadiyah Pilih Pendekatan Kultural

Muhammadiyah Pilih Pendekatan Kultural

Selasa, 27 Januari 2009 pukul 10:33:00

BUKITTINGGI -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Yunahar Ilyas menegaskan, Muhammadiyah lebih memilih pendekatan kultural dalam mencerdaskan umat dan bangsa, tetapi tak menafikan pendekatan politik praktis.

''Muhammadiyah dengan sadar dan sengaja lebih memilih pendekatan kultural melalui pendidikan, penyadaran dan dakwah,'' ujar Yunahar dalam sambutannya pada acara pucak Milad Muhammadiyah ke-99 di Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB) di Bukittinggi, akhir pekan lalu.

Peringatan milad yang mengusung tema, "Muhammadiyah berkiprah mencerdaskan umat dan mencerdaskan bangsa" itu dihadiri Wapres Jusuf Kalla, Hj Mufidah Jusuf Kalla, Wakil Ketua DPD RI Irman Gusman, Gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi, Ketua DPRD Sumbar, Leonardy Harmainy serta sederet tokoh Muhammadiyah.

Yunahar menyatakan, Muhammadiyah memutuskan untuk tak mendirikan partai politik. Meski begitu, organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu mempersilakan warga atau kader Muhammadiyah untuk berkiprah dalam partai politik manapun asal sesuai dengan visi dan misi organisasi.

''Kalau dulu dikenal istilah menjaga jarak yang sama dengan seluruh parpol, sekarang Muhammadiyah mengubah bahasanya menjadi menjaga kedekatan pada semua parpol,'' papar Yunahar. Muhammadiyah tetap akan menjaga netralitasnya dalam politik. Menurut dia, netralitas yang dikembangkan Muhammadiyah adalah tidak pro pada salah satu parpol, sekaligus tak bersikap anti pada salah satu parpol.

"Jadi pro berarti tidak netral dan anti juga tidak netral. Maka Muhammadiyah tidak pro dan tidak anti Parpol," tegasnya. Menurut Yunahar, Muhammadiyah tentu akan memikirkan dan menegaskan visi-misi kepada kader-kadernya yang berkecimpung secara aktif di berbagai Parpol. ant

http://www.republika.co.id/koran/14/28048.html

Jumat, 23 Januari 2009

Madrasah Diminati Pelajar Hindu

Madrasah Diminati Pelajar Hindu

Jumat, 23 Januari 2009 pukul 07:37:00

KOLKATA-- Madrasah yang menawarkan pendidikan Islam di Kolkata--salah satu kota pelabuhan penting di India ternyata diminati para pelajar beragama Hindu. Penduduk Benggala Barat non-Muslim itu menitipkan anak-anak mereka untuk belajar di sejumlah madrasah yang tersebar di wilayah tersebut. Mereka tertarik dengan pelajaran sains dan teknologi yang diajarkan di madrasah.

Jumlah pelajar beragama Hindu di empat madrasah yang ada di negara bagian itu justru lebih banyak daripada pelajar Muslim. Keempat madrasah yang memiliki jumlah murid beragama Hindu paling banyak, antara lain, Kasba MM High Madrasa di Distrik Uttar Dinajpur; Ekmukha Safiabad High Madrasa di Distrik Cooch Behar; Orgram Chatuspalli High Madrasa di Distrik Burdwan; dan Chandrakona Islamia High Madrasa di Distrik Midnapur Barat.

''Persentase pelajar Muslim di keempat madrasah itu jumlahnya bervariasi, antara 57 hingga 64 persen. Ini membuktikan madrasah sebagai sekolah Islam tak bertentangan dengan sekolah sekuler,'' ungkap Presiden Dewan Pendidikan Madrasah Benggala Barat, Sohrab Hussain.

Ia mengungkapkan, sekitar 618 dari 1.077 pelajar di Kasba beragama Hindu. Selain itu, kata dia, 554 dari 868 pelajar di Orgram, 201 dari 312 pelajar di Chandrakona, dan 290 dari 480 pelajar di Ekmukha juga beragama Hindu. ''Di seluruh distrik itu umat Muslim adalah minoritas,'' papar Hussain.

Menurut dia, madrasah juga diminati umat Hindu karena menyajikan pelajaran-pelajaran modern. ''Salah paham namanya kalau pelajar kami hanya mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Zaman sudah berubah. Sekarang, kami juga menekankan pada sains dan teknologi, setelah agama,'' katanya tegas.

Saat ini, terdapat 42 madrasah di wilayahnya yang telah dilengkapi dengan laboratorium komputer. ''Tahun ini, kami akan menambah 100 laboratorium lainnya,'' imbuh Hussain. Selain mengajarkan agama, madrasah yang ada di daerah itu juga membuka pelatihan keahlian bagi para siswanya, seperti menjahit dan teknologi.

Membeludaknya jumlah pelajar Hindu membuktikan bahwa madrasah lebih terpercaya dibandingkan sekolah lainnya. ''Ini karena kredibilitas kami lebih tinggi,'' papar Hussain. Menurut dia, madrasah telah berhasil meraih kepercayaaan dari para pelajar dan orang tua di India. Lulusan madrasah terbukti mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain yang ada di negara bagian itu.

Saat ini, di Benggala Barat terdapat 506 madrasah. Tahun ini pula, ada 52 madrasah baru yang akan berdiri. Secara keseluruhan, 17 persen dan 11 persen murid dan gurunya adalah non-Muslim. ''Semua pelajar diperlakukan sama dan setara di sini. Sama sekali tak ada bias agama,'' katanya. hri/ians

http://www.republika.co.id/koran/14/27605.html

MUI Miris Dibilang Lembaga Terkorup

MUI Miris Dibilang Lembaga Terkorup

By Republika Newsroom
Sabtu, 24 Januari 2009 pukul 04:28:00

PADANG PANJANG -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengaku miris dengan penilaian lembaga Transparansi internasional Indonesia yang menyebut MUI masuk peringkat tujuh lembaga terkorup.

Disisi lain, Din juga prihatinan pada gejala delegitimasi fatwa-fatwa MUI yang dinilainya sebagai hal yang perlu dicermati.

"Dampak deras arus globalisasi, politik, ekonomi serta arus budaya membuat tersebar cepatnya kemaksiatan dan kemunkaran, satu kemunkaran yang nyaris terorganisir baik," katanya dalam malam ta'aruf (perkenalan) 500 peserta Itjtima, Kamis.

Din menilai gelagat tersebut adalah rekayasa dari pihak yang tidak bersetuju dengan MU dan menginginkan legitimasi MUI yang kuat menjadi lemah. "Itu salah satu bentuk ancaman bagi MUI, tetapi ini perlu direspon secara cermat dan cerdas," katanya.

Dalam soal lain, Din mengaku rasa miris mengetahui penilaian lembaga Transparansi internasional Indonesia yang menyebut MUI masuk peringkat tujuh lembaga terkorup.

Din menganggap klaim ini sebagai tantangan baru sehingga perlu disikapi cerdas agarumat Islam nasional dan internasional memadukan strategi yang baik, termasuk memperkuat institusi kefatwaan.

"Karenanya ijtima ini penting karena kita masih berkeyakinan bahwa Fatwa MUI hingga kini masih tetap ditunggu masyarakat," katanya.

MUI memang belum melakukan penelitian, namun seluruh fatwa MUI telah diperhatikan dan diamalkan oleh umat, kata Din. - ant/ah

http://www.republika.co.id/berita/27788.html

Shalat Gerhana pada 26 Januari 2009

Shalat Gerhana pada 26 Januari 2009

Sabtu, 24 Januari 2009
Shalat Gerhana pada 26 Januari 2009

Himbauan kepada kaum muslimin untuk melaksanakan SHOLAT GERHANA pada tanggal 26 Januri 2009 dimana puncak gerhana ini dalam prakiraannya akan terjadi pada pukul 07:58:39 UT (14:58:39 WIB) dimana gerhana mencapai magnitud 0.9282.
Gerhana matahari cincin akan melintasi Sepertiga benua Afrika bagian selatan, terus ke Madagaskar, Australia (kecuali Tasmania), India bagian tenggara, Asia tenggara, dan Indonesia.
Fase gerhana berawal saat bayangan antumbral Bulan mulai menyapu samudera Atlantik Selatan pada puku 06:06 UT (13:06 WIB) pada koridor selebar 363 kilometer. Bergerak ke arah timur, bayangan Bulan selanjutnya akan melewati benua Afrika bagian Selatan hingga samudera Hindia Selatan. Puncak gerhana terjadi pada pukul 07:58:39 UT (14:58:39 WIB) dimana gerhana mencapai magnitud 0.9282. Fase ini berlangsung selama 7 menit 54 detik meliputi daerah selebar 280 km saat matahari mencapai ketinggian 73° diatas horizon.

Selepas itu, gerhana akan bergerak ke arah timur laut, melewati kepulauan Cocos (Cocos Islands) menuju Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian Barat, dan selanjutnya melintasi Kalimantan bagian Tengah dan sebagian kecil Sulawesi bagian barat laut sebelum berakhir di sekitar pulau Mindanao, Filipina pada 09:52 UT (16:52 WIB).
Selama 3 jam 45 menit fase gerhana, antumbra Bulan melintas sejauh sekitar 14.500 km, meliputi 0,9% permukaan planet Bumi. Semua waktu dalam UT. Tambahkan 7 jam untuk mengkonversi ke WIB. (eclipse.gsfc.nasa.gov)

http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1382&Itemid=2

Muhammadiyah Sulsel Krisis Kader Pengusaha dan Ulama

Muhammadiyah Sulsel Krisis Kader Pengusaha dan Ulama

Husni Yunus
Jumat, 23 Januari 2009

Makassar- Muhammadiyah Sulawesi selatan krisis kader pengusaha dan ulama dibuktikan dengan lemahnya kualitas pendidikan pesantren Muhammadiyah yang terancam tutup.
Demikian disampaikan Gagaring Pagalung, ketua Lembaga Pemeriksa Keuangan (LPK) Muhammadiyah Sulawesi Selatan, pada acara diskusi warung kopi yang diselenggarakan Majelis Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah Sulsel, di warung kopi Cappo, Makassar, Kamis (22/02/2009). Menurut Gegaring, lemahnya kualitas pesantren Muhammadiyah dikarenakan tidak adanya santri dan guru yang tidak berkualitas, serta ditambah gerakan dakwah Muhammadiyah yang mengandalkan bantuan pemerintah sehingga ruh gerakan tajdid tidak berjalan secara maksimal yang berdampak pada lemahnya potensi pengembangan gerakan dakwah Muhammadiyah.
Dalam diskusi yang dihadiri Dr.dr.Furqan Naiem,MS, Drs.H.Waspada Santing, yang di pandu H.Mahmud Nuhung,SE,ME dan HM.Ramli Haba,SH,MH, Gegaring mengungkapkan, manajemen keuangan amal usaha Muhammadiyah seperti Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Sekolah Muhammadiyah, Rumah bersalin, dan Panti Asuhan sangat lemah, dan syarat dengan kebocoran karena pengelola keuangan yang tidak professional sehingga dapat berdampak pada rusaknya silaturahmi di persyarikatan karena saling memfitnah. Untuk itu diperlukan upaya yang maksimal untuk meningkatkan pengawasan yang lebih ketat, hal tersebut hanya dapat dilakukan bila potensi kader dikembangkan.(mac)

http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1381&Itemid=2

Kamis, 22 Januari 2009

Muhammadiyah Jatim Gratiskan Sekolah bagi 200 Siswa Palestina

Muhammadiyah Jatim Gratiskan Sekolah bagi 200 Siswa Palestina

By Republika Newsroom
Kamis, 22 Januari 2009 pukul 21:29:00

SURABAYA -- Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur (Jatim) memberikan sekolah gratis bagi 200 pelajar dan mahasiswa Palestina mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi, untuk bersekolah di lembaga-lembaga pendidikan milik Muhammadiyah di Jatim.

"Jumlah pelajar dan mahasiswa Palestina yang diberi pendidikan gratis pada tahun mendatang bisa bertambah lagi," ujar Ketua PWM Jatim, Prof Dr Syafiq Mughni di Surabaya, Kamis, dengan didampingi Ketua Majelis Dikdasmen, Dr. Ir. Imam Robandi dan Wakil Sekretaris PWM Jatim, Ir Tamhid Mashudi.

Syafiq mengatakan dalam rangka memberikan sekolah gratis tersebut warga dan pimpinan Muhammadiyah Jatim siap menampung para pelajar dan mahasiswa Palestina, maupun ditempatkan di panti asuhan dan pesantren yang dikelola Muhammadiyah.

"Para anggota Muhammadiyah yang dermawan termasuk Bupati Lamongan, H. Masfuk, menyatakan siap menjadi orang tua asuh bagi pelajar dan mahasiswa Palestina tersebut. Tahun depan jumlahnya bisa bertambah lagi," katanya.

Syafiq mengatakan pihaknya sudah menghubungi Duta Besar Palestina di Indonesia dan selanjutnya akan diatur oleh bidang hubungan luar negeri Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta.

Menurut Syafiq, pihaknya juga telah melakukan penggalangan dana melalui pimpinan cabang, pimpinan ranting, amal usaha, masjid dan mushola, serta berhasil mengumpulkan dana sebesar 500 juta rupiah yang akan dikumpulkan di pimpinan pusat. "Nantinya pimpinan pusat Muhammmadiyah akan mengirimkan bantuan tersebut ke rakyat Palestina," katanya.

Pada kesempatan tersebut Syafiq juga menyampaikan terima kasih kepada organisasi Islam dan non keagamaan yang telah melakukan sejumlah aksi menentang invasi Israel ke Palestina. ant/is

http://www.republika.co.id/berita/27580.html

Senin, 19 Januari 2009

Keberhasilan KH Ahmad Dahlan

Keberhasilan KH Ahmad Dahlan

Kahwa keberhasilan KH Ahmad Dahlan dalam membina kader-kader Muhammadiyah di masa awal berdirinya Muhammadiyah terjadi karena keuletan, jujur, suka menolong dan kerja keras Kiai yang dibantu oleh murid-murid dan sahabat-sahabat terbaik yang merupakan kader Muhammadiyah tangguh di jamannya

http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1379&Itemid=2

Jumat, 16 Januari 2009

Tafsir: Sifat-sifat orang bertakwa

Tafsir: Sifat-sifat orang bertakwa

“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkah¬kan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Al-Quran yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk Tuhannya dan merekalah orang-orang yang beruntung (Al-Baqarah 3-5).
Penafsiran kata-kata tertentu:
“Yu`minuun” Membenarkan (meyakini) secara pasti yang disertai dengan ketundukan dan ketaatan serta penyerahan jiwa.
“Al Ghoib” Yang tidak dapat diketahui dengan panca¬indera dan ilmu manusia. Yang dimak¬sud disini adalah yang ghaib yang diinformasi¬kan al-Quran dan Sunnah, seperti Zat Allah, Malaikat, dan hari Akhirat.
“Ash-Shalaah” Melaksanakan shalat berdasarkan ketentuan-ketentuannya sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah dan sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
“Ar-Rizqu”, menurut bahasa adalah pem¬berian, baik yang berbentuk materi atau bukan. Kemudian banyak dipakai untuk sesuatu yang bisa dimanfaatkan dan bersifat halal.
“Yunfiquun” Meliputi infak wajib maupun sunnah, baik untuk keluarga atau siapa saja yang mem¬butuhkan.
“Yuuqinuun” Beriman dengan keyakinan yang kokoh.
“Muflihuun” Beruntung di dunia dan di akhirat.
Setelah Allah SWT menyatakan pada ayat 2 surat Al-Baqarah, bahwa hanya orang bertakwalah objek hudan(petunjuk) Al-Qur`an, maka pada ayat 3-5, Allah menerangkan sifat-sifat orang bertakwa. Berikut ini adalah penjelasan sifat-sifat orang bertakwa pada firman Allah tersebut.
Iman kepada yang ghaib
Iman kepada yang ghaib adalah meyakini adanya hal-hal yang tidak bisa dijangkau oleh pancaindera manusia, tetapi telah diinforma¬sikan oleh al-Quran dan Sunnah. Inilah yang disebut dengan ghaib mutlaq yang menjadi objek iman, yang puncaknya adalah iman kepada Allah dengan segala sifatNya.
Iman kepada yang ghaib sangat dibutuh¬kan manusia untuk membebaskan diri mereka dari paham kebendaan –yang meyakini bahwa yang ada itu hanya yang dapat dilihat, didengar, atau dirasakan– sehingga bisa memahami dan meyakini adanya wujud yang tidak terjangkau oleh indera manusia, dan hanya diyakini lewat iman.
Orang yang beriman terhadap hal yang ghaib akan sangat mudah untuk meyakini adanya Allah, para Malaikat, Hari Akhirat, dan lain-lain.
Mendirikan (melaksanakan) Shalat
Shalat menurut bahasa adalah doa. Pengertian seperti ini antara lain terdapat dalam surat at-Taubah 103. Dengan pengertian ini, dapat dipahami bahwa dengan shalat seorang hamba memanjatkan doa kepada Allah dengan ucapan dan perbuatan.
Allah memakai ungkapan yuqimuun mengan¬¬¬dung arti bahwa yang dimaksud adalah melaksanakan shalat dengan meme¬nuhi segala ketentuannya, menyempur¬na¬kan thaharah, rukun-rukun, syarat-syarat, dan sunnah-sunnahnya serta dilengkapi dengan kekhusyukan. Selain itu, harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh.
Shalat seperti ini akan berperan penting dalam pembentukan dan penyucian jiwa, serta akan dapat mendekatkan hamba kepada Allah, sehingga shalat itu akan membawa pengaruh positif bagi pelakunya, seperti firman Allah:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar” (al-Ankabut 45).
Menginfakkan sebagian rezeki yang diberi oleh Allah
Ayat ini mengisyaratkan bahwa orang yang bertakwa dituntut untuk selalu berinfak. Untuk itu mereka akan selalu termotivasi untuk rajin berusaha dan bekerja sebaik mungkin agar memperoleh hasil yang banyak, melebihi kebu¬tuhan istri, anak, dan keluarga, sehingga bisa memikirkan dan sekaligus membantu orang-lain yang membutuhkan.
Sikap mau berinfak ini merupakan salah satu bukti dari kekuatan iman seorang hamba. Karena banyak sekali orang yang mampu dan biasa melakukan berbagai macam ibadah, seperti shalat dan puasa, tetapi bila dihadapkan kepada persoalan menginfakkan harta benda, mereka merasa berat dan menjauh. Yang bisa melakukan ini hanyalah hamba yang menyadari bahwa semua yang diperolehnya adalah rezeki dan nikmat Allah, kemudian fakir, miskin, dan lainnya itu adalah hamba Allah seperti mereka, yang perlu disayangi dan dicintai. Dengan demikian tiada yang mereka harapkan dari amal ini kecuali keridhaan Allah SWT.
Beriman kepada al-Quran dan kitab-kitab sebelumnya
Iman kepada al-Quran berbeda dengan iman kepada kitab-kitab sebelumnya. Iman kepada kitab-kitab sebelum al-Quran cukup dengan sekedar meyakini bahwa ia pernah diturunkan. Sedangkan beriman kepada al-Quran menuntut untuk menjalani hidup ini sesuai dengan aturan yang ditetapkannya, karena al-Quran itu adalah petunjuk dan panduan kehidupan yang merupakan sumber utama syariat Islam.
Orang yang benar-benar beriman kepada al-Quran, akan berusaha menghiasi hidup, amal dan akhlaknya dengan al-Quran. Mereka akan menjadikan al-Quran sebagai alat ukur dan cermin perbandingan, sehingga nyata bagi mereka apakah mereka telah berjalan sesuai dengan petunjuk al-Quran atau belum. Dengan ini mereka akan selalu berusaha memperbaiki diri.
Beriman dengan adanya kehidupan akhirat
Kehidupan akhirat adalah hari pembalasan terhadap semua amalan, mencakup yang dijelaskan oleh nash seperti perhitungan amal, shirath, surga, dan neraka.
Yakin adalah membenarkan secara mantap tanpa ada keraguan sedikit pun. Keyakinan terhadap akhirat ini bisa ada karena keyakinan ke¬pada al-Quran yang menyatakan bahwa kehidupan akhirat adalah sesuatu yang pasti.
Pengakhiran letak kata yuqinuun (subjek dan predikat) dari kata wabil akhirati (objek), menunjukkan betapa kuatnya keyakinan dan perhatian mereka terhadap kehidupan akhirat, sehingga mampu mewarnai seluruh aktifitas hidupnya, karena menyadari betul bahwa semuanya nanti akan diperhitungkan dan akan dibalasi. Dengan demikian, tingkat keyakinan seseorang terhadap Allah dan hari akhirat akan bisa diketahui melalui tingkah lakunya.
Di penghujung ayat Allah menegaskan bahwa mereka yang memiliki 5 sifat taqwa inilah yang akan mendapat petunjuk dan bimbingan Tuhannya dan mereka itulah orang yang beruntung.
Kata ulaa-ika diulang dua kali untuk menegaskan bahwa mereka akan memper¬oleh dua keuntungan, yaitu petunjuk dan keberuntungan.
Semoga kita termasuk orang yang selalu berjalan atas petunjuk dan bimbingan Allah, sehingga menjadi orang yang beruntung. Amiin

Strategi Dakwah Muhammadiyah

Strategi Dakwah Muhammadiyah

(Masa Lalu, Kini dan Masa Depan dalam Prespektif Kebudayaan)
Oleh : Ahmad Syafi’i Ma’arif

Pendahuluan
Muhammadiyah lahir di tengah tengah kebudayaan sinkretik Jawa yang kental pada permulaan decade kedua abad ini. Mungkin karena wataknya yang non-politis, baik Belanda maupun kesultanan Yogyakarta, tampaknya tidak terlalu curiga terhadap gerakan Islam puritan ini. Dengan kata lain, Muhammadiyah bukanlah gerakan “Islam Fanatik” yang telah diracuni oleh Pan-Islam yang ditakuti itu. Musuh Belanda seperti yang dirumuskan oleh C. Snouk Hurgronje bukanlah Islam sebagai Agama, tetapi Islam sebagai doktrin politik . Dengan sedikit pendahuluan ini seterusnya akan kita tengok strategi dakwah Muhammadiyah dalam prespektif sejarah dan cultural.

Muhammadiyah : Antara cetakan Jawa dan cetakan sabrang

Di mata Belanda kelahiran Muhammadiyah pada tahun 1912 tidaklah akan menggoyahkan rust en orde, suatu ungkapan yang strategis demi menjaga kelangsungan kekuasaan colonial di Hindia Belanda. Menurut penelitian Dr. Alfian, dalam arsip arsip kolonial, seperti dalam Inlandsche Zaken, tidak ditemukan catatan yang serius tentang K.H.A. Dahlan, baik tentang pribadinya maupun tentang doktrin agama yang diajarkan. Keadaannya akan berlainan sama sekali dengan Tjokroaminoto, Salim, dan tokoh tokoh SI lainnya . Tapi murid Kyai Dahlan, H. Fahrudin adalah tokoh Muhammadiyah yang diawasi Belanda. Mereka ini semua adalah insan–insan politik yang militan.

Fokus perhatian Dahlan tampaknya memang lebih tertuju kepada usaha pencerahan dan pencerdasan ummat, suatu strategi sosio-budaya yang berdampak sangat jauh dalam arti yang sangat positif. Karena tukik perhatian dipusatkan pada transformasi mental, sosial dan budaya, perlawanan justru datang dari kalangan ulama dan ummat Islam sendiri. Dahlan menghadapi ini semua dengan sikap tegar dan tidak pernah goyah. Djarnawi Hadikusumo menulis tentang pola perjuangan Dahlan yang non-politis : “Menilik segala tindakan dan amal yang telah dikerjakan oleh K.H.A. Dahlan dengan Muhammadiyahnya ternyata bahwa pendiri Muhammadiyah itu telah memilih jalan yang ditempuh oleh Muhammad ‘Abduh.” Sedangkan pola SI bisa dikaitkan dengan Pan Islam. Daerah pengaruh Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Dahlan (1912-1923) baru terbatas di karisidenan Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan , dan Pekajangan. Cabang cabang Muhammadiyah berdiri di kota kota tersebut (selain Yogyakarta) pada tahun 1922, yaitu di akhir periode kepemimpinan Dahlan. Menjelang tahun 1938 barulah Muhammadiyah tersebar di seluruh Nusantara Dengan demikian sekitar 14 tahun sepeninggal Dahlan, Muhammadiyah sudah mengIndonesia.

Dilihat dari sudut pandang budaya, karakteristik da’wah Muhammadiyah sampai batas batas tertentu juga diwarnai oleh warna cetakan local, khususnya cetakan sabrang. Kita ambil contoh kasus Aceh dan Minangkabau. Di Aceh misalnya Muhammadiyah gagal memasuki lingkaran budaya para teungku, sebuah lingkaran yang dipandang punya kesadaran politik yang cukup tinggi,. Kegagalan ini, menurut Alfian, sebagian disebabkan oleh kenyataan karena Muhammadiyah telah lebih dahulu dimasuki oleh elit tradisional para teuku, saingan berat para teungku.Lantaran keduluan para teuku, golongan teungku punya alasan kuat untuk tidak memasuki Muhammadiyah, kalau bukan telah larut menghalangi gerak lajunya di daerah Aceh. Alasan lain ialah seperti kita ketahui para elit tradisional punya hubungan yang dekat dengan pihak Belanda. Jadi bila gerak Muhammadiyh dirasakan kurang militant di Aceh, salah satu faktor pentingnya adalah karena budaya para teuku ini lebih dominant mempengaruhi Muhammadiyah. Barangkali setelah kemerdekaan mungkin telah mengalami perubahan demi perubahan. Tetapi yang jelas, Muhammadiyah belum berhasil menciptakan benteng cultural yang kokoh di Aceh, bahkan sampai hari ini. Apakah nanti setelah muktamar tahun 1995, lingkaran teungku di Aceh akan lebih bersikap apresiatif terhadap Muhammadiyah, belum dapat kita katakan sekarang. Warga Muhammadiyah Aceh diharapkan agar memahami betul peta-bumi sosio-budaya masyarakat Aceh ini untuk keberhasilan da’wah Islam yang digerakkan Muhammadiyah.

Sub sub budaya lain di Indonesia yang tidak mudah ditembus Muhammadiyah selain Aceh, juga budaya Sunda, budaya Melayu Medan dan Jambi, budaya Betawi, dan sub –sub budaya suku bangsa lainnya di berbagai bagian nusantara. Fenomena yang hampir serupa kita jumpai di kalangan budaya Melayu Malaysia dan Brunei. Orang Brunei kabarnya malah menganggap Muhammadiyah bukan merupakan gerakan Islam yang patut dihormati, kalaulah bukan dinilai sebagai sudah berada diluar bingkai Islam. Fenomena semacam ini mengingatkan kita kepada situasi Islam di Indonesia pada waktu Muhammadiyah baru mulai mengorak bumi Mataram, sekitar 80 tahun yang lalu. Akan halnya di Malaysia, keadaannya lebih memberi harapan, sekalipun memerlukan waktu dan perjuangan yang panjang. Seperti kita kenal dari catatan sejarah, gerakan pembaruan Islam di Indonesia dan di semenanjung Tanah Melayu dan Singapura sama sama mulai menapak awal abad ini. Bedanya bila di Indonesia gerakan pembaruan itu relatif berjaya, sementara di Semenanjung mengalami kegagalan. Barangkali salah satu sebab kegagalan ini adalah karena di sana Islam sudah terlalu lama dipasung dalam bingkai feodalisme Melayu yang cukup kental plus mazhab al –Syafi’i yang secara formal menjadi mahzab persekutuan. Maka adalah logis bila kedatangan arus pembaruan Islam harus ditolak karena ia membawa pesan liberal dan egaliter, sesuatu yang dapat menjadi ancaman dalam jangka panjang bagi struktur feodalisme Melayu yang tampaknya kini sudah semakin lapuk. Gebrakan Mahatir-Anwar Ibrahim terhadap kedudukan raja –raja akan membawa perubahan kearah yang lebih positif bagi hari depan arus faham pembaruan Islam di negeri jiran itu. Anwar Ibrahim sudah lama punya hubungan spiritual yang lekat dengan gerakan pembaruan Islam di Indonesia.

Pertanyaan yang kemudian mungkin sedikit menggoda adalah : mengapa Keraton Yogya tidak terasa terancam oleh Muhammadiyah sementara aliran serupa cukup ditakuti oleh di Malaysia ? Dilihat dari sudut proses Islamisasi kualitatif, kraton Yogya baru permukaan formalnya saja yang sudah disentuh Islam. Raja raja Mataram tampaknya tidak mencurigai gerakan pembaruan Islam yang justru dipelopori oleh abdi dalem kesultanan. Setidak-tidaknya ada dua sebab mengapa kecurigaan itu tidak muncul. Pertama, pengetahuan kraton tentang Islam itu sangat terbatas. Para elitenya tidak pernah berfikir bahwa gerakan seperti Muhammadiyah akan menjadi ancaman bagi feodalisme Jawa. Kedua, ini berkaitan erat dengan yang pertama, Muhammadiyah sendiri memang tidak pernah membidikkan pelornya ke kraton, pusat budaya Jawa yang baru terislamkan secara superfisial. Yang lebih unik lagi adalah bahwa ulama Muhammadiyah bahkan punya kedudukan tinggi di lingkungan kraton. Sebuah panorama yang cukup menarik dikaji. Salah satu indikasi superfisialitas keislaman di lingkungan kraton dapat dilihat misalnya pada fenomena masih kentalnya dipertahankan kepercayaan kepercayaan dan adat adat lama dengan muatan Hindu bercampur unsur Jawa Kuno yang sudah ada sebelum kedatangan pengaruh India itu.

Situasi Malaysia jauh berbeda. Sekalipun Islam disana masih dibungkus dalam feodalisme Melayu, kultur Melayu relatif bercorak Islam dibandingkan kultur Jawa Mataram. Bekar-bekas pengaruh Hindu yang kental hamper-hampir tidak dikenal lagi dalam kultur Melayu Malaysia. Oleh sebab itu bila orang Melayu Malaysia melihat bayak sekali patung Hindu dan Budha di Jawa, mereka heran setengah mati. Pertanyaan yang muncul biasanya berbunyi : mengapa patung-patung ini masih ”mencongok” di berbagai tempat di lingkungan masyarakat-masyarakat Muslim Jawa ? Mereka yang paham sejarah Islam di Jawa, pertanyaan yang serupa itu tidak akan muncul karena mereka tahu betul bahwa proses islamisasi kualitatif masih akan berlangsung, mungkin lebih hebat lagi, pada masa–masa yang akan datang. Tetapi sampai sekarang, hubungan Muhammadiyah dengan pihak kraton tampaknya cukup aman-aman saja. Bukankah strategi dakwah Muhammadiyah di Jawa, khususnya Yogyakarta, belum pernah diarahkan secara serius untuk mengislamkan kraton, pusat kejawen yang masih berwibawa ? Dakwah Muhammadiyah untuk memberantas syirik, bid’ah, khurofat dan yang sejenis lebih ditujukan kepada rakyat yang berada di luar kraton. Mungkin diharapkan pada suatu hari nanti, entah kapan, bilamana rakyat diluar kraton sudah terislamkan menurut versi Muhammadiyah , dengan sendirinya nanti demi eksistensi kraton, para bangsawan akan turut dalam arus itu. Sebuah teori yang agak mirip dengan teori ”penguasaan desa untuk menguasai kota”. Tapi mohon dicatat bahwa Muhammadiyah belum pernah menciptakan teori yang macam-macam itu. Untuk sebagian orang, cukuplah kiranya bila kita berjalan menurut gaya alam saja.

Kita bicarakan selanjutnya Muhammadiyah di Sumatera Barat. Mungkin tidak ada kawasan budaya di nusantara yang sangat reseptif dan responsif terhadap paham dan gerakan Muhammadiyah melebihi budaya Minang. Gejala ini sebenarnya tidaklah terlalu mengherankan, karena pada abad ke -19 gerakan Padri telah berhasil ”mengobrak-abrik” adat minang ”yang tak lekang deh paneh, tak lapuak dak hujan” itu. Sekalipun secara politik gerakan Padri pada akhirnya dilumpuhkan Belanda bersama kaum adat, secara sosio-kultural paham wahabi yang dibawa Padri itu sudah tertancap kuat dalam budaya Minang. Oleh sebab itu pada waktu Haji Rasul, sahabat Dahlan, membawa paham Muhammadiyah ke sana pada 1925, yaitu dengan terbentuknya cabang Muhammadiyah yang pertama di Sungai Batang Tanjung Sani, Maninjau. Dr. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dapat disebut sebagai Bapak Spiritual Muhammadiyah Minangkabau, tapi uniknya adalah bahwa beliau sendiri tidak pernah menjadi anggota gerakan ini. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menggenangi hampir seluruh Minangkabau, dan dari daerah inilah kemudian radius Muhammadiyah itu bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.

Berbeda dengan di Yogyakarta, di mana Muhammadiyah dirasakan ”jinak” secara politik, di Minangkabau karena tuntutan situasi, keadaan sedikit lain. Naluri politik jelas terlihat di kalangan tokoh tokoh Muhammadiyah Minangkabau. Sarjana Belanda C.C. Berg juga mencatat bahwa Muhammadiyah di Minangkabau tidak semata mata sebagai gerakan sosial, tapi juga terlibat dalam kegiatan politik dalam peta sosiologis Minangkabau, sebuah negari (semacam republik kecil) dipayungi oleh empat golongan yang dominan : ninik –mamak, alim –ulama, cerdik –pandai, dan manti-dubalang. Hamka mencatat bahwa manakala cabang Muhammadiyah berdiri di suatu negari, keempat unsur itu pasti terlibat di dalamnya. Pada masa awal terlihat bahwa ” .... di seluruh Minangkabau ketika Muhammadiyah mulai berdiri tidak seorang juapun pegawai negeri yang masuk” Dengan kata lain, pada periode formatif itu Muhammadiyah dipimpin oleh ”orang orang merdeka.” Keadaan sesudah kemerdekaan sudah sangat berubah. Budaya pegawai negeri lebih dirasakan pengaruhnya dalam gerak Muhammadiyah ketimbang budaya ”orang merdeka” dengan segala sisi yang positif dan negatif. Sebelum pergolakan daerah tahun 1950-an, Muhammadiyah di Minangkabau bukan saja didukung oleh pegawai negeri, bahkan perpolitikan propinsi Sumatera Barat telah berada di bawah pengaruh kuat dari Muhammadiyah. Masyumi dan Muhammadiyah sukar sekali dibedakan disana. Maka tidaklah mengherankan pada saat Masyumi kalah secara politik, Muhammadiyah Sumatera Barat menjadi babak belur selama hampir dua dekade. Proses pemulihannya belum sepenuhnya berjaya sampai sekarang. Inilah sebuah beaya yang harus dibayar oleh Muhammadiyah cetakan sabrang. Dakwah dengan kendaraan politik praktis dalam pengalaman Muhammadiyah lebih banyak merugikan, sekalipun hal itu bukan sesuatu yang mutlak harus demikian. Pada masa orde baru , terutama tahun 1980 –an, peran politik Muhammadiyah lebih banyak dilakukan oleh lobi-lobi perorangan seperti yang ditunjukkan oleh kegiatan Lukman Harun, Ismail Sunny dll, pada saat menghadapi proses pembicaraan RUU Pendidikan Nasional dan RUU Pengadilan Agama. Lobi-lobi semacam ini tidak jarang memberikan hasil positif menguntungkan.




Dakwah di masa depan : perlunya strategi budaya yang mantap
Baik Muhammadiyah cetakan Jawa maupun Muhammadiyah cetakan sabrang sama sama dihadapkan kepada tantangan dakwah yang dahsyat. Proses industrialisasi yang akan dimulai secara besar besaran mulai april 1993 ini akan memberikan pekerjaan rumah (PR) yang sangat berat kepada semua gerakan Islam, khususnya Muhammadiyah, yang menyatakan dirinya sebagai gerakan modern Islam. Kita belum mempunyai contoh kira-kira bagaimana nasib Islam di suatu negara Industri. Pada suatu kesempatan pernah saya katakan : apakah pada saat ini kita masih punya peluang untuk beriman ? Beriman dengan segala atribut dan implikasinya bukan beriman semata mata percaya kepada Tuhan. Iman dalam Islam adalah Iman yang dapat memberikan suatu keamanan ontologis kepada manusia, dan diatas dasar itu ditegakkan sebuah peradaban yang berwajah ramah.

Mari kita tengok sebentar keadaan Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan. Bila pengamatan Kuntowijoyo dapat disetujui, maka gambaran tentang Muhammadiyah adalah sebagai berikut :
Sesungguhnya dewasa ini Muhammadiyah sudah harus merumuskan kembali konsep gerakan sosialnya. Saya beranggapan bahwa selama ini Muhammadiyah belum mendasarkan program dan strategi kegiatan sosialnya atas dasar elaboratif. Akibatnya adalah bahwa Muhammadiyah tidak pernah siap merespon tantangan-tantangan perubahan sosial yang empiris yangterjadi di masyarakat atas dasar konsep, teori dan strategi yang jelas. Selama ini umpamanya Muhammadiyah masih belum dapat menerjemahkan siapa yang secara sosial-objektif dapat dikelompokkan sebagai kaum duafa, masakin, fuqoro dan mustadh’afin. Pertanyaan tentang siapakah yang dimaksud dengan kelompok-kelompok itu dalam konteks sosialnya yang objektif, belum pernah diaktualisasikan secara jelas

Proses industrialisasi bukan saja akan mengubah kawasan agraris menjadi kawasan industri, tapi pada waktu yang sama akan menciptakan sosok manusia “liar” kompetitif yang jarang punya kesempatan untuk tersenyum. Ini jika kita melihat fenomena sosial di beberapa negara Industri :barat dan Jepang. Kita belum dapat memperkirakan secara pasti tentang bagaimana situasinya sekarang sebuah negeri Muslim menjadi negeri Industri. Jika keadaaanya tidak berbeda negeri negeri industri diatas, maka sejak dini kita katakan bahwa Islam pada waktu itu sudah tergusur mejadi kekuatan marginal yang tidak bermakna. Muhammadiyah sampai hari ini belum siap secara mantap dengan strategi budaya untuk menghadapi serba kemungkinan itu. Kendalanya adalah sumberdaya manusia yang ada sedikit sekali punya peluang untuk merenung dan merumuskan strategi itu. Komitmen Islam mereka tidak diragukan lagi. Yang sulit adalah mencari peluang yang cukup untuk berfikir serius dan mendalam mengenai maslah Islam dan ummatnya. Sebagian besar kita berada dalam pasungan kesibukan yang non-kontemplatif itu .Saya pribadi tidak tahu bagaimana caranya keluar dari himpitan kesibukan yang amat melelahkan ini.

Apakah Muhammadiyah pernah keluar dari kultur kampung sepanjang sejarahnya ? menurut Kuntowijoyo, jawabannya adalah negatif. Dia menulis :
Secara Historis Muhammadiyah sesugguhnya terbentuk dari kultur kampung. Kalau dulu saya pernah mengatakan bahwa kelahiran Muhammadiyah mempunyai hubungan erat dengan lingkungan sosio ekonomi dan kultural masyarakat kota., pernyataan ini benar dalam hal perbedaanya dengan latar belakang NU yang berbasis pada kultur agraris-desa. Tapi pernyataan itu harus direvisi, karena ternyata pada awal abad ke -20, saat ketika Muhammadiyah didirkian di Yogyakarta, kehidupan kota sesungguhnya lebih dikuasai oleh kaum priyayi, komunitas Belanda, dan komunitas Cina. Di Malioboro ada tempat peribadatan Cina, juga tempat peribadatan Free Mansory dari ‘Societeit’ Belanda, tapi tidak ada Masjid. Masjid Besar yang ada di keraton, sementara itu cenderung berada di bawah pengawasan kultural kejawen. Kita melihat bahwa Islam ketika itu merupakan fenomena pinggiran, berada di kampung-kampung
Dengan demikian sebenarnya basis sosial Muhammadiyah dan NU tidak banyak berbeda yaitu sam-sama basis sosial wong cilik. Keadaan ini secara substansial menurut pengamatan saya belum banyak mengalami perubahan, bukan saja di Yogyakarta dan di Jombang, tempat kelahiran kedua gerakan Islam yang dipandang mewakili arus besar Islam di Indonesia, tapi juga di seluruh nusantara. Kita masih belum beranjak jauh dari kawasan wong cilik. Bagaimana keadaannya 25 tahun mendatang, saya tidak tahu.

Penutup
Kalau strategi dakwah Muhammadiyah bertujuan hendak menggarami kehidupan budaya bangsa dengan nilai nilai Islam yang handal dan berkualitas tinggi, maka saatnya sudah teramat tinggi bagi kita sekarang untuk melakukan kaji ulang terhadap keberadaan, kiprah dan cara pandang dubi dari gerakan yang didirikan oleh KHA Dahlan ini. Posisi sebagai wong cilik tidak pernah efektif menentukan nasib masa depan suatu bangsa. Bagaimana mengubah posisi demikian itu agar menjadi posisi yang berwibawa dalam sejarah merupakan kerja dakwah dalam makna yang benar dan komprehensif.

Yogyakarta, 13 Maret 1993

Selasa, 13 Januari 2009

AMANAT MUKTAMAR MUHAMMADIYAH

AMANAT MUKTAMAR MUHAMMADIYAH
BIDANG WAKAF, ZIS DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI

Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang 2005 dalam tanfidz keputusannya Program Nasional Bidang Wakaf, ZIS (Zakat, Infaq dan Shadaqoh) dan Pemberdayaan Ekonomi antara lain adalah :
1.Rencana Strategis. Terciptanya kehidupan social ekonomi umat yang berkualitas sebagai benteng atas problem kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan pada masyarakat bawah melalui berbagai program yang dikembangkan Muhammadiyah
2.Peningkatan pengelolaan ZIS dan akuntabilitasnya sehingga menjadi penyangga kekuatan gerakan pemberdayaan umat
3.Mengupayakan terlaksananya ekonomi syariah yang lebih kuat dan terorganisasi dengan tersistem
4.Peningkatan mutu pengelolaan wakaf dan pelaksanaan gerakan sertifikasi tanah-tanah wakaf dilingkungan persyarikatan
5.Pengembangan bentuk wakaf dalam bentuk tunai dan wakaf produktif
6.Inventarisasi dan arbitrase harta benda Persyarikatan yang diperoleh dari wakaf
7.Pengembangan BMT yang terkait dengan pemanfaatan fungsi pengelolaan ZIS
8.Mengintensifkan pelaksanaan, penertiban dan pengelolaan sertifikasi tanah-tanah wakaf Muhammadiyah
9.Meningkatkan pembinaan dan jaringan lembaga-lembaga ZIS sehingga memiliki fungsi yang efektif, produktif dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya
10.Membangun sinergi usaha dengan kelompok-kelompok lain untuk mengangkat UKM (usaha kesil menengah) di lingkungan Persyarikatan sebagai bagian dari upaya pemberdayaan ekonomi umat

Kiranya Majelis Wakaf dan ZIS dapat merumuskan model system operasional LAZIS Muhammadiyah agar bias eksis dan berfungsi secara optimal di semua level

Dinukil dari Suara Muhammadiyah
SM// 15-29 Jumadal Ula 1428 H, halaman 29

Deklarasi Muhammadiyah Menyejukkan Bumi Indonesia

Deklarasi Muhammadiyah Menyejukkan Bumi Indonesia

Bencana demi bencana telah melanda negeri ini, seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, wabah penyakit, ledakan jasad pengganggu tumbuhan serma semakin menurunnya ketersediaan dan kualitas sumber daya air. Kesemuanya itu merupakan bentuk-bentuk kerusakan sumber daya alam yang telah dimanfaatkan dengan mengabaikan gatra lingkungan hidup.
Muhammadiyah sadar bahwa mengelola lingkungan secara benar dan tepat merupakan amanah yang harus dijalankan manusia sebagai khalifah di bumi, maka Muhammadiyah berikhtiar sesuai kemampuannya ikut secara aktif menata lingkungan untuk menyejukkan bumi berdasarkan azas keseimbangan lingkungan.
Oleh karena itu, pada hari ini, kamis tanggal 13 Dzulqoidah 1426 H/15 Desember 2005 dengan mengucap BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM dimulailah “GERAKAN MUHAMMADIYAH MENYEJUKKAN BUMI INDONESIA”

15 Desember 2005,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Ketua Umum
Din Syamsuddin

Jumat, 09 Januari 2009

Catatan Akhir Tahun MPM: " Dari Tauhid Sosial Ke Tauhid Struktural "

Catatan Akhir Tahun MPM: " Dari Tauhid Sosial Ke Tauhid Struktural "

Des 27 2008
Masmulyadi
Sabtu, 27 Desember 2008

YOGYAKARTA – Sebuah spanduk terpampang pas di depan gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menterang itu. Dari spanduk tersebut tertulis tema refleksi akhir tahun Majelis Pemberdayaan Masyarakat “Menolak Politisasi, Merebut Keberdayaan”. Sebuah tema yang sangat civilized.

Pagi itu peserta mulai berdatangan. Ada yang dari arah barat dan timur kantor. Mereka ada yang masih muda, umur mahasiswa. Sebagian lainnya sudah berumur, mereka adalah aktivis Muhammadiyah. Media ini pun naik ke lantai tiga, tempat dimana refleksi akhir tahun akan dilaksanakan. Memasuki ruangan itu, sudah nampak Prof. Amin Rais, Dr. Zuly Qodir – kedua-duanya adalah narasumber kegiatan ini - Drs. Said Tuhuleley dan Bahtiar Dwi Kurniawan yang memandu jalannya proses seremonial pembukaan. Yang belum tampak adalah Revrison Baswir. Sementara kursi yang disediakan oleh panitia pelaksana sudah hampir penuh.

Bahtiar Dwi Kurniawan yang menjadi moderator seremonial pembukaan mempersilakan Drs. Said Tuhuleley menyampaikan pengantar diskusi. Mantan Kepala LP3 UMY ini menyampaikan kerisauannya soal eksistensi rakyat miskin dan lemah saat ini yang bukan saja terabaikan tetapi juga dijadikan sebagai alat kampanye politik oleh beberapa pihak. Sehingga nampak sejumlah kegiatan yang berdalih pemberdayaan, ternyata tidak otentik lagi, lebih banyak nuansa pamrihnya.

Disesi pertama diskusi, Prof Amin Rais yang memperoleh kesempatan untuk melakukan presentasi. Dalam pemaparan guru besar ilmu politik UGM ini menyampaikan tentang arah republik yang semakin jauh dari semangat demokrasi ekonomi yang menjadi mandat UUD 1945, terutama hasil amandemen. Bagi Amien Rais, bangsa Indonesia tidak memiliki kemandirian lagi, karena UU-nya pun banyak yang lahir dari korporasi-korporasi asing. Sehingga menurut mantan Ketua MPR ini, momentum pemilu 2009 harus dimamfaatkan dengan memilih pemimpin politik yang memiliki kekuatan moral.

Sementara itu, Zuly Qodir, menyampaikan catatan-catatannya mengenai masih top downya kegiatan-kegiatan pemberdayaan diberbagai tempat. Sehingga kebutuhan warga sebagai basis utama kegiatan pemberdayaan banyak diabaikan. Belum lagi dalam praktiknya, banyak kegiatan pemberdayaan yang manipulatif. Akibatnya masyarakat mengalami distrust terhadap beberapa inisiatif kegiatan pemberdayaan. Masih menurut Kepala Pusat Studi Islam UM Magelang ini, kegiatan pemberdayaan akhirnya banyak yang tidak mandiri sehingga menyebabkan kegiatan pemberdayaan masyarakat banyak yang bubar ditengah jalan.

Sedangkan Revrison Baswir memulai pembicaraannya dengan kritik terhadap kegiatan-kegiatan diskusi akhir tahun yang tidak banyak memiliki makna, karena dari tahun ketahun dilakukan, tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Karena itu menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM ini perlu ada konsensus mengenai bagaimana melakukan evaluasi perkembangan bangsa sehingga ada kesamaan perspektif dari berbagai pihak dalam menilai masalah bangsa terutama dalam masalah ekonomi.

Lebih jauh menurut calon doktor Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga, kalau bicara mengenai pemberdayaan, maka bukan seberapa besar anggaran yang harus digelontorkan oleh negara untuk pemberdayaan masyarakat, tetapi sejauh mana relasi antar struktur bergeser lebih dekat diantara elit dan basis massa, rakyat.
Karena itu, murid Prof Mubyarto ini mengusulkan kalau dulu kita di Muhammadiyah mengenal tauhid sosial. Yaitu inti terdalam bagi ajaran Islam. Esensi konsep dasar tauhid adalah Memahaesakan Tuhan yang bertumpu pada doktrin "La ilaha illallah", bahwa tiada Tuhan kecuali Allah. Bahwa tauhid dalam Islam disamping berdimensi aqidah, juga melahirkan pandangan tentang perlunya ditegakkan keadilan sosial.

Bagi Revrison Baswir, tauhid struktural perlu kembali digagas oleh ulama-ulama Muhammadiyah. Karena itu, dosen ekonomi UGM ini mengatakan bahwa tauhid struktural lebih jauh membidik bagaimana mendekatkan jurang pemisah antara golongan bawah dan kelas atas lewat pendekatan sistematis. “Ayat dan hadistnya bisa dicarilah oleh MPM” tandasnya.

Diakhir presentasinya, lelaki kelahiran Minang ini menyampaikan sarannya mengenai pentingnya strategi yang baik. Sebab kepemimpinan yang kuat tidak cukup untuk melawan kepentingan korporasi global. Sudah banyak contoh yang bisa dilihat. Soekarno misalnya, kurang berani apa dia, lalu Saddam Husein. Satu-satunya negara yang relatif memiliki strategi yang baik saat ini adalah China. Disaat negara-negara dunia ketiga tengah menghadapi terpaan badai krisis, China merupakan negara dengan cadangan devisa terbesar, mencapai 1,4 trillyun dollar. Jadi konyol sekali jika kita bangga dengan devisa 40 milliar dollar dan diklaim sebagai pencapaian tertinggi tandasnya dengan semangat.(Mul)

http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1356&Itemid=2

Jabatan

Jabatan

By Republika Newsroom
Senin, 21 Juli 2008 pukul 20:35:00

Janganlah kamu menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu, maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi, jika ditugaskan tanpa ambisimu, maka kamu akan ditolong mengatasinya.

Nabi Muhammad SAW

Sangat sulit dewasa ini bekerja tanpa pamrih dan tanpa ambisi. Apalagi jika ada suatu jabatan yang mungkin dapat diraih. Tidak ada suatu peluang yang begitu menarik seperti jabatan. Jabatan merupakan fenomena tata-cara kehidupan birokrasi modern, supaya struktur kerja lebih profesional, mencangkup sangkil dan mangkus efisien dan efektif. Jabatan adalah maqam, suatu tataran pencapaian martabat kejiwaan yang mengejawantah dalam tataran kedudukan di masyarakat.

Hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang dikutip di atas, memberi jarak antara jabatan dan ambisi. Jabatan harus tak ada hubungannya dengan ambisi. Walau dalam bentuk pikiran, ambisi akan jabatan tidak dibenarkan. Nah, pikiran yang bersih, inilah soalnya. Pernah diceritakan tentang Imam Al-Ghazali yang sedang jadi imam salat berjamaah, di antaranya bermakmum adiknya, Ahmad. Ketika dua rakaat sedang berlangsung, adiknya memisahkan diri untuk bersalat sendirian. Apa sebabnya? Sang adik melihat darah di tubuh kakaknya, sehingga kakaknya dianggapnya tidak bersih dalam berwudu. Sang kakak memberi keterangan bahwa ia memang teringat buku fikih yang sedang ditulisnya, di antaranya bab tentang haid dan nifas. Dari keterangan sang imam ini kita bisa memetik pelajaran betapa besar peran kebersihan jiwa pada seseorang. Lebih-lebih bila ia telah mencapai tataran seorang imam bagi umatnya.

''Peristiwa darah'' sang imam tidak hanya mencakup karomah yang telah dikaruniakan kepadanya, melainkan juga betapa bersih jiwanya dari ambisi, sehingga apa-apa yang dengan serius dipikirkannya, menjadi kasat mata dalam arti yang harfiah. Itulah makanya, seorang ''suci'' begitu berhati-hati dalam berpikir, berbicara, dan bertindak, sehingga tingkah-lakunya menunjukkan kebersihan jiwanya. Jika tidak demikian, akan goncang rumahtangganya, masyarakatnya, maupun hubungannya dengan Tuhan. Bisa-bisa menimbulkan kerusakan.

http://www.republika.co.id/berita/919.html

ETIKA BERBEDA PENDAPAT

ETIKA BERBEDA PENDAPAT

Di saat berbeda pendapat baik dalam suatu majelis atau bukan, sebagai seorang muslim kita berupaya untuk ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu dan juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.
Seorang muslim haruslah mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur’an dan Sunnah. Karena Alloh Subhaanahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Dan jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Kitab) dan Rasul”. (QS: An-Nisa: 59).
Seorang muslim berupaya berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat dengan kita dan tidak menuduh buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat. Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu dengan cara menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.
Seorang muslim berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang. Berlapang dada di dalam menerima kritikan yang ditujukan kepada anda atau catatan-catatang yang dialamatkan kepada anda.
Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah. Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantah-membantah dan kasar menghadapi lawan.

(Sumber Rujukan: Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari; Al-Qismu Al-Ilmi-Dar Al-Wathan)

Al-Muslim Akhul Muslim

Al-Muslim Akhul Muslim

Sabda Rasulullah saw :
“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, janganlah ia mendholimi saudaranya, dan jangan pula menyerahkannya pada musuh, dan selama ia memperhatikan kebutuhan saudaranya maka Allah swt memperhatikan kebutuhannya” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Limpahan Puji Kehadirat Allah, Maha Raja Alam Semesta, Maha Melimpahkan Anugerah kepada hamba hamba Nya dari zaman ke zaman, kebahagiaan dunia dan [...]
Filed under: Mari Raih Kesuksesan | 0 Comments

Sebaik-Baik Ucapan dan Petunjuk
Sabda Rasulullah saw :
“Sungguh sebaik baik ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw, dan seburuk buruk perkara adalah perkara yang baru” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Limpahan Puji Kehadirat Allah Swt yang menjadikan pujian kehadirat Nya sebagai gerbang pembuka Rahmat dan Pengampunan Nya. Alhamdulillahi Rabbil Alamin gerbang pembuka kebahagiaan bagi hamba hamba Nya, [...]
Filed under: Mari Raih Kesuksesan | 0 Comments

Ekstrimisme Meracuni Pelajar
Amrozi Cs telah dihukum mati. Namun jaringan orang-orang yang teracuni ajaran ekstrim masih berkeliaran. Mereka terus menebarkan ajaran ekstrim gaya khawarij dan salafy-wahhabi. Bahkan ketika saya masih di SLTA, saya melihat bahwa ajaran ekstrim ini diajarkan pula oleh para aktivis Partai Keadilan. Entah mereka menyadarinya atau tidak.
Film Propaganda
Salah satu tehnik pencucian otak yang dilakukan kelompok [...]
Filed under: Fikrah | 1 Comment

Ghibah yang Dibolehkan
Ghibah adalah salah satu perbuatan yang tercela dan memiliki dampak negatif yang cukup besar. Ghibah dapat mencerai-beraikan ikatan kasih sayang dan ukhuwah sesama manusia. Seseorang yang berbuat ghibah berarti dia telah menebarkan kedengkian dan kejahatan dalam masyarakat. Walaupun telah jelas besarnya bahaya ghibah, tetapi masih banyak saja orang yang melakukannya dan menganggap remeh bahaya ghibah [...]
Filed under: Ibadah dan Hukum | 0 Comments

Dosa-Dosa Besar
Sabda Rasulullah saw :
“Sebesar-besar dosa adalah menyekutukan Allah, membunuh manusia, durhaka pada ayah bunda, dan ucapan jahat atau kesaksian jahat.” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Limpahan Puji ke hadirat Allah Jalla wa ‘Ala. Maha Agung kerajaan-Nya, Maha Luhur Istana-Nya dan kemuliaan-Nya, Maha Megah istana-istana yang disiapkan untuk hamba hamba-Nya yang beriman. Istana-istana yang dibangun dan kekal [...]
Filed under: Ibadah dan Hukum | 0 Comments

JalanKu
QS. 6:151. Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya [...]
Filed under: Fikrah | 0 Comments

Istighfar dan Akhlaq Nabi
Sabda Rasulullah saw :
“Demi Allah, sungguh aku beristighfar dan bertobat kepada-Nya pada tiap harinya lebih dari tujuh puluh kali” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Limpahan Puji ke Hadirat Allah, Maha Raja Alam Semesta, Maha Agung dan Maha Luhur, Maha Abadi dan Maha Sempurna, Maha Memuliakan hamba-hamba-Nya dengan tuntunan para Nabi dan Rasul Nya. Allah, Nama yang paling [...]
Filed under: Mari Raih Kesuksesan, Mutiara Hikmah | 0 Comments

Undang-Undang Pornografi Disahkan
Undang-Undang Pornografi merupakan suatu produk hukum berbentuk undang-undang yang mengatur mengenai pornografi. Undang-undang ini disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada 30 Oktober 2008.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi; bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam [...]
Filed under: Ibadah dan Hukum | 4 Comments

Muhammad Abduh Sang Mujaddid?
Taqlid merupakan tindakan mengikuti pendapat dan metode yang digunakan oleh para salafush shalih dalam agama. Sedangkan tajdid merupakan kebalikan dari taqlid. Tajdid atau pembaharuan adalah istilah yang digunakan bagi mereka yang tidak mengikat diri kepada salah satu madzhab.
Orang yang melakukan tajdid itu umumnya lebih mendahulukan aqal dari pada wahyu. Mereka memberikan porsi peranan yang [...]
Filed under: Fikrah | 0 Comments

Menanti Sanad Sang Ustadz
Dalam Bible dikatakan bahwa Petrus dan Barnabas yang merupakan murid langsung dari Yesus telah mengajarkan unitas (Tauhid). Lalu datanglah Paulus yang mengaku sebagai murid Yesus. Padahal dia tidak pernah bertemu dengan Yesus secara langsung. Dia hanya mengaku-ngaku saja bahwa ia telah melihat Yesus dalam ‘penampakan’. Lalu Paulus mengajarkan trinitas. Sebagai orang yang cerdas dan [...]

http://hotarticle.org/

Kamis, 08 Januari 2009

Wacana dan Agenda Reformasi Muhammadiyah

Asep Purnama Bahtiar & Nurwanto

AGAKNYA keunggulan, kelebihan, dan kelemahan Muhammadiyah seperti yang telah banyak dikemukakan oleh berbagai kalangan, tetap mengharuskan organisasi ini agar berhati-hati tentang kemungkinan lepas kontrol dengan menganggap dirinya sebagai kekuatan penyelamat. Artinya, Muhammadiyah harus selalu memelihara kritisisme, egalitarianisme dan demokratisasi intern dan ekstern secara intensif.
Umat perlu selalu diajak berdialog dan bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai persoalan, baik keagamaan, politik, ekonomi dan sosial-budayanya. Komunikasi antar-ruang, baik masyarakat dan negara maupun Muhammadiyah dan negara, jangan dijadikan alasan untuk membangun kultur berbeda-ruang antara Muhammadiyah dan masyarakat, karena hal ini akan menciptakan disfungsi baru dan gejala hegemoni wacana keagamaan serta melahirkan tirani sosial pasca-kekuasaan negara.

Muhammadiyah dalam Wacana
Pustaka dan tulisan mengenai Muhammadiyah, baik dari lingkungan sendiri maupun luar Muhammadiyah, dalam negeri maupun luar negeri, sudah banyak diterbitkan dan dipublikasikan. Tulisan-tulisan tersebut bukan saja memberikan informasi sejarah sosial Muhammadiyah yang berharga, tetapi sekaligus juga menjadi wacana kritis dalam rangka merekonstruksi gerakan ini di masa-masa berikutnya. Hal ini belum lagi dengan kajian dan seminar yang kerap diadakan dalam berbagai kesempatan, terutama secara intern di lingkungan Muhammadiyah dan kalangan kaum mudanya.
Tradisi kritik-konstruktif terhadap Muhammadiyah hingga kini ternyata terus berlanjut. Skripsi, tesis, disertasi dan tulisan-tulisan lainnya —belum termasuk diskusi serta pembicaraan resmi dan tidak resmi— yang muncul semakin menampakkan format betapa pentingnya kehadiran kekuatan sosial yang independen, reformis, berpihak dan lepas dari kontrol ketat kekuasaan. Dalam Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi (1997) Saefullah telah mendeskripsikan bahwa Muhammadiyah pun tidak lepas dari debat dan bahkan kadang intrik politik. Hanya saja —meminjam istilah Buya Syafi’i Ma’arif— , konflik dan intrik di Muhammadiyah tidak sampai melahirkan konflik berdarah, sebagaimana sejarah kelam pertentangan politik ideologis masa khilafah dan pasca-Shiffin.
Menurut Saefullah, yang mencoba mencermati gaya politik Muhammadiyah era Masyumi, Muhammadiyah mencerminkan tiga cara pandang politik pemimpin dan warganya, yakni ada yang bercorak revivalisme, modernisme dan sekularisme. Tesis ini penting dilihat, karena pada kenyataannya Muhammadiyah di belakang hari menyatakan dirinya sebagai organisasi non-politis dan tidak berafiliasi kepada partai politik tertentu mana pun. Sikap ini adalah hasil muktamar ke-38 Muhammadiyah di Ujungpandang (1971) dan sampai sekarang pasca-Muktamar ke-44 di Jakarta (2000) masih tetap dipegang.
Sikap politik itulah yang sering didengungkan sebagai Khittah Muhammadiyah, dan karenanya organisasi ini bersepakat sebagai organisasi sosial keagamaan non-politis, namun memberikan hak yang luas kepada warganya untuk masuk dan aktif di partai politik mana pun. Sebagai contoh kasus mutakhir adalah tidak adanya hubungan organisatoris antara Muhammadiyah dengan Partai Amanat Nasional (PAN), kendati pucuk pimpinan partai reformis ini adalah Amien Rais, mantan ketua PP Muhammadiyah. Apakah Khittah ini dapat dijalani selamanya, sementara dinamika dan fluktuasi politik di negeri ini menunjukkan arah yang zig-zag dan penuh teka-teki? Mungkin, sejarah jua yang akan membuktikannya.
Buku Alwi Shihab Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia (1998) memberikan informasi tentang Muhammadiyah sebagai kontrol sekaligus pembendung penetrasi misi Kristenisasi di Indonesia melalui program amal usahanya. Muhammadiyah merupakan kekuatan sosial-keagamaan yang progresif, tetapi dapat saja menjadi reaksioner di belakang hari. Pertanyaannya, apakah benar formula membangun benteng anti-zending dan misi ini dalam rangka menolak pluralitas? Jika benar, bisa saja muncul anggapan sebagai benih a-demokrasi kekuatan Muhammadiyah. Tetapi kalau tidak, maka proses yang kadang melahirkan ketegangan ini merupakan proses awal dialog menuju hubungan kemanusiaan yang lebih harmonis dan toleran agar tidak memaksakan ajaran agama kepada umat lain.
Boleh jadi apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah merupakan rintisan perubahan gerakan dari politik keagamaan konfrontatif dengan paradigma penaklukan (paradigm of conquest) menuju pada paradigma kebersamaan dan penghargaan terhadap pluralitas. Pertentangan atau ketegangan apapun yang terjadi dalam realitas kemajemukan, sewajarnya tidak disulut sebagai pensahihan apalagi fatwa untuk dilakukannya permusuhan dengan mengatasnamakan agama atau Tuhan. Pertentangan yang berkekuatan agama seperti sekarang ini misalnya, perlu dicarikan strategi non-politis, tetapi berwajah kultural dan perdamaian ajaran agama. Muhammadiyah perlu melontarkan argumentasi tentang legitimasi substansi ajaran melalui dialog kritis.
Kemudian buku Abdul Munir Mulkhan Islam Murni (2000) merupakan gelombang baru apa yang seharusnya perlu dilakukan Muhammadiyah dengan langgam reformasi, purifikasi atau pemurniannya itu. Munir Mulkhan menganalisis dari sampel yang ditelitinya —kendati bersifat kasuistik— kecenderungan-kecenderungan gerakan purifikasi keagamaan Muhammadiyah yang terkesan kadang asal-asalan dan membabi-buta.
Dalam temuan Munir, warga Muhammadiyah tetap merepresentasikan keragaman beribadah hingga kecenderungan-kecenderungan politiknya. Istilah adanya Muhammadiyah-NU (Munu), Muhammadiyah-Marhaenis/Nasionalis (Marmud atau Munas), Muhammadiyah-Asli dan Muhammadiyah Kiai Dahlan, adalah bentuk atau formasi warga Muhammadiyah yang riil di lapangan (daerah Wuluhan, Jember). Konstruksi sosial dan kebudayaan ini perlu diapresiasi dan dianalisis secara layak untuk kepentingan strategi dakwah dan kebudayaan Muhammadiyah, bukan dijadikan sekedar sebagai data dan pengklaiman yang mesti dimurnikan tanpa menelusuri akar dan strategi dakwah lanjut yang lebih visioner, berbudaya, dan demokratis.
Memang, pasca-Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Aceh (1995), Muhammadiyah mulai mempertimbangan kembali secara seksama segi-segi kebudayaan yang mesti mendapat tempat yang serius melalui program spiritualisasi syari’ah dan berimplikasi pada perombakan Majelis Tarjih menjadi Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam.
Dua sumber pemikiran yang dianggap kurang akrab atau terlupakan di Muhammadiyah, yakni filsafat dan tasawuf, kembali mulai mendapat tempat pembelajaran. Secara dialektis, hal ini memunculkan langgam paham keagamaan antara golongan tua dan muda atau fiqhiisme dan sufisme. Karena hal tersebut bukan sekedar sebagai wacana tetapi sekaligus pengamalan keagamaan, maka tidak ada jalan lain kecuali belajar berdialog dan saling menghargai dengan langgam reformasinya.
Agenda Reformasi
Berpijak pada wacana di atas tadi, maka kalkulasi gerakan sosial-keagamaan ke depan, tidak mungkin hanya berkubang pada respons agenda-agenda dan kebijakan politik-kekuasaan, tanpa membangun tradisi pemberdayaan dan pencerahan dari bawah yang mencerminkan etos keberpihakan pada masyarakat. Mata rantai gerakan sosial-keagamaan akan memilih bentuk-bentuk akomodasi (dalam tanda petik) terhadap pemerintah dengan terus melahirkan gerakan cerdas dan kritis atau melontarkan gagasan pemberdayaan mandiri non-pemerintah. Segi ini tentunya bukan pilihan yang dilematis atau menjadi simalakama, tetapi dapat saling menguatkan.
Sebagaimana tinjauan dualistik di atas sebenarnya dapat dijadikan sebagai strategi sintetik memasuki gelombang masyarakat industrial dewasa ini. Kebutuhan strategi sintetik langgam keagamaan Muhammadiyah yang syari’ahisme-spiritualistik (spiritualisasi syari’ah) ini dapat menjadi bantahan baru terhadap dugaan bahwa gerakan modernisme Islam itu tidak dapat mengakomodir segi-segi yang sifatnya tradisionalis-esoteris. Bagi kepentingan Muhammadiyah, maka hal ini merupakan lahan pembaharuan baru yang setelah sekian lama —meminjam istilah Munir Mulkhan— berada dalam kemati-surian.
Kawasan tersebut, di era transisi menuju penguatan civil society, tidak diperlukan lagi pilihan mutlak yang rigid: menolak atau menerima segala bentuk akomodasi. Tuduhan status-quo dan reformis dalam makna pembangunan kekuatan masyarakat tidak bisa didikte secara hitam-putih bagi kepentingan politik sempit. Tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah, sejauh mana beban sosial-budaya umat semakin terkurangi dan kinerja Muhammadiyah dapat memberdayakan masyarakat bagi usaha demokratisasi dan pencerahan di tengah krisis sosial-politik-ekonomi dewasa ini.
Pertanyaannya kemudian, adakah korelasi antara segi keberpihakan dan keterlibatan pembebasan sosial-budaya dengan jarak terhadap suatu kekuatan politik? Jika hal tersebut signifikan, maka Muhammadiyah semestinya memprioritaskan poin keterlibatan pemberdayaan sosial, politik, budaya, dan ekonomi masyarakat daripada mengikuti alur logika kepentingan politik yang sering menghadirkan pola-pola merugikan pemberdayaan publik. Tanpa mengurangi betapa pentingnya faktor kepentingan politik, Muhammadiyah mesti menghindari jebakan-jebakan dakwah keumatan yang cenderung politis, atau lebih-lebih menciptakan jebakan-jebakan baru buat dirinya. Sikap ini bukan a-politis, tetapi jangan menjadikan kecenderungan-kecenderungan politik itu segala-galanya.
Rumusan gerakan sosial-keagamaan Muhammadiyah semestinya, hemat kami, tetap berpijak pada langgam reformasi dan etos keberpihakan yang mampu merespons problem sosial budaya dan dinamika sejarah umat manusia. Gagasan ini sesungguhnya merupakan bentuk reafirmasi dan retradisi kritisisme KH Ahmad Dahlan dalam wacana keagamaan dan transformasi sosial-budaya-kemanusiaan. Terminologi Tauhid Sosial (Amien Rais), Faith in Action serta Integrasi Dimensi Normativitas Wahyu dan Historisitas Manusia (Amin Abdullah), Dialog Kritis antara Teks dan Konteks (hermeneutika), dan sebagainya adalah bagian dari agenda reformasi yang dimaksud untuk meneguhkan langgam tajdid, etos keilmuan, dan keberpihakan Muhammadiyah. Nashrun minallahi wafathun qarib.
________________________________________
Asep Purnama Bahtiar & Nur Wanto, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

LAZISMU siap salurkan Bantuan ke Palestina

LAZISMU siap salurkan Bantuan ke Palestina

Kamis, 08 Januari 2009, Weny

Jakarta- Sebagai bagian dari bentuk kepedulian terhadap para korban kemanusiaan perang Israel-Palestina, LAZIS Muhammadiyah membuka layanan kemanusiaan agar memudahkan penyaluran ini kepada rakyat palestina yang menjadi korban kemanusiaan. Bersama dengan tim MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center), LAZISMU menggalang bantuan kemanusiaan. LAZIS berupaya mengumpulkan infaq/shadaqah para dermawan yang peduli terhadap krisis kemanusiaan Perang di Gaza.
"Kami pun telah mengirim relawan medis untuk membantu para korban", ungkap M.Khoirul Muttaqin setelah mendapat kabar dari tim MDMC, Kamis (08/01/2009). Relawan telah diberangkatkan bersama rombongan dari DEPKES yang dilepaskan oleh Menkes Siti Fadhilah didampingi perwakilan dari Muhammadiyah, dr.H Sudibyo Markus yang juga salah seorang ketua PP Muhammadiyah pda tangga 1 Januari 2009.
Menurut Khoirul, kebutuhan seperti obat-obatan terlebih dulu diberangkatkan. Sedangkan peralatan, tenaga medis, makanan dan sebagainya akan menyusul untuk didistribusikan melalui relawan yang sudah berada di sana.
Lebih lanjut menurut Khirul LAZIS Muhammadiyah mengajak seluruh masyarakat Indonesia turut mendoakan dan membantu kesulitan saudara kita dengan menyalurkan sebagian rizkinya. Untuk penyaluran bantuan dapat melalui nomor rekening BNI syariah Cab. Jaksel 00.91539444, bank Syariah Mandiri 009.0066666, BCA Sentral Cikini 8780040051 dengan atas nama LAZIS Muhammadiyah dan Bank Mandiri cab. Cut Meutia 123-00-05213956 (rekening khusus) atas nama PP Muhammadiyah MDMC-Palestina. Layanan sms jemput donasi 0878 3863 533.(mac)
http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1366&Itemid=2

Tujuan Muhammadiyah, Arti dan Peranannya

Tujuan Muhammadiyah, Arti dan Peranannya

Muhammadiyah adalah organisasi atau persyarikatan yang merupakan sebuah Gerakan Islam, Dakwah Amar makruf Nahi munkar dan Tjdid. Sebagai sebuah organisasi yang pada hakekatnya merupakan Gerakan, Muhammadiyah memiliki tujuan, disamping usaha kerjasama dan sekelompok orang yang disebut anggota Persyarikatan, yang bekerja melaksanakan usaha tersebut untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Tujuan adalah nilai tertentu yang ingin dicapai dan diperoleh di masa yang akan datang. Ia merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang tidak terdapat sekarang, tetapi dimaksudkan untuk dicapai di waktu yang akan datang melalui berbagai kegiatan organisasi.
Bagi Persyarikatan Muhammadiyah, tujuan adalah merupakan satu faktor yang sangat penting dan sentral. Pada tujuan itulah dilandaskan semua tindakan manajerial, sejak dan tahap perencanan sampai tahap pengendalian dan evaluasi. mi berarti bahwa dalam penentuan strategi, kebijaksanaan dan langkah-langkah organisasi, tujuan adalah merupakan landasan utamanya. Demikian pula tujuan juga menjadi dasar bagi pemba dan penggolongan tindakan-tindakan organisasi dalam kesatuan-kesatuan tertentu, disamping juga menjadi dasar bagi penentuan dan perumusan kegiatan dan setiap kesatuan serta penempatan personil dalam kesatuan-kesatuan tersebut. Selanjutnya tujuan juga menjadi landasan utama dalam melakukan penggerakan, sejak dan pemberian motivasi, pemberian bimbingan, penjalinan hubungan dan kornunikasi sampai pada peningkatan dan pengembangan personil. Demikian pula dalam proses pengendalian dan evaluasi, terutanma dalam penentuan standrad dan tolok ukur, yang menjadi pedoman adalah tujuan itu. Pendek kata, tujuan adalah merupakan kompas pedoman yang tidak boleh diabaikan dalam proses penyelenggaraan usaha Muhammadiyah.
Mengingat sngat pentingnya kedudukan dan peranan tujuan sebagaimana telah dikemukakan, maka tujuan Muhammadiyah haruslah dipahami oleh seluruh warga, terutama para aktivist dan pimpinan Persyarikatan. Sebab bilamana sampai terjadi mereka tidak memahami dengan baik tujuan yang akan dicapai Muhammadiyah, tentulah dapat dipastikan akan timbulnya berbagai kesulitan dan kekaburan. Adanya kekaburan dalam memahami tujuan akan berakibat timbulnya kekaburan dalam menentukan kebijaksanaan dan ketidak pastian dalam menyelenggarakan usaha serta ketidak mantapan bagi para pelaku dan aktivist Muhammadiyah. Atas dasar inilah maka tujuan atau nilai yang hendak dicapai dan diperoleh melalui penyelenggaraan dakwah dan amar makruf nahi munkar itu haruslah dirumuskan dengan jelas. Rumusan yang jelas akan memudahkan siapa saja, terutama para pimpinan, aktivist, anggota dan warga Muhammadiyah pada umumnya dalam memahami tujuan yang ingin diwujudkan Muhammadiyah.
Kalau kita cermati Anggaran Dasar Muhammadiyah, khususnya pasal 6, tujuan Muhammadiyah itu dirumuskan dengan rumusan yang cukup jelas dan mudah dipahami, yaitu : “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
“Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”, yang merupakan tujuan Muhammadiyah, secara formal dan kelembagaan belum prnah didiskripsikan dan ditafsirkan. Hanya secara informal dan perorangan, pada sekitar tahun enam puluhan, DR.Ahmad Shalaby, staf pengajar pada PTAIN (UIN Yogyakarta sekarang), atas permintaan beberapa tokoh Muhamadiyah pernah menyusun konsep masyarakat Islam dan menerbitkannya sebagai buku dengan judul Masyarakat Islam.
Pada tahun 1972, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengsahkan penjelasan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhamadiyah yang disusun oleh H.M.Jindar Tamimy. Dalam penjelasan tersebut, antara lain digambarkan bahwa “Masyarakat Islam yang sebanar-benarnya” adalah Suatu masyarakat dimana keutamaan, kesejahteraan dan kebahagiaan luas merata. Masyarakat semacam itu adalah merupakan rahmat Allah bagi seluruh alam, yang akan menj amin sepenuh-penuhnya keadilan, persamaan, keamanan, keselamatan dan kebebasan bagi semua anggotanya. Masyarakat Islam yang sebenar benamya itu selain merupakan kebahagiaan di dunia bagi seluruh manusia, akan juga menjadi tangga bagi urnat Islam mernasuki pintui gerbang Surga “jannatun na’im” untuk mendapatkankeridhaan Allah yang abadi.
Penggambaran yang agak lebih rinci mengenai “Masyarakat Islam”, baru kita jumpai dalam sebuah dokumen yang berjudul “Pernyataan Muhammadiyah Jelang Satu Abad” yang dihasilkan oleh Muktamar ke-45 Muhammadiyah. Pada bagian mengenai pandangan Muhammadiyah tentang keagamaan, dikemjukakan ciri-ciri Masyarakat Islam yang sebenar benarnya. Ada 9 (sembilan) ciri Masyarakat Islam yang dirumuskan dalam dokumen tersebut, yaitu : 1. Merupakan wujud aktualisasi ajaran Islam dalam struktur kehidupan kolektif manusia yang memiliki corak masyarakat tengahan (ummatan wasatha) yang berkemajuan, baik dalam wujud sistem nilai sosial-budaya, sistem sosial maupun lingkungan fisik yang dibangunnya; 2. Memiliki keseimbangan antara kehidupan lahiriyah dan bathiniyah, rasionalitas dan spiritualitas, aqidah dan muamalah, individual dan sosial, duniawi dan ukhrowi; 3. Mengamalkan nilai-nilai kebajikan, seperti keadilan, kejujuran, kesejahteraan, kerjasama, kerjakeras, kedisiplinan dan keunggulan dalam segala lapangan kehidupan; 4. Bersedia bekerjasama dan berlomba-lomaba dalam serba kebaikan; 5. Memiliki kesamaan karakter dengan masyarakat madani, yaitu masyarakat kewargaan (civil society) yang memiliki keeyakinan yang dijiwai nilai-nilai Ilahiyah, demokratis, berkeadilan, otonom, berkemajuan dan brakhlaq mulia (al akhlaqul karimah); 6. Berperan sebagai syhada’ ‘alan nas di tengah berbagai pergumulan hidup masyarakat dunia; 7. Menjadi masyarakat yang serba unggul atau utama (khaira ummah) dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Keunggulan kualitas tersebut ditunjukkan oleh kemampuan penguasaan atas nilai-nilai dasar dan kemajuan dalam kebudayaan dan perasdaban umat manusia, yaitu nilai-nilai ruhani (spiritualitas), nilai-nilai pengetahuan (ilmu pengetahuan dan teknologi), nilai-nilai materi (ekonomi), nilai-nilai kekuasaan (politik), nilai-nilai keindahan (kesenian), nilai-nilai normatif berperilaku (hukum) dan nilai-nilai kemasyarakatan (budaya) yang lebih berkualitas; 8. Memiliki kepedulian tinggi terhadap kelangsungan ekologis (lingkungan hidup) dan kualitas martabat hidup manusia baik laki laki maupun perempuan dalam relasi-relasi yang menjunjung tinggi kemaslahatan, keadilan dan serba akebajikan hidup; 9. Menjauhkan din dan perilaku yang membawa kerusakan (alfasad flu ardh), kedzaliman dan hal hal lain yang bersifat menghancurkan kehidupan.
http://suara-muhammadiyah.or.id/content/view/37/9/

PROFIL ANGGOTA MUHAMMADIYAH

PROFIL ANGGOTA MUHAMMADIYAH

Syarat

Anggota Muhammadiyah adalah warga Negara Indonesia yang beragama Islam,
Telah berumur 17 tahun atau sudah menikah,
Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah,
Mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah,
Dan telah memiliki Nomor Baku Anggota Muhammadiyah (NBM)

Kewajiban

Setiap anggota Muhammadiyah berkewajiban untuk :
1. Taat menjalankan ajaran Islam,
2. Menjaga nama baik dan setia kepada Muhammadiyah serta perjuangannya
3. Berpegang teguh kepada Kepribadian serta Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah
4. Taat kepada peraturan Muhammadiyah, keputusan musyawarah dan kebijakan Pimpinan Pusat
5. Mendukung dan mengindahkan kepentingan Muhammadiyah serta melaksanakan usahanya
6. Membayar iuran anggota dan
7. Membayar infaq

Ciri-ciri

1. Taat menjalankan ajaran Islam, dengan ciri-ciri :
a. Bertaukhid murni, bebas dari gejala-gejala syirik, menjauhi serta menolak takhayul, bid’ah dan khurafat. Menjadikan Allah menjadi sumber Motivasi setiap perbuatannya. Setiap anggota Muhammadiyah senantiasa memperdalam masuknya iman sampai mendarah daging masuk tulang sumsum dan mendalam dihati sanubari
b. Berusaha sekuat tenaga untuk memiliki akhlak sebagaimana akhlaknya Rasulullah dan melaksanakan adab Islami sehingga menjadi suri tauladan bagi orang lain, antara lain :
1). Senantiasa ikhlas dalam beramal dan melaksanakan aktifitas sehari-hari
2). Memiliki akhlak mahmudah (utama) : jujur, dapat dipercaya, istiqamah, berani, perwira (iffah), sabar, dermawan, tawadlu, mujahadah, malu dan pemaaf
3). Menghindari akhlak yang tercela : bohong, khianat, plinplan, penakut, sombong, malas, riya, dll
4). Senantiasa berdzikir dan berdo’a seperti yang dituntunkan Rasulullah saw
5). Melaksanakan adab Islam terhadap orang tua, anak-anak, saudara, suami-istri, kerabat, tetangga, sesame Muslim lainnya, orang kafir, hewan, waktu duduk, makan-minum, bertamu, bepergian, berpakaian, tidur, dll
c. Melaksanakan ibadah mahdah dengan sebaik-baiknya, antara lain :
1). Melaksanakan shalat fardhu di awal waktu, berusaha senantiasa berjama’ah, mengerti arti dan maksud bacaan shalat, dengan tatacara yang diajarkan Rasulullah sebagaimana telah terkumpul dalam Himpunan Putusan Majelis Tarjih
2). Menghidupsuburkan amal nawafil seperti shalat tahajud, dhuha, rawatib, dll
3). Melaksanakan puasa wajib dan sunah dengan sebaik-baiknya
4). Berusaha sungguh-sungguh untuk dapat berzakat dan berinfaq fi sabilillah
5). Berusaha sungguh-sungguh untuk dapat berhajji dengan sebaik-baiknya
d. Bermuamalah Duniawiyah secara Islami, antara lain :
1). Menyadari dirinya sebagai hamba Allah dan khalifah du muka bumi, senantiasa berinteraksi dan memberikan pencerahan kepada masyarakat dilingkungannya dengan baik
2). Mengajak kawan dan kerabat untuk mengikuti tabligh atau pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah
3). Melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar kepada keluarga dan orang lain dilingkungannya
4). Gemar bersilaturrahim, suka menolong, bersikap baik dan bermurah hati kepada tetangga dan para sahabat, menjenguk yang sakit, melayat bila ada yang meninggal, membicarakan kebaikan orang lain, tidak membicarakan keburukan orang lain
5). Menjauhkan diri dari perbuatan dosa
2. Memiliki komitmen dan loyalitas kepada Muhammadiyah dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Menjaga Nama Baik Muhammadiyah antara lain dengan menjaga diri dari sikap dan prilaku yang tidak terpuji, tidak menceritakan kekurangan Muhammadiyah secara terbuka kepada khalayak tetapi hanya membahasnya secara intern untuk memperbaikinya
b. Setia kepada Muhammadiyah serta perjuangannya, tidak menduakan pandangan Muhammadiyah dengan perkumpulan lain, tidak mendukung apalagi mengikuti perkumpulan yang paham agamanya tidak sejalan dengan Muhammadiyah, tidak merangkap dengan perkumpulan atau organisasi lain yang memiliki amal amal usaha seperti Muhammadiyah
c. Beridiologi Muhammadiyah sebagaimana dirumuskan dalam Kepribadian Muhammadiyah dan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah
d. Mendukung dan mengindahkan kepentingan Muhammadiyah serta melaksanakan usahanya, termasuk ketika hanya menjadi anggota biasa
e. Senantiasa menjaga semangat berjuang dan beramal
f. Gemar menghadiri forum-forum kajian Islam (sekurang-kurangnya pengajian anggota dan pengajian umum)
g. Tidak mengejar jabatan, tetapi tidakmenolak bila diberikan jabatan/tugas, serta amanah dalam melaksanakan tugas-tugas persyarikatan
h. Membela kepentingan Muhammadiyah apabila ada pihak-pihak yang mengganggunya
3. Selalu bekerja dalam system dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Taat kepada peraturan Muhammadiyah, keputusan musyawarah dan kebijakan Pimpinan Muhammadiyah
b. Mensubordinasikan dirinya dalam system, mengedepankan musyawarah, tidak menarik diri bila pendapatnya tidak diterima, tidak mudah meraju
c. Menghormati dan mentaati Pimpinan
d. Selalu berada dalam jama’ah, tidak memisahkan diri dari komunitas Muhammadiyah
4. Menyiapkan dana untuk perjuangan Muhammadiyah, antara lain dengan :
a. Membayar iuran anggota
b. Membayar infak
c. Menghimpun donatur
5. Melakukan amalan intiqad (evaluasi dan perbaikan diri), antara lain dengan :
a. Melakukan evaluasi harian setiap menjelang tidur terhadap diri sendiri atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya pada hari itu
b. Setiap membaca Al-Qur’an dan Al-Hadits, senantiasa mencocokkan dengan diri sendiri. Mana-mana perintah yang belum dikerjakan, cepat-cepat diikhtiarkan bagaimana mengamalkannya dan mana-mana larangan agama yang masih dilakukan, haruslah segera dihentikan, ditinggalkan sejauh-jauhnya

Dinukil dari buku : Gerakan Pengajian Muhammadiyah
Oleh : dr. Agus Sukaca, M.Kes.
Diterbitkan oleh : PWM Kalimantan Timur
Cetakan : April 2007

Pemusyrikan di Media Massa

Pemusyrikan di Media Massa

Di antara beragam faktor yang menjadi penunjang tumbuh-suburnya perilaku mistik dan klenik di tengah bangsa Indonesia, tak pelak dipicu oleh sejumlah media massa, baik media cetak, lebih-lebih medium televisi. Medium yang terakhir ini (televisi), karena bersifat audio-visual, mempunyai daya cengkeram pengaruh yang amat dahsyat. Media cetak walau tidak seefektif media audio-visual, tapi ketika mereka tampil dalam format yang berbungkus ajaran Islam, ummat Islam pun menyerbu media jenis ini, yang belakangan sontak sanggup mencetak oplah ratusan ribu dan menjadi oplah terbesar majalah di Indonesia. Fenomena ini sungguh menjadi fakta tak terbantahkan tentang “kegilaan” bangsa Indonesia terhadap dunia klenik dan mistik yang jelas-jelas bernuansa syirik dan musyrik.
Kegetolan bangsa Indonesia terhadap dunia mistik, per¬du¬kunan, sihir ilmu hitam, santet, hingga perklenikan sungguh tak terkira hebatnya. Media massa, khususnya televisi menang¬kap dengan jeli minat kurang waras ini dan mengantisipasi dengan tepat. Sajian yang memenuhi selera mereka yang sungguh kelam ini pun segera dikemas oleh seluruh televisi di Indonesia melalui beragam “Acara Dunia Hitam”.
Simak saja acara-acara televisi bertema “alam lain” yang amat diminati semua lapisan usia di tengah masya¬rakat, mulai anak-anak sampai kakek-nenek. TPI misal¬nya, meng¬gelar acara: TV Misteri dan berbagai sinetron dan cerita laga yang berbau mistik dan Dunia Hitam. Bahkan untuk melatih anak-anak ke alam fantasi per¬klenikan ini TPI meng¬gelar sinetron anak-anak Tuyul dan Mbak Yul. (Acara yang sebelum¬nya milik stasion RCTI).
Puluhan acara mistik di tele¬visi ditunggu pemirsa dengan penuh minat misalnya: Percaya Nggak Percaya, Misteri, dan Oo Seram (ANTV) atau Dendam Nyi Pelet, Nyi Blorong (Indosiar). Ada lagi Misteri Kisah Nyata, Komedi Misteri (Lativi) Dunia Lain (Trans TV) Mega Misteri, Kismis (RCTI) dan serenceng acara acara mistik sejenis yang bisa dijum¬pai setiap hari di seluruh saluran TV yang ada. Jika da¬hulu acara serupa ini hanya ditayang¬kan pada malam Jumat yang diang¬gap sebagai hari seram, tapi kini acara mistik ini digelar setiap hari dan pada jam kapanpun termasuk siang hari, bahkan pagi hari, dengan me¬mutar film-film klenik pro¬duksi lama.
Pengamatan Majalah Tabligh secara acak di kala¬ngan masyarakat bawah juga golongan The Have, acara per¬klenikan ini diminati dengan antusias bahkan ditunggu-tunggu kehadirannya setiap hari. Rating acara misteri dan mistik ini tercatat sangat tinggi dan mengeruk iklan besar-besaran. Minat klenik dan dunia mistik di tengah masya¬rakat yang memang sudah “keranjingan” itu semakin tersulut hebat dengan keha¬diran acara-acara mistik di TV ini. Seolah-olah bagai Tiada Hari Tanpa Mistik, Hantu-Blau dalam kehidupan bangsa Indonesia. Jika seseorang menon¬ton dengan cermat acara misteri dari seluruh saluran TV yang ada akan muncul kesimpulan bangsa ini memang bangsa penganut klenik secara mayoritas.
Fenomena begitu domi¬nan¬nya minat mistik di tengah masyarakat ini tergambar nyata lagi tatkala beberapa bulan lalu masyarakat ibukota diheboh¬kan isu Rumah Hantu Pondok Indah. Rumah yang diyakini dihuni hantu-blau itu setiap hari diserbu “peziarah” hingga mema¬cetkan Jalan Raya Pondok Indah sampai ber¬minggu-minggu. Mereka tidak melihat apa-apa,tapi mereka terus berdatangan bahkan dari luar Jakarta karena men¬dengar dari media massa.
Lihat lagi bagaimana begitu antusiasnya masya¬rakat untuk menyaksikan Unjuk Kekuatan Golongan Paranormal di mall-mall bebe¬rapa tahun lalu seraya memamerkan “Jenglot”, sebuah boneka menyeram¬kan. Walau kelihatan (nyata) sebagai benda mati, dicerita¬kan bahwa “Jenglot” ini pada waktu tertentu diberi makan berupa darah. Semua orang berbon¬dong menonton “Jenglot” ini dan media massa menyebar¬luaskan acara musykil dan tipudaya murahan ini.
Dalam hal ini, media mas¬sa berperan sangat besar mendorong rasa ingin tahu masyarakat yang sudah punya minat klenik itu.
Jangan merasa aneh, setahun terakhir ini peminat musik di Indonesia mem¬favorit¬kan Alam, penyanyi dangdut yang terkenal dengan lagunya Mbah Dukun. Lagu ini meledak pemasarannya di tengah masyarakat, dan terus men¬duduki tangga lagu-lagu hingga berbulan-bulan, bahkan masih diputar orang di mana-mana lebih setahun sejak dipasarkan pertamakali. Ini pun menjadi indikator yang klop dengan fenomena bahwa bangsa ini sangat “keranjingan” alias getol terhadap dunia mistik.
Begitu juga, pada peristiwa heboh Harta Karun Batu Tulis Bogor yang hendak dibongkar Menteri Agama Prof. Dr. Said Agil Husein Al Munawar, bebe¬rapa bulan silam, ter¬kandung makna yang sama, yaitu Masya¬rakat Indonesia memang penga¬nut klenik. Jangankan rakyat jelatanya, sedangkan menteri agamanya yang se¬orang doktor, profesor, alumni Universitas Ummul Qura di Saudi Arabia dan Hafidz Qur’an saja ternyata begitu percaya pada perklenikan.
Menteri Islam percaya klenik dan mistik, itu tidak aneh, sedang¬kan presiden RI ber¬turut-turut selalu punya keper¬cayaan mistik. Dari Soeharto, hingga Megawati. Yang kurang percaya mungkin Habibie, namun yang paling gila-gilaan tak pelak presiden Gus Dur atau Abdurrahman Wahid.
Kepercayaan mistik Gus Dur terekspose habis-habisan tatkala dia naik tahta menjadi presiden. Seluruh kegiatan presiden tak bisa tidak, selalu dipantau oleh pers. Jadinya tatkala Gus Dur harus menyam¬bangi dukun-dukunnya di Jawa Timur atau di Cilacap atau Banten, semua diceritakan oleh pers secara rinci, termasuk tatkala ia melaksanakan acara Ruwatan di Pantai Selatan Yogyakarta.
Lagi-lagi,pers “berjasa” mempopulerkan acara-acara klenik dan bahkan perilaku klenik presiden. Rakyat jelata pun menjadi tidak malu-malu lagi berperilaku klenik dan pedukunan.
Media Klenik Berbaju Islam
Khabar perklenikan yang paling mutakhir di Indonesia dewasa ini, seperti diuraikan di atas, yakni semakin berperan¬nya media massa secara besar-besaran menyebar¬luaskan pemasyarakatan per-klenikan melalui berbagai tayangan dan pemberitaan. Masyarakat pun terpengaruh dan tertular secara luas. Sungguh merisaukan.
Namun ada kabar terbaru yang lebih merisaukan, yakni peranan media cetak ber¬bentuk majalah berformat kecil yang mengusung nama dan label Islam, tapi menampilkan cerita-cerita mistik berbau syirik sebagai sajian utama.
Meneliti berbagai majalah model ini yang kini telah terbit tiga nama besar, sangat terasa nuansa syirik dalam setiap sajiannya, atau setidak-tidaknya mengarah kepada kemu¬syri¬kan, walau mereka mem¬bung¬kus dengan sajian dakwah Islamiyah, aqidah dan sema¬cam¬¬nya, bahkan terang-terangan memproklamirkan sebagai media untuk mem¬berantas kemusyrikan. Media seperti ini sungguh digandrungi umat Islam, meskipun secara terang-terangan media ini sejatinya mengeksploitasi ke’keblinger’an masyarakat luas yang gandrung perkleni¬kan. Seolah-olah kini mereka diluruskan untuk mengikuti perklenikan yang diijinkan Islam.
Agen majalah Islam di berbagai kota di Indonesia, dalam kunjungan Tabligh pada Juni 2003 lalu, hampir semua men¬ce¬ri¬takan bagai¬mana melejit¬nya per¬mintaan ma¬ja¬lah Hidayah. Seorang agen majalah terbesar di kota Sala Jawa Tengah, mengaku terpe¬rangah melayani permin¬taan majalah Hidayah yang mencapai 2000 eks dan terus bertambah. Menurut sang agen ini ia berhasil berko-muni¬kasi dengan para agen di kota-kota besar di Jawa dan Sumatera, mereka semua mengalami lonjakan perminta¬an yang sama. Data yang diperoleh Tabligh, majalah ini sudah mencapai oplah 300. 000 eksp setiap kali terbit. Jumlah ini niscaya menyalip oplah majalah-majalah besar ternama seperti Gatra, Tempo dan sebagainya. Padahal usia majalah ini belum mencapai dua tahun.
Menyimak dengan sek¬sama sajian majalah Hidayah ini, seperti edisinya ke 23 Juni 2003, rubrik-rubrik yang di¬tam¬pil¬kannya sebagian besar sebenarnya hanyalah soal-soal dakwah biasa dan human interes, misalnya rubrik Tarikh Islam alias sejarah Islam yang menam¬pilkan riwayat Zubair bin Awwam, Pembela Setia Nabi Muham¬mad. Ada rubrik konsul¬tasi agama yang diasuh Hj. Luthfiah Sungkar,. ada rubrik syiar, aqidah, atau profil seseorang yang amat teladan seperti ditampilkannya Hj. Sarini Abdullah, Qariah sejati yang tidak pernah putus asa mencapai prestasi. Ada lagi profil Dunia Islam di berbagai negara seperti di Prancis yang diceritakan sangat bagus.
Rubrik Konsultasi Dzikir asuhan Muhammad Arifin Ilham dijadikan menu yang mengarahkan orang ke penda¬laman Islam Tasawuf yang cenderung ke alam ghaib itu. Rubrik Tahukah Anta tak ada masalah, malahan bagus, karena berupa infor¬masi ¬sing¬kat Islam. Misalnya: artikel ‘Larangan Mendi¬ri¬kan Masjid di atas Kuburan’ yang meng¬a¬rah¬kan jangan sampai kelom¬pok umat bertindak salah. Ada laporan pesantren-pesantren, juga rubrik kisah Tragis seorang pen¬curi dengan illustrasi terbakar api yang men¬jilat-jilat dirinya. Alhasil hanya satu buah saja kisah mistik yang diangkat majalah Hidayah ini, yang sekali¬gus dijadikan gambar cover: Kubur Meledak, Janazah Terpental Keluar Karena Terlantarkan Anak Yatim. Riwa¬yat ini berbau eksploitasi kemusyrikan yang sangat pekat.
Dikisahkan peristiwa ini terjadi tahun 1950 di sebelah barat tangerang, seorang yang kaya raya yang selama ini berperilaku dzalim, kikir, dan menganiaya anak-anak yatim, keponakannya bernama (sama¬ran) Salim wafat. Karena ia kaya (sebagaimana lazim¬nya tradisi di Betawi) keluarga ini mampu mem¬bayar orang-orang untuk setiap malam ber¬tahlil selama tujuh hari tujuh malam di atas kubur almarhum maupun di rumah¬nya. Alkisah pada hari ketujuh, janazah Salim meledak dan terlontar dari dalam tanah ke permukaan, mengeluarkan asap juga bau yang sanga busuk. Semua orang tunggang langgang melari¬kan diri. Sejumlah orang diwawan¬carai majalah Hidayah ini, dan mengaku sebagai saksi peristiwa ghaib itu.
Semua ini jelas-jelas omong-kosong dan hanya meng¬aduk-ngaduk minat keranjingan masyarakat akan klenik dan dunia mistik.
Setelah majalah seperti versi Hidayah ini, muncul lagi dua majalah senada yang juga berinisial H, yaitu Hikayah dan Himah. Tampaknya semua berbondong-bongdong meng¬eksploitasi kemusyrikan yang memang laris-manis dan diserbu golongan klenik yang makin membengkak di bumi Muslim Indonesia ini.
Sungguh memprihatinkan sekaligus ironis. Kendati ber¬bagai rubrik bahkan sebagian besar terdiri rubrik keislaman dan dakwah islamiyah biasa saja, namun tak bisa dipung¬kiri, sajian utama mereka justru soal-soal kemusyrikan. Ummat Islam tampaknya terpedaya dan merasa sah-sah saja meng¬ikuti sajian ketiga majalah berinisial H ini, karena dikesan¬kan bahwa versi seperti ini bukanlah keyakinan dan tindakan musyrik. Ini jelas anggapan yang salah besar.
Di dalam Al Qur’an jelas-jelas ditegaskan oleh Allah, soal-soal ghaib itu hanyalah menjadi wilayah dan otoritas Allah. Rasulullah saja menga¬ku tidak memiliki otoritas mene¬rang¬kan soal-soal ghaib, kecuali hal-hal (ghaib) yang sudah diwahyukan Allah dan kemudian menjadi teks Qur’an.
Ada baiknya kita kutip beberapa ayat Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini. Allah SWT berfirman dalam Surah Al An’aam 50:
“Katakanlah: “Aku tidak menyatakan kepadamu, bahwa pembedaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku menga¬takan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepada¬ku. Kata¬kan¬lah: ”Apa-kah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?”Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)?”.
Baca pula surat Al An’aam ayat 59:
“…Dan pada sisi-sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; Tak ada yang menge¬tahu kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui menge¬tahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan. Dia mengetahuinya (pula) dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.
Masih ada lagi Surat dan ayat lain yang mengisyaratkan ihwal ini dan memberi petun¬juk, betapa soal-soal ghaib tidak bisa diper¬ma¬inkan secara semena-mena, yang karena¬nya diancam dengan huku¬man berat oleh Allah SWT. Aru Syeif Assad

Pedoman Praktis Memilah Makanan Halal

Pedoman Praktis Memilah Makanan Halal

Jumat, 02 Juli 2004
Penulis :

Dalam pemprosesan makanan, kita tidak dapat lari dari menggunakan bahan-bahan tambah dalam makanan. Bahan tambah ini dibuat dari pelbagai sumber, baik hewan maupun tumbuhan. Jika dari tumbuhan, status halal jelas tidak perlu diragukan. Tapi bila bahan tambahan ini berasal dari unsur hewan, di sinilah sikap kehati-hatian ini diperlukan.
Jika hewan tersebut berasal dari golongan yang diharamkan, sekali lagi statusnya jelas. Untuk bahan tambah yang datangnya dari sumber hewan, perlu ditelusuri dari bagaimana proses penyembelihan itu dilakukan. Berikut ini ulasan singkat pedoman memilah makanan halal, seperti yang diuraikan dalam situs smu.edu.my yang dikelola oleh Sekolah Sains Makanan dan Pemakanan Malaysia.
Hewan
Dalam syariat Islam, bab ini sudah dijelaskan dengan gamblang. Hewan halal untuk dimakan hendaknya disembelih mengikuti ketentuan Islam (menyebut asma Allah, tidak menyiksanya, dsb).
Terdapat juga kumpulan-kumpulan hewan yang tidak dibenarkan untuk dimakan mengikut mazhab Imam Syafi'e seperti anjing, binatang yang bertaring dan bergading, binatang yang beracun, binatang yang hidup dalam dua alam, bangkai, binatang yang memakan najis semata-mata, dan babi.
Dua faktor utama yang perlu dipegang untuk mementukan status halal adalah wajib menyebut nama Allah saat penyembelihan. Alquran dengan tegas sudah mengatur hal itu.
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedangkan dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS al-Nahl: 115)
Tumbuh-tumbuhan
Umumnya semua tumbuhan adalah halal selagi ia tidak beracun atau tidak diniatkan untuk digunakan dalam membuat makanan yang haram seperti menanam anggur untuk membuat wine atau bir. Diperbolehkannya untuk memakan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan jelas seperti terdapat dalam Alquran surat al-An'am ayat 141:
Dan Dialah (Allah) yang menjadikan (untuk kamu) kebun-kebun yang menjalar tanamannya dan yang tidak menjalar, pohon-pohon tamar dan tanaman yang berlainan (bentuk, rupa dan rasa) buahnya, zaitun, delima yang bersama [warna dan daun dan tidak bersama (rasa)]. Makanlah buahnya ketika ia berbuah dan keluarlah haknya pada hari memetiknya (menuai).

Kuat, Bersih, dan Berani

Kuat, Bersih, dan Berani

Minggu, 01 Juni 2003
Oleh : Didin Hafidhuddin

Munculnya kandidat-kandidat presiden RI pada Pemilu 2004 yang akan datang dengan latar belakang yang berbeda-beda, pada sisi pembelajaran berpolitik dan berdemokrasi bagi rakyat Indonesia, diharapkan akan berdampak positif. Rakyat akan semakin dewasa dan semakin arif dalam memilih dan menentukan calon pemimpin bangsa dan negara di masa yang akan datang. Mereka diharapkan tidak sekadar menjatuhkan pilihan berdasarkan pertimbangan emosional, kesukuan, dan/atau keturunan semata-mata, akan tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang lebih objektif, rasional, dan berdasarkan track record dari kemampuan dan perjalanan kepemimpinan para calon presiden tersebut.

Harus kita sadari bersama bahwa pemimpin merupakan cerminan dari kondisi masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah Hadis, "Bagaimana kondisi dan keadaan kamu sekalian, maka kalian akan dipimpin oleh orang yang sesuai dengan kondisi kamu."

Jika mayoritas masyarakat senang dengan perilaku kepura-puraan dan dusta, maka akan muncul pemimpin yang mempunyai karakter nifak atau kemunafikan. Jika mayoritas masyarakat senang dengan perilaku korup dan ketidakjujuran, maka akan muncul pula pemimpin yang korup dan tidak jujur. Sebaliknya, jika mayoritas masyarakat berkeinginan adanya perubahan ke arah yang lebih baik, maka akan muncul pemimpin yang memiliki visi reformasi yang sesuai dengan harapan masyarakat tersebut.

Melihat kondisi masyarakat dan bangsa kita yang kini sedang menghadapi berbagai persoalan yang sangat kompleks, variatif, dan multidimensional, terutama degradasi moral dan akhlak yang semakin memprihatinkan, maka dibutuhkan para calon pemimpin bangsa yang memiliki karakter dan watak yang kuat, bersih dan berani, di samping persyaratan-persyaratan umum lainnya yang seyogianya melekat pada diri setiap calon pemimpin, apalagi pemimpin bangsa, seperti latar belakang pendidikan.

Pemimpin yang kuat dan sehat jasmaniah dan rohaniah diharapkan akan mampu bekerja secara optimal dalam memikirkan kesejahteraan masyarakat. Ia mampu bekerja melebihi kemampuan bekerja rakyat biasa, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemimpin yang tidak mengantisipasi berbagai persoalan dengan banyak mengeluh akan tetapi dengan bekerja dan bekerja. Pemimpin yang siap menderita di tengah-tengah penderitaan masyarakatnya dan siap berlapar-lapar di tengah-tengah kelaparan masyarakatnya. Bukan sebaliknya, pemimpin yang bermewah-mewahan di atas kesengsaraan masyarakatnya. Jika itu yang terjadi, maka kehancuran hanyalah tinggal menunggu waktu. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam sebuah Hadis shahih riwayat Imam Dailami, Rasululullah SAW bersabda, "Jika Allah bermaksud menghancurkan suatu kaum (tanda-tanda yang selalu hidup dalam kemewahan."

Bani Israil (sesudah zamannya Nabi Musa) pernah menghadapi persoalan yang sangat berat, terutama datangnya intervensi dan serangan yang bertubi-tubi dari Raja Jalud dan kaumnya. Maka Allah SWT memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk mengangkat Thalut sebagai pemimpin Bani Israil pada saat itu. Alasannya karena ia memiliki kekuatan dan keluasan ilmu pengetahuan dan wawasan (basthtan fil 'ilmi) serta kekuatan dan kesehatan jasmani yang prima (basthlan fil jismi). Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam QS 2:247.
Kebersihan hati, pikiran, serta perilaku dari berbagai macam perilaku buruk seperti KKN, merupakan persyaratan yang sangat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar. Pemimpin yang jernih hati dan pikirannya akan memiliki cara pandang yang selalu positif dan selalu mendengarkan berbagai keluhan masyarakatnya, sekaligus akan siap menerima segala macam saran, kritik, dan nasihat dengan terbuka dan berlapang dada. Ia akan mengarahkan lingkungan terdekatnya (keluarga dan para pembantunya) mampu membantu dan mendorongnya ketika melakukan kebaikan. Sebaliknya akan mengoreksinya jika melakukan berbagai macam kesalahan dan kekeliruan.
Dalam sebuah Hadis riwayat Imam Nasai, Rasulullah SAW bersabda, "Jika Allah bermaksud menjadikan seseorang sebagai pemimpin yang baik. Dia akan menjadikan lingkungan terdekatnya terdiri dari orang-orang yang jujur. Jika sang pemimpin melakukan kesalahan, maka akan diingatkannya. Dan jika melakukan kebaikan, maka akan dibantunya. Sebaliknya, jika Allah bermaksud menjadikan pemimpin yang buruk, maka lingkungan terdekatnya terdiri dari orang-orang yang buruk yang membiarkan pemimpinnya melakukan segala macam perbuatan sesuai dengan kehendaknya sendiri."
Pemimpin yang bersih dan jernih hatinya akan jauh dari sifat hasad dan dengki, serta perilaku buruk lainnya. Merekalah yang akan sanggup memberantas korupsi secara tuntas karena diri sendiri dan keluarganya tidak melakukannya. Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan mampu memberantas korupsi di negara kita yang sudah sangat menggurita ini, kalau dia dan keluarganya terlibat dalam perilaku korup tersebut.

Pemberantasan korupsi mesti berawal dari para pemimpin dan para pejabat pengelola negara di tingkat pusat dan daerah, eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, dan bukan berasal dari pegawai dan rakyat kecil. Kita butuh pemimpin yang siap menjadi suri teladan dalam segala hal, termasuk keteladanan dalam kebersihan perilaku. Pemimpin yang berhati bersih dan jernih ini pulalah yang akan mampu menjadi perekat bagi kesatuan dan persatuan bangsa yang kini semakin tercabik-cabik, seperti yang kita rasakan di beberapa kawasan dan daerah, seperti yang terjadi di Ambon, Maluku, dan sekarang di Aceh.

Kekuatan jasmani dan kejernihan pikiran serta perilaku akan mengantarkannya pada keberanian bertindak tegas dalam menegakkan aturan yang telah disepakati bersama. Terlebih lagi, aturan yang didasarkan pada ajaran agama. Rasa takutnya hanyalah kepada Allah SWT dan takut melanggar segala ketentuan-Nya, sebagai manifestasi dari keimanan dan ketauhidan yang kuat kepada-Nya. Jabatan dan kekuasaan diyakininya sebagai amanah yang berasal dari Allah SWT yang harus dipertanggungjawabkan kembali kepada-Nya. Allah yang Maha Kuasa, mengangkat dan memberikan kekuasaan pada seseorang dan Maha Kuasa pula untuk mencabutnya, sebagaimana dinyatakan dalam QS 3:26. "Katakanlah: 'Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas Segala Sesuatu.'

Memilih calon pemimpin yang memiliki karakter tersebut di atas bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan sederhana, akan tetapi sangat berat dan penuh risiko. Tetapi justru inilah yang harus dilakukan oleh rakyat dan bangsa kita kalau kita ingin keluar dari krisis yang multidimensional ini. Jika kita tidak memiliki keberanian, maka keterpurukan demi keterpurukan akan selalu menyertai kehidupan kita berasma. Semoga masyarakat dan bangsa kita dianugerahkan oleh Allah SWT kesungguhan dalam beramal dan kearifan dalam bertindak. Wallahu A'lam bi ash-Shawab.