Sabtu, 28 Februari 2009

Pengalaman Berjuang dan Beramal di Muhammadiyah 2)

Ketika masuk di kepengurusan cabang pereode 2000-2005 sebagai anggota majelis ekonomi, seingat saya mengikuti rapat dengan diundang resmi hanya satu kali di awal mengawali pergantian kepengurusan baru di rumah ketua baru. Setelah itu entah memang tidak diundang karena cuma anggota majelis, atau mungkin juga diserahkan pada ketua majelis apakah anggota mau diajak rapat atau tidak, atau memang hanya pimpinan cabang saja yang rapat dan melaksanakan kegiatan.

Tapi saya rasakan sangat fakum selama satu pereode, kemudian pada pereode berikutnya dengan diawali muscabm, saya masuk deretan pimpinan terpilih tetapi belum masuk ke pimpinan cabang yang tujuh orang (sebagai ketua majelis dikdasmen). Ada pernik-pernik dalam pemilihan pimpinan cabang pereode 2005-2010, pada musyawarah formatur ternyata diputuskan yang menjadi ketua bukan yang memperoleh suara terbanyak, selanjutnya ketika susunan pimpinan cabang diusulkan ke daerah, ternyata daerah memutuskan dengan sk pimpinan daerah bahwa yang menjadi Ketua Cabang adalah yang mendapat suara terbanyak.

Mengawali kepemimpinan baru ini saya terlibat terus dalam rapat-rapat PCM, dan saya memang berniat untuk aktif dan selalu hadir rapat tepat waktu. Walaupun yang lain rata-rata senang terlambat, sehingga rapat molor. Bahkan juga tidak setiap rapat seluruh pimpinan yang di SK PDM bisa hadir semua, tentu dengan alasan masing-masing dan pembenaran masing-masing.

Dari sinilah mulai nampak bahwa ternyata ada Pimpinan yang senang namanya masuk dalam daftar nama yang di SK, tetapi tidak berkiprah atau papan nama saja. Ada juga yang papan nama dan senang ikut rapat tapi tidak bergerak. Ada yang papan nama, senang rapat, tetapi selalu terlambar hadirnya sehingga rapat selalu mengulang ulang pembahasan. Ada yang papan nama, senang rapat, datang terlambat, dan sebagai pengkritik dan sealalu tidak setujui dengan setiap rencana kegiatan tetapi tidak ada solusi. Ada juga yang papan nama, jarang rapat, tetapi ketika datang merasa yang paling Muhammadiyah dan selalu membuat mentah lagi keputusan-keputusan rapat yang telah dibuat. Bahkan ada juga yang selalu datang terlambat, senang mengkritik dan menyalahkan, dan kalau ngomong selalu memilih belakangan yang seolah-olah omongannya menjadi yang terpenting dari rapat itu (dalam bahasa masyarakat : metao). Bahkan adan yang merasa peling Muhammadiyah padahal belum pernah mewujudkan program Muhammadiyah.

Sehingga kadang-kadang melihat kondisi yang demikian membuat bosan dengan rapat yang diselenggarakan, tetapi untung pemahaman berorganisasi saya lumayan sehingga hal diatas tidak menyebabkan lunturnya untuk terus beramal di Muhammadiyah. Yang jelas dimanapun berjuang dan beramal harus dilandasi Taukhid yang benar dan kuat,keikhlasan yang tinggi, kesabaran yang selalu dipupuk terus menerus. Harus bisa mengambil makna bahwa ini semua adalah ujian dari Allah Swt, atas keimanan dan ketaqwaan kita.

Kamis, 26 Februari 2009

Pengalaman Berjuang dan Beramal di Muhammadiyah 1)

Awalnya keinginan berjuang dan beramal ibadah di Muhammadiyah didasari pemikiran dan perasaan keikhlasan yang sangat tinggi, sebab di Muhammadiyah berisi orang-orang yang berpendidikan dan orang yang rata-rata berpikiran lebih maju dibandingkan yang lain. Tentu didalam memahami arti ibadah juga lebih baik dibandingkan dengan yang lain, terutama dari segi pemahaman Taukhid yang terkenal di Muhammadiyah dengan anti TBC (takhayul, bid'ah, dan churafat ).

Benarkah pemikiran dan perasaan itu bila dicocokkan dengan kondisi riil warga Muhammadiyah saat ini, tentu membutuhkan penelitian yang panjang dan kajian yang cukup mendalam untuk mendapatkan jawabannya. Dari pengalaman penulis sejak mengawali dengan menjadi simpatisan jama'ah shalat dan pengajian sampai menjadi anggota Muhammadiyah yang ber-NBM (nomor baku anggota Muhammadiyah)dan juga mengawali dengan menjadi aktifis ranting dan pengurus serta pimpinan ranting, aktifis cabang dan pengurus serta pimpinan cabang, dan sampai saat tulisan ini dibuat (Jum'at, 27 Februari 2009, jam 01.00 wib) sedang memegang amanah menjadi Kepala SMK Muhammadiyah Jember).

Ketika diranting sedang semarak pengajian dari rumah ke rumah, ternyata tidak bertahan langgeng, karena hanya berjalan pada satu pereode kepemimpinan (5 tahun) setelah itu mulai surut dan berangsur-angsur tidak ada, dan juga berkeinginan membangun Masjid dan jadi serta berdiri dua lantai, yang diatas untuk Masjid dan yang dibawah untuk kantor-kantor dan TPA (taman pendidikan al Qur'an) untuk anak-anak, dan juga mendirikan BMT (baitul maal wa tanwil) dengan mengumpulkan dana dari anggota dan simpatisan, dengan usaha memberi bantuan pedagang kecil (nglijo) dan menyantuni du'afa, serta berusaha memelihara sapi dan kambing.

Dari kegiatan amal usaha yang dilakukan diatas yang menjadi faktor penentu utama keberlangsungannya adalah terletak pada sumber daya manusianya, akibat sistem perkaderan yang kurang baik, maka beberapa usaha diatas berangsur-angsur menurun dan lama-lama menghilang ketika orang yang diberi amanah berubah atau berganti sesuai pereodenya. Bahkan juga yang tidak kalah penting adalah rasa keikhlasan warga Muhammadiyah yang menerima amanah, apabila dipegang oleh orang yang Ikhlas dan mau bergerak, maka amal usaha tersebut akan terus berjalan.

Jumat, 20 Februari 2009

PENJELASAN DIN SYAMSUDDIN TENTANG MAKAN MALAM DENGAN HILLARY CLINTON

PENJELASAN DIN SYAMSUDDIN TENTANG MAKAN MALAM DENGAN HILLARY CLINTON

Sehubungan pemberitaan media massa nasional dan internasional tentang sikap saya terhadap undangan makan malam bersama Menlu AS Hillary Clinton, maka dengan ini dijelaskan
Sehubungan dengan pemberitaan media massa nasional dan internasional tentang sikap saya terhadap undangan makan malam bersama Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, dengan ini dijelaskan hal hal sebagai berikut:
1. Saya menerima undangan jamuan makan malam bersama Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dari Dubes AS dan Direktur sebuah LSM Indonesia, sehari sebelum acara dilaksanakan. Dan Saya langsung menyampaikan permintaan maaf karena tidak dapat hadir yang disebabkan pada saat yang sama saya harus berangkat ke Australia memenuhi undangan yang telah saya rencanakan dan sanggupi 4 bulan yang lalu untuk berpidato di Interfaith Summit di Brisbane, Kamis 19 Februari 2009 pagi.
2. Mengetahui kedatangan Menlu Hillary Clinton, saya pernah memberikan saran kepada Kedutaan Besar AS untuk Indonesia dan Departemen Luar Negeri RI untuk mengagendakan pertemuan khusus dengan sejumlah tokoh Islam, seperti pada kunjungan Pres Bush, PM Tony Blair, PM Balkanende, Sekjen UE Solana. Saran saya tersebut juga didasari pada opini luas bahwa Presiden AS Obama ingin memperbaiki hubungan AS dengan Dunia Islam, seperti yang saya dengar langsung pada saat Prayer Breakfast bersama Pres Obama di Washington DC, pada tanggal 5 Februari 2009 yang lalu, dan dari US-Islamic World Forum yang saya hadiri di Doha minggu lalu.
3. Namun ternyata Kedubes AS tidak dapat mengagendakan pertemuan khusus Menlu Hillary Clinton dgn tokoh Islam, akan tetapi hanya makan malam di Gedung Arsip Nasional dengan banyak kalangan. Dari konperensi pers Menlu Hillary Clinton di Pejambon, saya mengetahui bahwa isu perbaikan hub AS dengan Dunia Islam belum menjadi prioritas. Hal ini terbukti dari tidak disinggungnya masalah tersebut, kecuali ketika ditanya oleh seorang wartawan, dan tidak diagendakannya dialog dengan tokoh-tokoh Islam.
4. Dikarenakan isu tentang Islam belum menjadi prioritas dari kunjungan Menlu AS kali ini, maka saya memilih untuk berangkat ke Brisbane menyampaikan pidato di hadapan para tokoh agama se Asia Pasifik.
5. Saya berharap di masa depan Pemerintah Presiden Obama, jika benar-benar ingin memperbaiki hubungan AS dengan Dunia Islam, maka perlu memberi prioritas dialog dengan tokoh Islam dalam kunjungan berikutnya ke Indonesia. Tentu saja para tokoh Islam akan menyambut dengan segala senang hati.
Demikian beberapa point penting yang dijelaskan Din Syamsuddin terkait dengan acara Makan Malam Menteri Luar Negeri AS beberapa waktu yang lalu`

Jumat, 20 Pebruari 2009
Timweb
http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1405&Itemid=2

Rabu, 18 Februari 2009

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

“Bismillahirrohmanirrohim”
( Dengan nama Allah, Maha Penyayang, Maha Pengasih) Tiada tuhan selain Allah sendiri, tiada bersekutu dan dengan-Nyalah adanya daya-kekuatan. Segala puji untuk Allah yang menciptakan semua ‘alam dan yang mengembalikan ruh kepada jasadnya di hari Kiamat. Rahmat dan Salam semoga terlimpah pada junjungan Nabi Muhammad s.a.w. penutup para Nabi dan seutama-utamanya Utusan, serta pada sekalian keluarganya.

Tersebut dalam hadist, dari shahabat ‘Umar r.a: “ Saat kami duduk pada suatu hari bersama-sama Rasulullah s.a.w. datanglah seorang laki-laki, putih bersih pakaiannya hitam bersih rambutnya, tak terkesan padanya tanda orang yang sedang bepergian dan tiada seorangpun diantara kami yang mengenalnya; kemudian ia bersimpuh dihadapan Nabi dengan merapatkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya pada paha Nabi. Lalu

ia berkata: ”Hai Muhammad, terangkanlah padaku tentang Islam!”. Nabi menjawab: ”Islam ialah engkau mempersaksikan: tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan pergi Haji bila kamu mampu melakukannya”. Kata orang itu: ”Benar engkau”. Maka kami terheran, kenapa ia bertanya lalu ia membenarkan. Orang itu bertanya lagi: terangkanlah padaku tentang Iman!” Nabi menjawab: “Iman ialah bahwa engkau percaya akan Allah, malaikatnya, kitabkitab-nya, Rasul-rasulnya, hari kemudian dan percaya akan takdir baik dan takdir buruk”. Orang itu berkata :” Benar engkau!”.(Hadist riwayat Muslim).

Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar. Wajib kita percaya akan Allah Tuhan kita (4). Dialah Tuhan yang sebenarnya, yang menciptakan segala sesuatu dan Dialah yang pasti adanya (5). Dialah yang pertama tanpa permulaan dan yang akhir tanpa penghabisan (6). Tiada sesuatu yang menyamai-Nya (7). Yang Esa tentang ketuhanan-Nya (8). Yang hidup dan pasti ada dan mengadakan segala yang ada (9). Yang mendengar dan yang melihat (10). Dan Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu (11). Perihal-Nya apabila ia menghendaki sesuatu Ia firmankan: “Jadilah”! maka jadilah sesuatu itu (12). Dan dia mengetahui segala sifat kesempurnaan. Yang suci dari sifat mustahil dan segala kekurangan (14). Dialah yang menjadikan sesuatu menurut kemauan dan kehendakNya. Segala sesuatu ada ditangan-Nya dan kepada-Nya akan kembali (15).

PERHATIAN

Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai oleh akal dalam hal kepercayaan (16). Sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang Dzat Allah dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya. Maka janganlah engkau membicarakan hal itu (17). Tak ada kesangsian tentang adanya. ”Adakah orang ragu tentang Allah yang menciptakan langit dan bumi”? (Surat Ibrahim:10).

Memang Al-Qur’an telah menutup pintu pemikiran dalam membicarakan hal yang tak mungkin tercapai oleh akal dengan firman-Nya yang berbunyi: ”Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya”. (QS.Syura: 11). Diapun telah menjelaskan bahwa kekuatan akal itu terbatas dan bahwa Dia meliputi semua manusia, dalam firman-Nya: “Dia tahu segala yang ada dimuka dan dibelakang mereka sedang pengetahuan mereka tak mungkin mendalami-Nya.” (Surat Thaha ayat 110). Bagi orang mukmin cukuplah bila mereka memikirkan segala makhluk- Nya, guna membuktikan ada-Nya, kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.(18)

IMAN KEPADA MALAIKAT

Kita wajib percaya, Allah itu mempunyai malaikat yang bersayap, ada yang dua, ada yang tiga dan ada yang empat (19). Dan mereka adalah hamba Allah yang dimuliakan yang tidak pernah menentang perintah-Nya dan mereka senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan (20). Mereka tidak makan dan tidak minum (21). Tidak menikah dan tidak tidur (22). Dan sepanjang masa tidak putus-putusnya mereka mensucikan Tuhan (23). Dan masing-masing dari mereka mempunyai kedudukan atau tugas tertentu (24). Ada yang memikul Arsy tuhan (25) ada yang menjadi utusan (26), seperti Jibril (27), dan Mikail (28) dan ada yang mengamati serta mencatat (amal manusia) (29). Kita tidak boleh menggambarkan tentang malaikat kecuali dengan apa yang diterangkan oleh syara'(30)

PERHATIAN

Oleh Allah kita dituntut untuk mengetahui hakekat Malaikat, kita hanya diperintahkan agar percaya akan adanya, adapun para Nabi, mereka pernah melihatnya dalam rupa manusia ataupun lain-lainnya (31). Tentang hal ini beritanya telah mutawattir (menyakinkan). Namun kita tidak boleh menggambarkan tentang Malaikat, kecuali dengan dasar keterangan dari Nabi s.a.w. yang sampai kepada kita dengan pemberitaan yang menyakinkan.” Dan tiada seorangpun yang mengetahui hakekat tentara (Malaikat) Tuhannmu selain Dia.” (Surat Mudatstsir:31)

IMAN KEPADA KITAB

Kita wajib percaya bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada Rasul-rasulNya untuk memperbaiki manusia tentang urusan dunia dan agama mereka (32). Di antara kitab-kitab itu, ialah Zabur kepada Nabi Dawud (33), Taurat kepada Nabi Musa (34), Injil kepada Nabi ‘Isa (35) dan qur’an pada Nabi Muhammad (36) yang menjadi penutup sekalian Nabi ‘alaihimus shalatu was salam (37). Dan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah dan kitab terakhir yang diturunkan, yang memuat apa yang tidak termuat pada lainnya, mengenai syaria’t, budi luhur dan kesempurnan hukum (38).

PERHATIAN

Kita wajib percaya akan hal yang di bawa oleh Nabi s.a.w. yakni Al- Qur’an dan berita dari Nabi s.a.w yang mutawattir dan memenuhi syaratsyaratnya. Dan yang wajib kita percayai hanyalah yang tegas-tegas saja, dengan tidak boleh menambah – nambah keterangan yang sudah tegas – tegas itu dengan keterangan berdasarkan pertimbangan (perkiraan), karena firman Allah: “Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (Surat Yunus:36). Adapun syarat yang benar tentang kepercayaan, dalam hal ini ialah jangan ada sesuatu yang mengurangi keangungan dan keluhuran Tuhan, dengan mempersamakan-Nya dengan makhluk. Sehingga andaikata terdapat kalimat-kalimat yang kesan pertama mengarah kepada arti yang demikian, meskipun berdasarkan berita yang mutawattir (menyakinkan), maka wajiblah orang mengabaikan makna yang tersurat dan menyerahkan tafsir arti yang sebenarnya kepad Allah dengan kepercayaan bahwa yang terkesan pertama pada pikiran bukanlah yang dimaksudkan, atau dengan takwil yang berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima.

IMAN KEPADA RASUL

Kita wajib percaya bahwa Allah Yang Maha Bijaksana telah mengutus para rasul untuk memberi petunjuk ummat manusia akan jalan yang lurus. Mereka adalah pembawa berita gembira dan peringatan, agar bagi manusia tiada alasan untuk membantah Allah setelah diutusnya para Rasul (39). Para rasul itu adalah manusia seperti kita: makan, minum dan pergi ke pasar (40). Yang telah dipilih oleh Allah, menjadi utusan-Nya dan mengistimewakan mereka dengan diberi wahyu. Mereka adalah orang-orang yang jujur (41), terpercaya (42) menyampaikan tugas mereka (43) dan cerdas, dapat memhami dan memahamkan (44). Mereka adalah manusia yang mengalami yang biasa dialami oleh orang lain selagi tidak mengurangi kehormatan mereka dalam martabat mereka yang luhur (45). Diantara para Rasul yang tersebut nama mereka dalam qur’an adalah: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Luth, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Dzulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa. Yunus, Zakariya, Yahya, Isa dan Muhammad ‘alaihimus-shalatu wassalam (46). Dan ada Rasul-rasul-Nya yang tidak diberitakan Allah kepada kita (47). Tiada ummat yang terdahulu melainkan pernah kedatangan Nabi (48). Dan Allah telah mengokohkan mereka dengan beberapa pembuktian dan segala macam mu’jizat yang nyata (49).

PERHATIAN

Adalah suatu kebenaran, bahwa kekuasaan Allah dapat mengadakan halhal yang menyimpang dari hukum kebiasaan yang pernah berlaku bagi para Nabi untuk menguatkan penugasan dan menundukkan lawan-lawan mereka dan tanda kebenaran mereka terhadap mereka yang mengingkari, misalnya apa yang tersebut dalam Qur’an : api yang tak membakar Nabi Ibrahim (50), tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular (51), Nabi Isa yang dapat menghidupkan kembali orang mati (52), dan diturunkannya al-Qur’an bagi Nabi Muhammad (53) ,dan lain sebagainya yang tersebut dalam beberapa ayat, dan semua itu adalah hal yang wajib diimani.

IMAN PADA HARI KEMUDIAN

Kita wajib percaya tentang adanya hari akhir dan segala yang terjadi di dalamnya tentang kerusakan ‘alam ini’, serta percaya akan hal-hal yang diberitakan oleh Rasulullah dengan riwayat mutawattir tentang kebangkitan dari kubur (54), pengumpulan di Makhsyar (55), pemeriksaan (56) dan pembalasan (57). Maka Allah memberi keputusan tentang perbuatan orang, lalu ada yang masuk neraka selama-lamanya tidak keluar dari padanya, yaitu orang-orang kafir dan orang-orang musyrik (58), dan ada yang masuk kemudian keluar dari neraka, yaitu orang-orang mukmin yang berbuat dosa (59) dan ada yang masuk sorga dan kekal, yaitu orang-orang mukmin yang benar-benarnya (60).

IMAN KEPADA QADLA DAN QADAR

Kita wajib percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan segala sesuatu (61) dan dia telah menyuruh dan melarang (62). Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah ditentukan (63). Dan bahwasanya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya (64). Adapun segala yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadla’dan Qadar-Nya (65), sedangkan manusia sendiri hanya dapat berikhtiar. Dengan demikian, maka segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri (66). Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah (67). Manusia hanya dapat mengolah bagian yang Allah karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain (68).

PENUTUP

Inilah pokok-pokok ‘aqidah yang benar terdapat dalam quran dan hadits yang dikuatkan oleh pemberitaan-pemberitaan yang mutawattir. Maka barang siapa percaya akan semua itu dengan kenyakinan yang teguh, masuklah ia kepada golongan mereka yang memegang kebenaran dan tuntunan Nabi serta lepas dari golongan ahli bid’ah dan kesesatan. Selanjutnya kita mohon kepada Allah kenyakinan yang kuat dan keteguhan menjalankan agama-Nya. Kita berdo’a untuk kita seluruh ummat Islam. Sesungguhnya Tuhanlah Yang Maha Penyayang. Semoga Allah melimpahkan kemurahan kepada junjungan Nabi Muhammmad s.a.w. penutup para Nabi dan Rasul serta kepada keluarga dan sahabatnya.

By Republika Newsroom
Rabu, 28 Januari 2009 pukul 12:51:00
http://www.republika.co.id/berita/28473/IMAN_KEPADA_ALLAH_YANG_MAHA_MULIA
http://www.republika.co.id/berita/28462/PENDAHULUAN

KITAB MASALAH LIMA

KITAB MASALAH LIMA

AGAMA

1. Agama ialah agama Islam Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Quran dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akherat.

2. Agama ialah apa yang disyariatkan Allah dengan perantara Nabi-Nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjukpetunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akherat.

DUNIA

Yang dimaksud "urusan dunia" dalam sabda Rasulullah SAW.: "Kamu lebih mengerti urusan duniamu" ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi (yaitu perkara-perkara/pekerjaanpekerjaan/urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).

'IBADAH

'Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan menta'ati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan meng'amalkan segala yang diidzinkanAllah.

'Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus:

a. Yang umum ialah segala 'amalan yang diidzinkan Allah.

b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincianperinciannya, tingkah dan caracaranya yang tertentu.

SABILILLAH

Sabilillah ialah jalan yang menyampaikan kepada keridlaan Allah, berupa segala 'amalanyang didzinkan Allah untuk memuliakan kalimat (agama)-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya QIYAS

1. Setelah persoalan qiyas dibicarakan dalam waktu tiga kali sidang, dengan mengadakan tiga kali pemandangan umum dan satu kali tanya-jawab antara kedua belah pihak;

2. Setelah mengikuti dengan teliti akan jalannya pembicaraan dan alasanalasan yang dikemukakan oleh kedua belah pihak, dan dengan MENGINSYAFI bahwa tiap-tiap keputusan yang diambil olehnya itu hanya sekedar mentarjihkan diantara pendapat-pendapat yang ada, tidak berarti menyalahkan pendapat yang lain.

-Memutuskan:

a. Bahwa DASAR muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah Al-Quran dan Al-Hadits.

b. Bahwa di mana perlu dalammenghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat dihajatkan untuk diamalkannya, mengnai hal-hal yang tak bersangkutan dengan 'ibadah mahdlah padahal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih di dalam Al-Quran atau Sunnah Shahihah, maka dipergunakan alasan dengan jalan Ijtihad dan Istinbath daripada Nash-nash yang ada, melalui persamaan 'illat; sebagaimana telah dilakukan oleh 'ulama-'ulama Salaf dan Khalaf.

By Republika Newsroom
Rabu, 28 Januari 2009 pukul 18:09:00
http://www.republika.co.id/berita/28607/KITAB_MASALAH_LIMA

Tradisi intelektual dalam Muhammadiyah (2)

Tradisi intelektual dalam Muhammadiyah (2)

Dalam telaahan Nurcholish Madjid, Kiai Dahlan adalah sosok pencari kebenaran hakiki, yang mampu menangkap pesan Al-Qur’an dan mengkontekstualisasikannya dengan perkembangan zaman. Menurut tokoh Paramadina ini, Kiai Dahlan melakukan pembaruan yang bersifat “break throught”, bahwa pembaruannya tidak mengalami prakondisi sebelumnya dan bersifat lompatan.

Pembaruan yang dilakukan Kiai Dahlan dan melahirkan Muhammadiyah kendati sering dikaitkan dengan gerakan pembaruan Islam sebelumnya di dunia Islam sebagaimana dipelopori Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, dan lain-lain; secara tipikal memiliki kekhususan tertentu. Selain lebih dekat pada pembaruan atau pemikiran Muhammad Abduh dari Mesir ketimbang dengan tokoh pembaru lainnya, pemikiran atau pembaruan Ahmad Dahlan memiliki ciri khas terutama dalam gerakan mendirikan organisasi perempuan (‘Aisyiyah tahun 1917) dan gerakan amal usahanya yang melembaga sebagai aktualisasi dari spirit Al-Ma‘un. Format pembaruan Islam itu kendati sering disederhanakan oleh sebagian kalangan sebagai pembaruan ad-hoc, tetapi bercorak transformasional dan menjadi khas pembaruan Kiai Dahlan.

Kiai Dahlan bukan hanya memelopori nalar kritis dalam gerakan pembaruan Islam melalui berbagai langkah terobosannya, tetapi juga kesediaan untuk selalu membuka pikiran yang datang dari luar sekaligus membuka dialog dengan siapa pun yang dipandang berbeda dengan pemikirannya. Pendiri Muhammadiyah itu selain gemar berdiskusi dengan elit dari Boedi Oetomo dan Syarikat Islam yang dirinya terlibat di dalamnya, juga dengan pihak lain yang dianggap berbeda seperti dengan Semaun dan kalangan pendeta. Dalam catatan Jainuri, Kiai Dahlan bahkan pernah menganjurkan agar kajian tentang agama Kristen diadakan di lingkungan masjid-masjid kaum muslimin. Dalam rekam pikiran yang ditulis Kiai Hadjid (edisi baru 2005: 20-21), bahwa Kiai Dahlan pernah menyatakan sebagai berikut:
“Orang yang mencari barang yang hak kebenaran itu perumpamaannya demikian: ‘Seumpama ada pertemuan antara orang Islam dan orang Kristen, yang beragama Islam membawa Kitab Suci Al-Qur’an dan yang beragama Kristen membawa Kitab Bybel (Perjanjian Lama dan Baru), kemudian kedua kitab suci itu diletakkan di atas meja. Kemudian kedua orang tadi mengosongkan hatinya kembali kosong sebagaimana asal manusia tidak berkeyakinan apa pun. Seterusnya bersama-sama mencari kebenaran, mencari tanda bukti yang menunjukkan kebenaran. Demikianlah kalau memang semua itu membutuhkan kebenaran. Akan tetapi, sebagian besar dari manusia hanya menurut anggapannya saja, diputuskannya sendiri. Mana kebiasaan yang dimilikinya dianggap benar dan menolak mentah-mentah terhadap lainnya yang bertentangan dengan miliknya’”.


Kiai Dahlan sebagaimana dituturkan Kiai Hadjid (lo.cit) dalam pengembangan pemikiran kritisnya itu merujuk pada Al-Qur’an surat Luqman (ayat ke-21) tentang sikap taklid mengikuti jejak orang-orang terdahulu, surat Az-Zumar (ayat ke-17 dan ke-18) tentang sikap kritis ulul-albab, dan pernyataan Muhammad Abduh yang menyatakan: “Kebanyakan manusia, mula-mula sudah mempunyai pendirian, setelah itu baru mencari dalil dan tidak mau mencari dalil selain yang sudah cocok dengan keyakinannya dan jarang sekali mereka mencari dalil untuk dipakai dan diyakinkan”, serta pernyataan “manusia itu benci kepada yang tidak diketahuinya”.


Dari langkah dan pemikiran pembaruan Kiai Ahmad Dahlan itulah kemudian Muhammadiyah mengembangkan tradisi intelektual, selain tradisi amaliahnya, yang monumental dan menjadi tonggak bagi generasi dan perkembangan Muhammadiyah di belakang hari. Pemikiran Kiai Dahlan yang melintasi itu di kemudian hari memperoleh persambungan dengan pemikiran Kiai Mas Mansur, yang juga memiliki tradisi intelektual Islam yang menonjol dibanding penerus Kiai Dahlan yang lainnya. Mas Mansur termasuk tokoh puncak Muhammadiyah yang meninggalkan karya tulis, pemikirannya luas dan ada sinyal-sinyal ke arah kemandirian dari arus pembaru Islam di dunia Islam serta mampu membaca dengan tajam kejatuhan Islam di masa lampau dalam suasana perkelahian madzhab Mas Mansur sebenarnya potensial sebagai sosok “menara gading” manakala tidak dipaksa oleh keadaan masa itu yang mengharuskannya bergumul dengan realitas yang kompleks dan kemudian menjadi rutin, baik di tubuh Muhammadiyah maupun umat Islam yang tengah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia kala itu (Maarif, dalam Amir Hamzah, 1992: xiv-xvi).

Tradisi intelektual dalam Muhammadiyah mengalami proses pelembagaan melalui majelis dan institusi tarjih yang dibentuk sejak tahun 1927 atas prakarsa Mas Mansur. Dengan prinsip mencari dalil yang paling kuat, sebenarnya tarjih potensial sebagai institusi yang memberi ruang leluasa untuk diskursus tentang permasalahan dan pemikiran-pemikiran Islam dalam berbagai aspeknya, yang di dalamnya berbagai pandangan yang kontra sekalipun dapat dibahas dan dicarikan jalan keluarnya. Pembahasan Masalah Lima (al-Masail al-Khams) tahun 1938 yang digagas Mas Mansur tentang hakikat agama, dunia, ibadah, sabilullah, dan qiyas/ijtihad; merupakan contoh dari institusi tarjih yang penting dalam membuka wacana atas masalah-masalah atau pemikiran-pemikiran Islam yang fundamental. Pembahasan tersebut kemudian dibawa ke Muktamar Khususi dan hasilnya dikodifikasi atau diputuskan pada tahun 1954/1955 sebagaimana rumusannya terdapat dalam buku Himpunan Putusan Tarjih saat ini.

Namun, pemikiran-pemikiran mendasar tentang Islam kurang dikembangkan dan dielaborasi pada babak perkembangan tarjih berikutnya, sehingga di belakang hari warga Muhammadiyah kehilangan perspektif yang luas tentang Islam dalam berbagai aspeknya. Tahun 1969 sebenarnya Muhammadiyah juga menghasilkan konsep penting yakni Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah sebagai pandangan ideologis yang mendasar, tetapi pada fase berikutnya tidak disertai dengan pandangan filosofis tentang pandangan Islam dalam perspektif Muhammadiyah. Konsep al-Din al-Islamy yang sempat dibahas pada periode K.H. AR. Fakhruddin sebenarnya merupakan langkah yang tepat, tetapi tidak berkelanjutan dan seolah menjadi konsep yang “mauquf”, bahkan naskahnya hingga saat ini belum diketahui secara jelas. Setelah Muktamar tahun 1985 di Surakarta terjadi situasi baru ketika Muhammadiyah memperoleh banyak kritik tajam dan luas sebagai mengalami stagnasi dalam kerutinan dan aktivisme, maka sejak itulah kemudian bermunculan banyak gagasan dan pemikiran kritis dari para cendekiawan muslim Muhammadiyah.

Pada perkembangan Muhammadiyah berikutnya terjadi suasana baru ketika Muhammadiyah di bawah kepemimpinan M. Amien Rais dan Ahmad Syafii Maarif, dua sosok cendekiawan muslim yang menurut sementara kalangan merupakan genre baru dalam kepemimpinan Muhammadiyah setelah selama ini dipimpin oleh para “Kiai” lulusan pondok pesantren, kendati sebenarnya kedua tokoh baru tersebut juga menempuh jalur pesantren. Pada masa K.H. Ahmad Azhar Basyir sebenarnya diharapkan terjadi proses transisi dari kecenderungan kepemimpinan “praksisme” dalam Muhammadiyah ke kepemimpinan “intelektual”, namun tokoh lulusan Al-Azhar yang juga dikenal ahli fiqih dan filsafat ini tidak lama memimpin Muhammadiyah karena wafat di pertengahan masa kepemimpinannya. Pada era sejak 1995 itulah iklim dan tradisi intelektual dirajut ulang dan memperoleh momentum baru dalam perkembangan Islam kontemporer dengan segala macam pemikiran dan dinamikanya yang beragam.

Namun pada era itu pula terjadi situasi baru berupa perkembangan politik nasional pasca kejatuhan rezim Orde Baru dan lahirnya reformasi 1998, yang membuat proses intelektual dan kultural baru itu seolah mandeg atau tersubversi oleh tarikan politik nasional yang niscaya. Dengan perkembangan makin kuatnya tarikan ideologi politik Islam yang dibawa gerakan Islamisme pada era penuh pergumulan nasional yang hiruk-pikuk itu, kebangkitan intelektualisme Islam itu harus berhadapan dengan realitas baru berupa aktivisme Islam yang berorientasi pada cita-cita politik Islam di tengah kuatnya kecenderungan pada puritanisme yang tengah bangkit penuh gairah dan melahirkan sikap penuh kecemasan terhadap laju intelektual Islam baik di tubuh Muhammadiyah maupun lebih luas lagi dalam kehidupan umat Islam di negeri ini.

Dalam konteks tertentu kecemasan terhadap laju intelektualisme Islam itu tumbuh akibat bias dan pengaruh sekularisme dan liberalisme Barat yang angkuh dan telah menyebarkan krisis kemanusiaan dalam kehidupan umat manusia di abad modern ini. Namun sikap penuh kecemasan itu sebaiknya tidak lantas semakin menjurus ke gerak pendulum lain yang sama ekstrimnya, yakni melahirkan gerakan anti-intelektual Islam dan lahirnya teosentrisme dan Islamisme yang serba monolitik, yang pada gilirannya justru menghambat laju peradaban Islam yang tengah bangkit. Jika hal itu terjadi, maka gerakan Islam mana pun akan semakin menjauh dari pesan Islam sebagai agama pembawa rahmatan lil-‘alamin di tengah lalulintas peradaban yang serba ekstrem saat ini.


Dalam konteks Muhammadiyah baik dalam membangkitkan tradisi intelektual maupun untuk mengukir kemajuan dan peran pembaruan gerakan Islam ini di tengah lalu lintas gerakan dan peradaban yang majemuk saat ini, seyogianya berbagai masalah yang selama menjadi isu dan perdebatan diwacanakan secara cerdas dan dalam suasana jernih serta konstruktif. Daripada terjebak pada konstruksi monolitik dan menjadi pemicu perseteruan yang tidak produktif dalam stigma yang memvonis; lebih baik diwacanakan tentang persoalan sekitar isu plularisme, sekularisme, dan liberalisme secara mendalam dan dalam kerangka keilmuan yang melintasi. Pembahasan masalah tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pandangan yang interdispliner dan dalam suasana keilmuan yang penuh keterbukaan dan rendah hati, bukan dalam debat kusir dan melibatkan massa yang justru menambah suasana tidak kondusif untuk berdialog dan berwacana.

Demikian pula dapat diwacanakan isu-isu mendasar tentang “Islam kaffah”, “Islam murni”, dan apa yang termasuk dalam kategori “yang tetap” dan “yang berubah” dalam ajaran Islam, sehingga tidak melahirkan klaim yang satu merasa lebih Islami daripada lainnya di tubuh umat Islam maupun Muhammadiyah. Dalam wacana yang dianjurkan Islam itu, Majelis Tarjih dan Tajdid dan berbagai institusi lain dalam Muhammadiyah dapat memprakarsai forum yang penting itu, dengan tetap berada dalam diskursus ilmiah yang cerdas dan santun sebagaimana tradisi Muhammadiyah selama ini. Akan lebih produktif manakala pembahasan masalah-masalah tersebut dirancang dalam satu paket menuju pembahasan dan perumusan tentang Risalah Islam yang komprehensif sehingga menjadi produk pemikiran Muhammadiyah yang cemerlang. Nasrun min Allah wa fathun qarib.l

By DR. H. Haedar Nashir, M.Si
Rabu, 18 Februari 2009 pukul 15:13:00
http://www.republika.co.id/berita/32250/Tradisi_intelektual_dalam_Muhammadiyah_2

Tradisi intelektual dalam Muhammadiyah (1)

Tradisi intelektual dalam Muhammadiyah (1)

Islam sebagai ajaran dan sejarah peradaban sungguh kaya dengan etos atau tradisi intelektual. Islam bahkan dapat dikatakan sebagai agama kemajuan (din al-hadarah), yang mampu mengubah daerah Yastrib yang pedesaan menjadi kota peradaban (Madinah al-Munawwarah).

Ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan dan merupakan titik awal kerisalahan Nabi Muhammad justru tentang “iqra”, yang mengandung pesan sekaligus perintah imperatif kegiatan intelektual. Islam memerintahkan atau mengajak orang beriman untuk berpikir dan mencari ilmu, menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, mengangkat kaum berilmu ke derajat tertinggi. Kegiatan berpikir (iqra, tafakur, dan sejenisnya) bukan hanya diperintahkan Tuhan baik dalam logika naratif (kisah) dan retorik (nadhar) maupun imperatif (iqra‘). Bahkan, dengan tegas Allah menyatakan bahwa mereka yang tidak mau menggunakan akal pikirannya laksana binatang melata (dawâb) di muka bumi ini (Q.s. Al-Anfal [8]: 22).

Islam dengan tradisi pemikiran dan moralitas profetik yang dibawa Nabi akhir zaman, berhasil meletakkan peradaban yang modern jauh melampaui zamannya. Karena itu, Islam hadir menjadi agama yang mencerahkan kehidupan. Agama yang melakukan lintas gerak peradaban “lituhrijâ al-nâs min al-dhulumât ila al-nûr”, yang membebaskan manusia dari “kegelapan” (kejahiliyahan) kepada “cahaya” (kebenaran, al-Islam). Karena tradisi pencerahan (tanwir) itulah, maka Islam berhasil menjadi kekuatan dunia di kala Barat kala itu tengah tertidur lelap dalam kegelapan peradaban.

Dengan kekuatan Islam yang dinamis itulah maka agama ini menyebar dengan pesat mula-mula dari jazirah Arabia kemudian ke seluruh penjuru dunia. Islam kemudian menjadi agama yang menyejarah, yang benar-benar hadir menyebarkan rahmatan lil-‘alamin di muka bumi ini. Selama empat abad lebih Islam hadir menjadi kekuatan sejarah dan peradaban baru di panggung dunia. Di era itulah lahir banyak perubahan yang spektakuler dari rahim Islam. Kemajuan di bidang pemikiran filsafat (kalam), ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga ke format budaya baru yang berbasis akhlak dan kemoderenan terukir dengan indah dan nyata. Karya-karya dan nama besar Ibn Rusyd, Ibn Sina, Al-Ghazali, Al-Farabi, Al-Hawarizmi, Al-Kindi, Ibn Khaldun, Ibn Taimiyyah, empat imam madzhab, dan pemikir-pemikir besar Islam lainnya menghiasi perkembangan peradaban yang spektakuler itu. Pada kala itu barat tengah tertidur lelap dalam buaian teosentrisme dan alam pikiran yang jumud dan gelap gulita di bawah hegemoni agama abad tengah yang monilitik. Kala itu Barat menjadi masyarakat yang masih terbelakang, yang lorong-lorong jalannya di sejumlah kota Eropa yang kini terkenal masih diterangi lampu teplok.

Era kejayaan Islam yang agung itu dikatakan oleh Kraemer sebagai the renaissance of Islam, yakni masa pencerahan Islam. Para ahli lain menyebutnya sebagai the golden age atau abad keemasan Islam. Pada era itu, lahir kebangkitan intelektual dan kultural Islam yang spektakuler. Terjadi revolusi pemikiran dan budaya Islam yang bercorak peradaban baru (the new civilization). Islam telah menjadi peradaban baru, bukan saja menyambung mata rantai peradaban sebelumnya seperti tradisi intelektual Yunani, Babylon/Kaldea, dan Persia tetapi, juga menampilkan corak baru yang khas Islam. Kala itu, Islam sungguh-sungguh hadir menjadi agama sekaligus peradaban profetik yang kosmopolit, humanistik, kultural, dan saintifik yang memperoleh puncaknya pada era ‘Abasiyyah itu hingga Islam.

Setelah era keemasan itu redup dengan kejatuhan Islam di Baghdad tahun 1928 M; kendati sempat bangkit lagi pada masa dinasti Utsmani di Turki, Safawi di Persia, dan Mughal di India; kemudian Islam mengalami kemunduran, bahkan kejatuhan. Ketika peradaban Islam surut, sejak itu, kebudayaan Barat terbit dari wilayah Eropa kemudian Amerika, yang melahirkan peradaban modern hingga kini. Sejarah juga mencatat, bahwa kelahiran peradaban modern Barat ini pun dimulai dari proses pencerahan (rennaisance, aufklarûng), yang kemudian melahirkan modernisme. Sejak itu, Barat lalu tampil dengan dominasi kemajuan yang spektakuler dalam pemikiran, ilmu pengetahuan, dan teknologi, di samping ekspansi politik dan penjajahan ke hampir seluruh penjuru dunia termasuk dunia Islam. Sedangkan dunia Islam yang dulu jaya dan ikut memberi inspirasi bagi pencerahan Barat berada dalam kondisi yang marjinal dan sebagian bahkan, terhegemoni dalam cengkeraman politik Barat itu.

Sejak kehadiran abad ke-15 hijriyah beberapa dasa warsa yang lalu, umat Islam bertekad untuk bangkit kembali. Spirit kebangkitan Islam bahkan, telah menyebar ke seluruh negeri muslim. Namun, gelora kebangkitan yang sempat menyebar terutama pasca revolusi Iran tahun 1979 itu, kini seolah redup kembali, dan yang menguat seolah gelora Islamisme di ranah perjuangan ideologi politik minus kerja-kerja strategis yang bersifat pencerahan. Gairah intelektualisme Islam yang sempat memancar seolah redup dan dikalahkan oleh hiruk-pikuk perjuangan politik kekuasaan. Sementara, karena trauma dan kemarahan terhadap Barat yang menyebarkan antropiosentrisme dan humanisme-sekuler yang melahirkan krisis, sebagian umat Islam bahkan, lari ke pendulum lain dengan menawarkan spiritualisme dan puritanisme Islam napas pendek. Dalam situasi yang penuh dilema seperti itu etos dan khazanah intelektualisme Islam menjadi terlantar atau mengalami marjinalisasi dalam perkembangan dunia Islam.

Karena itu jika, ingin mengukir kejayaan Islam kembali, salah satu pilarnya ialah membangkitkan kembali etos dan tradisi kejayaan pemikiran disertai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang unggul. Tentu saja basisnya ialah dasar iman dan moral yang kokoh, yang bersumber pada tauhid sebagai bingkai fundamental dari rancang-bangun peradaban Islam. Di sinilah pentingnya membangkitkan kembali etos dan generasi ulul albab di kalangan kaum muslimin, yakni suatu genre kaum Muslimin yang memiliki ciri-ciri manusia yang bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan mendalam ilmunya (QS Ali Imran/3: 7); berfikir sekaligus berdzikir (QS Ali Imran/3: 190-191), mengembangkan nalar kritis (Q.s. Az-Zumar [39]: 18), memisahkan al-haq dengan al-bathil atau kebenaran dari kebathilan (Q.s. Al-Maidah [5]: 100), menyampaikan ilmu dan mengembangkan hubungan kemanusiaan yang baik dengan sesama (Q.s. Ar-Ra’du [13]: 22), bertakwa kepada Allah dengan iman dan ilmunya (Q.s. Al-Baqarah [2]: 197), dan lain-lain sebagaimana sosok ulul albab.
Generasi ulul albab adalah sosok cendekiawan atau intelektual muslim yang di dalam dirinya terintegrasi kekuatan iman, ilmu, dan amal yang bersifat profetik sekaligus transformasional untuk tampil sebagai pembawa misi Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin di zaman modern abad ke-21 ini.

Bagaimana dengan Muhammadiyah? Muhammadiyah yang menegaskan dirinya sebagai gerakan Islam, yang mengemban misi utama dakwah dan tajdid, dan kehadirannya di negeri ini untuk sebuah cita-cita besar yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya; secara niscaya memiliki kewajiban untuk berada di garda depan dalam meretas kebangkitan Islam yang penuh tantangan itu. Karena salah satu pilar penting bagi kebangkitan Islam itu ialah intelektualisme Islam, maka Muhammadiyah pun memiliki tanggung jawab penting bagaimana berada di barisan depan dalam mengusung gerakan intelektual atau gerakan keilmuan dalam membangun masa depan Islam dan umat Islam saat ini. Muhammadiyah dengan predikatnya sebagai gerakan tajdid, bahkan boleh dikatakan memiliki kewajiban paling utama untuk menjadi pelopor dan penggerak kebangkitan intelektual di tubuh umat Islam, termasuk di dalam dirinya sendiri.

Muhammadiyah untuk membangkitkan kembali tradisi intelektual sungguh memiliki legitimasi sejarah yang sah. Bukankah Muhammadiyah dalam konteks sejarahnya dikenal kuat sebagai gerakan tajdid, yang membawa organisasi yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan tahun 1912 tersebut sebagai representasi dari reformisme atau modernisme Islam awal abad ke-20 di Indonesia? Di mata masyarakat awam Muhammadiyah telanjur melekat dengan predikat gerakan Islam modern yang mendobrak tradisionalisme Islam. Dengan gagasan dan pemikiran-pemikiran baru yang diperkenalkan oleh pendirinya dari Kauman itu, Muhammadiyah di mata sebagian kalangan Islam bahkan dianggap sebagai penyebar “agama baru” di negeri tercinta ini. Muhammadiyah secara niscaya terikat secara teologis dan historis dengan etos dan tradisi intelektual Islam sebagai pilar penting bagi bangunan peradaban Islam. Sejarah Muhammadiyah pun secara sosiologis sesungguhnya kaya dan memiliki tonggak dengan tradisi intelektual Islam itu, meski tidak dalam bangunan yang tersistematisasi canggih sebagaimana pemikiran-pemikiran Islam kontemporer yang saat ini berkembang di dunia Islam.

Tradisi intelektual merupakan alam pikiran dan kegiatan berpikir kritis dalam mewacanakan dan menghasilkan pemikiran-pemikiran yang mendasar yang tumbuh dan terbentuk dalam dinamika sosiologis kehidupan umat Islam, termasuk dalam Muhammadiyah. Tradisi intelektual dalam Muhammadiyah dimulai oleh pendirinya, Kiai Haji Ahmad Dahlan. Kendati oleh sebagian ahli Kiai Dahlan lebih dikenal sebagai pembaru dengan karakter “man of action” karena tekanannya pada amaliah Islam, namun jauh di lubuk jiwa dan pikirannya pendiri Muhammadiyah ini menggelorakan spirit intelektualisme Islam sebagaimana pada umumnya pembaru. Muhammadiyah menjadi gerakan reformisme/modernisme Islam justru karena dilahirkan dari gagasan dan pemikiran Kiai Dahlan, yang di dalam dirinya bergelora spirit dan api pembaruan.l

Dalam telaahan Nurcholish Madjid, Kyai Dahlan adalah sosok pencari kebenaran hakiki, yang mampu menangkap pesan Al-Quran dan mengkontekstualisasikannya dengan perkembangan zaman. Menurut tokoh Paramadina ini, Kyai Dahlan melakukan pembaruan yang bersifat “break throught”, bahwa pembaruannya tidak mengalami prakondisi sebelumnya dan bersifat lompatan. Mengenai orientasinya pada amaliah maka dapat dicari legitimasi bahwa Islam tidak ada aktualisasi lain kecuali pada amal, dan dengan pembaruan yang bercorak amaliah itu menurut Nurcholish maka pembaruan Dahlan telah menempatkan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbedar bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia Islam. Sementara bagi Alfian, dengan pembaruan yang dipelopori oleh Kyai Dahlan, maka Muhammadiyah kemudian mengukir jejak sejarah sebagai kekuatan reformis dalam pembaruan keagamaan, menjadi agen perubahan sosial, dan kekuatan sosial-politik di Indonesia.

Pembaruan yang dilakukan Kyai Dahlan dan melahirkan Muhammadiyah kendati sering dikaitkan dengan gerakan pembaruan Islam sebelumnya di dunia Islam sebagaimana dipelopori Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, dan lain-lain; secara tipikal memiliki kekhususan tertentu. Selain lebih dekat pada pembaruan atau pemikiran Muhammad Abduh dari Mesir ketimbang dengan tokoh pembaru lainnya, pemikiran atau pembaruan Ahmad Dahlan memiliki ciri khas terutama dalam gerakan mendirikan organisasi perempuan (‘Aisyiyah tahun 1917) dan gerakan amal usahanya yang melembaga sebagai aktualisasi dari spirit Al-Ma‘un. Format pembaruan Islam itu kendati sering disederhanakan oleh sebagian kalangan sebagai pembaruan ad-hoc, tetapi bercorak transformasional dan menjadi khas pembaruan Kyai Dahlan.

Kyai Dahlan bukan hanya memelopori nalar kritis dalam gerakan pembaruan Islam melalui berbagai langkah terobosannya, tetapi juga kesediaan untuk selalu membuka pikiran yang datang dari luar sekaligus membuka dialog dengan siapapun yang dipandang berbeda dengan pemikirannya. Pendiri Muhammadiyah itu selain gemar berdiskusi dengan elite dari Boedi Oetomo dan Syarikat Islam yang dirinya terlibat di dalamnya, juga dengan pihak lain yang dianggap berbeda seperti dengan Semaun dan kalangan pendeta. Dalam catatan Jainuri, Kyai Dahlan bahkan pernah menganjurkan agar kajian tentang agama Kristen diadakan di lingkungan masjid-masjid kaum muslimin. Dalam rekam pikiran yang ditulis Kyai Hadjid (edisi baru 2005: 20-21), bahwa Kyai Dahlan pernah menyatakan sebagai berikut:

“Orang yang mencari barang yang hak kebenaran itu perumpamaannya demikian: “Seumpama ada pertemuan antara orang Islam dan orang Kristen, yang beragama Islam membawa Kitab Suci Al-Qur’an dan yang beragama Kristen membawa Kitab Bybel (Perjanjian Lama dan Baru), kemudian kedua kitab suci itu diletakkan di atas meja. Kemudian kedua orang tadi mengosongkan hatinya kembali kosong sebagaimana asal manusia tidak berkeyakinan apapun. Seterusnya bersama-sama mencari kebenaran, mencari tanda bukti yang menunjukkan kebenaran. Demikianlah kalau memang semua itu membutuhkan kebenaran. Akan tetapi sebagian besar dari manusia hanya menurut anggapannya saja, diputuskannya sendiri. Mana kebiasaan yang dimilikinya dianggap benar dan menolak mentah-mentah terhadap lainnya yang bertentangan dengan miliknya.”

Kyai Dahlan sebagaimana dituturkan Kyai Hadjid (lo.cit) dalam pengembangan pemikiran kritisnya itu merujuk pada Al-Quran Surat Luqman (ayat ke-21) tentang sikap taklid mengikuti jejak orang-orang terdahulu, Surat Az-Zumar (ayat ke-17 dan ke-18) tentang sikap kritis ulul-albab, dan pernyataan Muhammad Abduh yang menyatakan: “Kebanyakan manusia, mula-mula sudah mempunyai pendirian, setelah itu baru mencari dalil dan tidak mau mencari dalil selain yang sudah cocok dengan keyakinannya dan jarang sekali mereka mencari dalil untuk dipakai dan diyakinkan”, serta pernyataan “manusia itu benci kepada yang tidak diketahuinya”.

Dari langkah dan pemikiran pembaruan Kyai Ahmad Dahlan itulah kemudian Muhammadiyah mengembangkan tradisi intelektual, selain tradisi amaliahnya, yang monumental dan menjadi tonggak bagi generasi dan perkembangan Muhammadiyah di belakang hari. Pemikiran Kyai Dahlan yang melintasi itu di kemudian hari memperoleh persambungan dengan pemikiran Kyai Mas Mansur, yang juga memiliki tradisi intelektual Islam yang menonjol dibanding penerus Kyai Dahlan yang lainnya. Mas Mansur termasuk tokoh puncak Muhammadiyah yang meninggalkan karya tulis, pemikirannya luas dan ada sinyal-sinyal ke arah kemandirian dari arus pembaru Islam di dunia Islam serta mampu membaca dengan tajam kejatuhan Islam di masa lampau dalam suasana perkelahian madzhab Mas Mansur sebenarnya potensial sebagai sosok “menara gading” manakala tidak dipaksa oleh keadaan masa itu yang mengharuskannya bergumul dengan realitas yang kompleks dan kemudian menjadi rutin baik di tubuh Muhammadiyah maupun umat Islam yang tengah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia kala itu (Maarif, dalam Amir Hamzah, 1992: xiv-xvi).

Tradisi intelektual dalam Muhammadiyah mengalami proses pelembagaan melalui Majelis dan institusi Tarjih yang dibentuk sejak tahun 1927 atas prakarsa Man Mansur. Dengan prinsip mencari dalil yang paling kuat, sebenarnya tarjih potensial sebagai institusi yang memberi ruang leluasa untuk diskursus tentang permasalahan dan pemikiran-pemikiran Islam dalam berbagai aspeknya, yang di dalamnya berbagai pandangan yang kontra sekalipun dapat dibahas dan dicarikan jalan keluarnya. Pembahasan Masalah Lima (al-Masail al-Khams) tahun 1938 yang digagas Mas Mansur tentang hakikat agama, dunia, ibadah, sabilullah, dan qiyas/ijtihad; merupakan contoh dari institusi tarjih yang penting dalam membuka wacana atas masalah-masalah atau pemikiran-pemikiran Islam yang fundamental. Pembahasan tersebut kemudian dibawa ke Muktamar Khususi dan hasilnya dikodifikasi atau diputuskan pada tahun 1954/1955 sebagaimana rumusannya terdapat dalam buku Himpunan Putusan Tarjih saat ini.


Namun pemiiran-pemikiran mendasar tentang Islam kurang dikembangkan dan dielaborasi pada babak perkembangan Tarjih berikutnya, sehingga di belakang hari warga Muhammadiyah kehilangan perspektif yang luas tentang Islam dalam berbagai aspeknya. Tahun 1969 sebenarnya Muhammadiyah juga menghasilkan konsep penting yakni Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah sebagai pandangan ideoplogis yang mendasar, tetapi pada fase berikutnya tidak disertai dengan pandangan filosofis tentang pandangan Islam dalam perspektif Muhammadiyah. Konsep al-Din al-Islamy yang sempat dibahas pada periode K.H. AR Fakhruddin sebenarnya merupakan langkah yang tepat, tetapi tidak berkelanjutan dan seolah menjadi konsep yang “mauquf”, bahkan naskahnya hingga saat ini belum diketahui secara jelas. Setelah Muktamar tahun 1985 di Surakarta terjadi situasi baru ketika Muhammadiyah memperoleh banyak kritik tajam dan luas sebagai mengalami stagnasi dalam kerutinan dan aktivisme, maka sejak itulah kemudian bermunculan banyak gagasan dan pemikiran kritis dari para cendekiawan muslim Muhammadiyah.

Pada perkembangan Muhammadiyah berikutnya terjadi suasana baru ketika Muhammadiyah di bawah kepemimpinan M. Amien Rais dan Ahmad Syafii Maarif, dua sosok cendekiawan muslim yang menurut sementara kalangan merupakan genre baru dalam kepemimpinan Muhammadiyah setelah selama ini dipimpin oleh para “kyai” lulusan pondok pesantren, kendati sebenarnya kedua tokoh baru tersebut juga menempuh jalur pesantren. Pada masa K.H. Ahmad Azhar Basyir sebenarnya diharapkan terjadi proses transisi dari kecenderungan kepemimpinan “praksisme” dalam Muhammadiyah ke kepemimpinan “intelektual”, namun tokoh lulusan Al-Azhar yang juga dikenal ahli fiqh dan filsafat ini tidak lama memimpin Muhammadiyah karena wafat di pertengahan masa kepemimpinannya. Pada era sejak 1995 itulah iklim dan tradisi intelektual dirajut ulang dan memperoleh momentum baru dalam perkembangan Islam kontemporer dengan segala macam pemikiran dan dinamikanya yang beragam.

Namun pada era itu pula terjadi situasi baru berupa perkembangan politik nasional pasca kejatuhan rezim Orde Baru dan lahirnya reformasi 1998, yang membuat proses intelektual dan kultural baru itu seolah mandeg atau tersubversi oleh tarikan politik nasional yang niscaya. Dengan perkembangan makin kuatnya tarikan ideologi politik Islam yang dibawa gerakan Islamisme pada era penuh pergumulan nasional yang hiruk-pikuk itu, kebangkitan intelektualisme Islam itu harus berhadapan dengan realitas baru berupa aktivisme Islam yang berorientasi pada cita-cita politik Islam di tengah kuatnya kecenderungan pada puritanisme yang tengah bangkit penuh gairah dan melahirkan sikap penuh kecemasan terhadap laju intelektual Islam baik di tubuh Muhammadiyah maupun lebih luas lagi dalam kehidupan umat Islam di negeri ini.

Dalam konteks tertentu kecemasan terhadap laju intelektualisme Islam itu tumbuh akibat bias dan pengaruh sekularisme dan liberalisme Barat yang angkuh dan telah menyebarkan krisis kemanusiaan dalam kehidupan umat manusia di abad modern ini. Namun sikap penuh kecemasan itu sebaiknya tidak lantas semakin menjurus ke gerak pendulum lain yang sama ekstrimnya, yakni melahirkan gerakan anti-intelektual Islam dan lahirnya teosentrisme dan Islamisme yang serba monolitik, yang pada gilirannya justru menghambat laju peradaban Islam yang tengah bangkit. Jika hal itu terjadi maka gerakan Islam manapun akan semakin menjauh dari pesan Islam sebagai agama pembawa rahmatan lil-‘alamin di tengah lalulintas peradaban yang serba ekstrem saat ini.

Dalam konteks Muhammadiyah baik dalam membangkitkan tradisi intelektual maupun untuk mengukir kemajuan dan peran pembaruan gerakan Islam ini di tengah lalulintas gerakan dan peradaban yang majemuk saat ini, seyogianya berbagai masalah yang selama menjadi isu dan perdebatan diwacanakan secara cerdas dan dalam suasana jernih serta konstruktif. Daripada terjebak pada konstruksi monolitik dan menjadi pemicu perseteruan yang tidak produktif dalam stigma yang memvonis; lebih baik diwacanakan tentang persoalan sekitar isu plularisme, sekularisme, dan liberalisme secara mendalam dan dalam kerangka keilmuan yang melintasi. Pembahasan masalah tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pandangan yang interdispliner dan dalam suasana keilmuan yang penuh keterbukaan dan rendah hati, bukan dalam debat kusir dan melibatkan massa yang justru menambah suasana tidak kondusif untuk berdialog dan berwacana.

Demikian pula dapat diwacanakan isu-isu mendasar tentang “Islam kaffah”, “Islam murni”, dan apa yang termasuk dalam kategori “yang tetap” dan “yang berubah” dalam ajaran Islam, sehingga tidak melahirkan klaim yang satu merasa lebih Islami daripada lainnya di tubuh umat Islam maupun Muhammadiyah. Dalam wacana yang dianjurkan Islam itu Majelis Tarjih dan Tajdid dan berbagai institusi lain dalam Muhammadiyah dapat memprakarsai forum yang penting itu, dengan tetap berada dalam diskursus ilmiah yang cerdas dan santun sebagaimana tradisi Muhammadiyah selama ini. Akan lebih produktif manakala pembahasan masalah-masalah tersebut dirancang dalam satu paket menuju pembahasan dan perumusan tentang Risalah Islam yang komprehensif sehingga menjadi produk pemikiran Muhammadiyah yang cemerlang.

Semoga para elite dan generasi Muhammadiyah saat ini mampu menangkap spirit kelahiran Muhammadiyah yang membawa obor pembaruan Islam yang mencerahkan itu. Dengan demikian tradisi intelektual pun akan lahir dari rahim gerakan yang berjiwa pembaruan itu tanpa harus merasa canggung dan seolah menjadi genre sempalan. Bersamaan dengan memperkaya basis iman dan akkhlak yang kokoh serta bersifat transformasional, generasi Muhammadiyah secara niscaya dituntut untuk merawat dan mengembangkan tradisi intelektualnya yang selama ini telah diletakkan fondasinya oleh Kyai Dahlan dan para pendahulu gerakan Islam ini. Di tengah zaman yang penuh kontradiksi saat ini, dengan tetap tampil cerdas, rendah hati, kaya pemikiran, dan memiliki pijakan yang kokoh dalam bingkai ajaran Islam yang serba melintasi, generasi Muhammadiyah sungguh dinanti peran kesejarahannya untuk menghadirkan Islam sebagai risalah rahmatan lil-‘alamin di muka bumi ini. Nasrun min Allah wa fathun qarib.

By DR. H. Haedar Nashir, M.Si
Rabu, 18 Februari 2009 pukul 15:23:00
http://www.republika.co.id/berita/32252/Tradisi_intelektual_dalam_Muhammadiyah_1

Sejarah Singkat Pendirian Persyarikatan Muhammadiyah

Sejarah Singkat Pendirian Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .

Kyai Dahlan adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namnaya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.
Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama 'Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan

By Republika Newsroom
Rabu, 18 Februari 2009 pukul 15:02:00
http://www.republika.co.id/berita/32244/Sejarah_Singkat_Pendirian_Persyarikatan_Muhammadiyah

Sabtu, 14 Februari 2009

PP Muhammadiyah Terbitkan Sembilan Poin Instruksi Hadapi Pemilu 2009

PP Muhammadiyah Terbitkan Sembilan Poin Instruksi Hadapi Pemilu 2009

Yogyakarta - Menghadapi perhelatan Pemilihan Umum 2009 yang saat ini sudah memasuki tahap kampanye partai politik, Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Surat Instruksi No. 03/INS/I.0/A/2008 Tentang: Menjaga Kemurnian dan Keutuhan Muhammadiyah Menghadapi Pemilihan Umum Tahun 2009 yang berisi sembilan poin penting sebagai garis kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar segenap Pimpinan Muhammadiyah bisa berfungsi sebagai pengayom bagi warga Muhammadiyah secara keseluruhan yang berbeda dan beragam wadah dan saluran politiknya.
Menurut Instruksi bertanggal 19 Juli 2008 ini, secara garis besar berisi penegasan khittah Muhammadiyah terhadap politik, larangan pelibatan organisasi Muhammadiyah untuk mendukung/menolak partai politik, penonaktifan pimpinan pimpinan Muhammadiyah yang menjadi Caleg dan Tim Sukses, larangan kampanye di lingkungan institusi Muhammadiyah dan larangan penggunaan fasilitas Muhammadiyah untuk kampanye partai politik.
Selain point diatas, instruksi tersebut juga berisi anjuran agar warga Muhammadiyah ikut mensukseskan pemilu, membebaskan warga untuk menentukan pilihan dan juga himbauan agar segenap warga Muhammadiyah yang memasuki dan apalagi menjadi pimpinan partai politik/tim sukses, selain dapat membawa missi Muhammadiyah juga tetap beraqidah dan berakhlaq Islam, serta memperjuangkan kepentingan rakyat dengan sebaik-baiknya.
Instruksi ini ditujukan kepada segenap Pimpinan Persyarikatan beserta Unsur Pembantu Pimpinannya, Amal Usaha, Ortom, dan warga Persyarikatan di semua level tingkatan. (arif)




PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

I N S T R U K S I
No. 03/INS/I.0/A/2008
Tentang:
MENJAGA KEMURNIAN DAN KEUTUHAN MUHAMMADIYAH
MENGHADAPI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009
Bismillahirrahmanirrahim

Pimpinan Pusat Muhammadiyah sesuai dengan prinsip-prinsip khittah dan kebijakan-kebijakan yang selama ini berlaku tentang politik menyampaikan Instruksi dalam menghadapi Pemilihan Umum tahun 2009 sebagai berikut:
1. Menegaskan bahwa sebagai organisasi/gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang bergerak dalam lapangan keagamaan dan kemasyarakatan maka sesuai dengan khittah, Muhammadiyah tidak bergerak dalam lapangan dan kegiatan politik, tetapi tetap berada dalam posisi independen, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari suatu organisasi politik apapun.
2. Melarang Pimpinan Persyarikatan beserta Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha, dan institusi-institusi lainnya yang berada dalam lingkungan Persyarikatan melibatkan organisasi/Persyarikatan untuk kepentingan mendukung atau menolak partai politik dan/atau calon-calon anggota legislatif dari partai politik tertentu baik secara langsung maupun melalui kerjasama dengan partai politik dan/atau tim sukses partai politik/calon anggota legislatif dari partai politik tertentu.
3. Meminta kepada Pimpinan Persyarikatan, Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha, dan institusi-institusi lainnya yang berada dalam lingkungan Persyarikatan jika ada anggota pimpinan/fungsionaris yang menjadi anggota Tim Sukses partai politik dan/atau calon-calon anggota legislatif dari partai politik tertentu maka yang bersangkutan harus dinonaktifkan dari jabatannya sampai selesainya kegiatan Pemilu.
4. Melarang penyelenggaraan kegiatan-kegiatan Persyarikatan termasuk di lingkungan Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha, dan institusi-institusi lainnya yang dimanfaatkan untuk kampanye partai politik dan/atau calon-calon anggota legislatif dalam bentuk apapun.
5. Melarang penggunaan lambang/simbol, dana, sarana, prasarana, dan fasilitas milik Persyarikatan seperti gedung sekolah/kampus, rumah sakit/poliklinik/balai pengobatan, masjid/mushalla, panti asuhan, kantor Persyarikatan, dan lain-lain dengan perlengkapannya untuk kegiatan apapun yang diselenggarakan oleh partai politik.
6. Menganjurkan kepada seluruh jajaran Pimpinan Persyarikatan maupun warga Muhammadiyah untuk ikut mendorong dan mensukseskan penyelenggaraan Pemilu yang jujur, bersih, demokratis, damai, dan memihak kepada kepentingan rakyat, serta dapat mencegah dan menjauhkan diri dari praktek-praktek kekerasan/anarkhis, praktek politik uang dan hal-hal yang melanggar norma-norma agama dalam Pemilu tersebut. Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta semua pihak untuk tidak menjadikan kampanye sebagai ajang konflik, kekerasan, dan hal-hal lain yang merugikan manusia dan hajat hidup publik, termasuk dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa.
7. Memberikan kebebasan kepada anggota/warga Muhammadiyah untuk menggunakan hak politik/hak pilih/hak asasi sesuai hati nuraninya, dengan sebaik-baiknya secara cerdas, kritis, disertai istikharah, dan mempertimbangkan kemaslahatan/kepentingan Persyarikatan, umat, dan masyarakat baik secara nasional, maupun di wilayah/daerah yang bersangkutan. Kebebasan menggunakan hak tersebut dimaknai sebagai wujud pertanggungjawaban amanah kepada Allah SWT dalam menentukan arah masa depan bangsa dan negara Indonesia.
8. Menghimbau warga Muhammadiyah yang memasuki dan apalagi menjadi pimpinan partai politik/tim sukses, selain dapat membawa missi Muhammadiyah juga tetap beraqidah dan berakhlaq Islam, serta memperjuangkan kepentingan rakyat dengan sebaik-baiknya.
9. Menyerukan kepada segenap warga dan Pimpinan Muhammadiyah untuk tetap menjaga keutuhan, meningkatkan kebersamaan dan lebih mempererat ukhuwah/persaudaraan antara anggota pimpinan khususnya serta antara anggota Muhammadiyah umumnya, sehingga Muhammadiyah tetap dapat melaksanakan perannya dalam rangka dakwah Islam amar ma`ruf nahi munkar.
Garis kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut dimaksudkan agar supaya pimpinan Persyarikatan tetap dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lancar di samping dapat berfungsi sebagai pengayom bagi warga Muhammadiyah secara keseluruhan yang berbeda dan beragam wadah dan saluran politiknya. Sedangkan bagi warga Muhammadiyah yang duduk di pimpinan partai, dengan adanya pengaturan dan pembagian tugas tersebut, tidak merasa terganggu bahkan dapat berperan maksimal dalam partai serta bisa memberikan keteladanan yang baik.
Demikianlah instruksi ini kami sampaikan agar dapat disosialisasikan kepada segenap Pimpinan Persyarikatan beserta Unsur Pembantu Pimpinannya, Amal Usaha, Ortom, dan warga Persyarikatan di tingkatan masing-masing untuk mendapat perhatian sepenuhnya dan dapat dilaksanakan dengan penuh kebijakan, kesadaran dan ketulusan. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan pertolongan dan perlindungan kepada kita.
Nasrun min Allah wa fathun qarib.

Yogyakarta, 16 Rajab 1429 H
19 Juli 2008 M

Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Ketua Umum, Sekretaris Umum,



Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, M.A. Drs. H. A. Rosyad Sholeh

Selasa, 29 Juli 2008
Arif Nur Kholis

'Proyek Isa' untuk Muslim Asia

'Proyek Isa' untuk Muslim Asia

''Setiap orang dalam pemikiran saya memiliki potensi untuk beralih,'' kata Rev Nezlin Sterling, sekjen Majelis Perjanjian Baru yang berbasis di London, Inggris.

Keyakinan itulah yang dicamkan oleh Sterling. Dan, pemikiran yang sama pula dianut oleh Gereja Anglikan di Inggris.

Setelah melalui perdebatan alot, Sinode Umum--badan yang membuat kebijakan di Gereja Anglikan Inggris--menyetujui rumusan tentang petunjuk resmi penyebaran agama Kristen, Kamis (12/2). Keputusan diambil dengan suara mayoritas.

Para anggota Sinode mendapat penjelasan bahwa Gereja Anglikan Inggris tak bermaksud mengajak pemeluk agama lain menjadi Kristen melalui upaya Kristenisasi yang agresif dan konfrontatif. Misi ini bertujuan menegaskan kembali keyakinan historis Gereja bahwa Kristen menawarkan kebenaran sejati.

Sebagai agama resmi negara Inggris, Gereja Anglikan justru mendorong terciptanya hubungan baik dengan berbagai kelompok agama di tengah kehidupan beragama di Inggris yang kian beragam.

Yang menjadi perdebatan para anggota Sinode adalah bagaimana melakukan Kristenisasi itu. Seperti apa cara terbaik bagi umat Kristen mendekati mereka yang tidak beragama ataupun yang beragama lain.

Oktober tahun lalu, Gordon Showell-Rogers, sekjen Persekutuan Evangelis Eropa (EEA), mengajak Muslim di Eropa beralih menjadi pengikut Kristiani. Imigran Muslim di benua itu dinilainya berpotensi sebagai 'celah evangelis'.

Namun, upaya Kristenisasi lebih maju dilakukan oleh organisasi misionaris neo-evangelis. Dengan cara-cara tradisional, tapi lebih menusuk daya jangkaunya, mereka membidik Muslim di Asia.

Melalui program radio berjudul Kasih Sayang Muslim dan Penghormatan Terhadap Yesus Kristus, kelompok misionaris ini telah masuk ke jantung-jantung Muslim di Asia.

''Kami meminta Tuhan setiap orang untuk berdoa dan melindungi kami sebagaimana kami berupaya membawa cinta kasih Yesus ke dunia Muslim,'' kata Presiden Far East Broadcasting Company (FEBC), Gregg Harris, seperti dikutip Islamonline dari Mission Network News (MNN), Kamis (12/2).

''FEBC telah mengudara di dunia Muslim sejak beberapa tahun silam. Dan, kami menemukan, jika Muslim mendengar cinta kasih Tuhan, mereka semakin ingin tahu lebih dalam,'' kata Harris.

FEBC merupakan perusahaan radio Kristen berskala internasional yang berdiri sejak 1945. Diinisiasi oleh para veteran Perang Dunia Kedua, siaran radio FEBC makin berkembang melalui program transmisi lokal yang ditambatkan di berbagai penjuru Asia.

Tujuannya, program mereka didengarkan oleh jutaan warga Asia. Saluran radio yang kini telah dialihbahasakan dalam 154 bahasa itu mengincar wilayah-wilayah Muslim yang bermasalah, miskin, dan dilanda bencana.

Rencana jangka panjangnya, memasukkan program-program Kristiani hingga ke relung-relung rumah tangga Muslim di seluruh dunia. Saat ini, program misionaris bernama Proyek Isa itu menargetkan rumah tangga Muslim di Indonesia, Bangladesh, India, dan Pakistan.

Wajar bila FEBC menargetkan empat negara itu. Sebab, separuh populasi Muslim dunia mendiami wilayah tersebut.

Jaringan radio FEBC yang tersebar di 54 negara, baik dalam saluran gelombang FM dan AM, kata Gregg, kini sedang dalam tahap penyelesaian Proyek Isa di Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Bahkan, siaran radio di Tanah Air telah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa daerah.

Dengan mengandalkan total 123 titik transmitter yang dimiliki di seluruh dunia, FEBC kini juga menargetkan negara mayoritas Muslim di dataran Asia Tengah, yakni Kazakhstan. ''Banyak orang percaya jika Kazakhstan menjadi kunci berpengaruh dalam iklim keberagamaan di Asia Tengah,'' kata Harris yang telah bekerja selama 10 tahun di Trans World Radio--siaran misionaris internasional yang mempunyai studio di 40 negara.

Tema besar program misionaris yang mereka emban adalah Proyek Asia. Pemilihan nama itu bukan tanpa alasan. Menurut Harris, nama Proyek Asia sengaja dipilih setelah melalui kajian mendalam dan menyeluruh.

''Yesus bukanlah nama asing bagi Muslim,'' terang Harris yang 17 tahun lamanya berkutat dengan dunia radio. Muslim mempercayai Yesus sebagai nabi dengan sebutan Isa. Nabi Isa, ujarnya, adalah putra Maryam yang dilahirkan dalam keajaiban.

FEBC meyakini pula, dengan menggunakan nama Isa seperti tercantum dalam Alquran, akan dapat menimbulkan ketertarikan Muslim di Asia. ''Kami cukup beruntung untuk dapat mengatakan kepada mereka, 'Hei inilah kebenaran Tuhan sesungguhnya. Anda dapat mengenal dia (Isa)','' kata Harris yang juga menjadi direktur program Proyek Isa.

Mengapa siaran radio dipilih sebagai media dalam program Kristenisasi Proyek Isa itu? Harris memaparkan alasannya: efektif dan efisien.

Dengan menggunakan saluran radio, sebuah pesan Injil bisa tersampaikan kepada sekelompok orang ataupun komunitas di pelosok daerah yang sulit terjangkau. Dengan radio, kendala geografis bisa diatasi. Lebih efektif dan memaksimalkan jangkauan.

Berbeda halnya jika membagi-bagikan Injil satu per satu ke daerah-daerah pedalaman. Akan lebih sulit dan tentu membutuhkan waktu dan biaya.

Organisasinya, secara teliti, kemudian mendistribusikan peralatan radio kepada mereka yang dianggap berpotensi menyimak program radio FEBC. ''Kami tak hanya membagikan radio secara gratis, tapi kami juga selektif memberikannya hanya kepada mereka yang benar-benar tertarik dan membutuhkan,'' terang Harris.

Namun, proyek Kristenisasi ini bukannya gratisan. Mereka rela mengeluarkan investasi tak sedikit demi mencapai tujuan mengkristenkan warga Asia.

Dana yang mereka gelontorkan terbilang substantif untuk ukuran men-set up program saluran radio. FEBC menganggarkan 30 dolar AS untuk satu radio. Untuk 1.000 radio, jelas dibutuhkan 30 ribu dolar AS.

Bukannya tanpa risiko mengadakan proyek penginjilan di daerah mayoritas Muslim dan Hindu yang berpopulasi 2.874.115.000 ini. Dengan alasan tersebut, ''Kami mesti benar-benar berdoa bagi mereka yang menyalurkan dan menerimanya.''

Apakah Proyek Asia yang ambisius bakal mendapat saingan serupa dari program radio Islam? has/itz
(-)
Index Koran
Sabtu, 14 Februari 2009 pukul 07:25:00

Berita sebelumnya :
• 14 Februari 2009 pukul 07:17:00
Inggris Deportasi Geert Wilders
• 14 Februari 2009 pukul 07:15:00
Thailand Akui Dorong Rohingya ke Laut
• 14 Februari 2009 pukul 07:13:00
Geliat Muslim Tionghoa di Indonesia
• 13 Februari 2009 pukul 06:57:00
Antisipasi Ledakan Penduduk
• 13 Februari 2009 pukul 06:56:00
RUU Pengadilan Tipikor Fundamental
http://www.republika.co.id/koran/14/31504/Proyek_Isa_untuk_Muslim_Asia

Jumat, 13 Februari 2009

SEJARAH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR

SEJARAH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR

Muhammadiyah adalah organisasi yang didirikan oleh Muhammad Darwis, yang di kemudian dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta, 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912. Selain berprofesi sebagai Khatib di Kraton Yogyakarta, Dahlan juga seorang pedagang dan Penasehat Central Sarikat Islam (CSI). Perjalanannya ke daerah luar Yogyakarta tampaknya sangat terkait dengan ketiga profesi itu, sehingga usahanya menyebarkan pembaharuan agama Islam tersamar dalam aktivitasnya sebagai pedagang dan penasehat CSI.
Pertama kali KH Ahmad Dahlan ke Jatim terjadi sekitar 1916, atau 1 tahun setelah H Mas Mansur sepulang dari Mekah dan Mesir menemuinya di Yogyakarta (1915). Saksi kedatangan KH Dahlan ke Surabaya ini dua di antaranya adalah tokoh pergerakan nasional Soekarno dan Roeslan Abdulgani. Keduanya tidak hanya menyaksikan, tetapi juga mengikuti pengajiannya di langgar Peneleh, Plampitan, serta di langgar dekat rumah KH Mas Mansur (Kawasan Ampel). KH Ahmad Dahlan datang ke Surabaya dan memberikan tabligh di tiga tempat, yaitu di Kampung Peneleh, Plampitan, dan Ampel.
Pada tahun yang sama, KH Mas Mansur untuk kedua kalinya datang ke rumah KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Pertemuan kali ini berlangsung lebih lama daripada tahun sebelumnya, dan diisi dengan pembicaraan yang bersifat dialogis. Dari dialog inilah KH Mas Mansur tampaknya amat terkesan dengan kepiawaian KH Ahmad Dahlan dalam menafsirkan al-Qur'an.
Kekaguman inilah yang mengantarkan KH Mas Mansur menerima ajakan KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah di Surabaya 4 tahun kemudian, atau 1920, yang secara resmi dideklarasikan pada 1 November 1921. Muhammadiyah Surabaya ditetapkan oleh Surat Ketetapan HB Muhammadiyah No 4/1921. Muhammadiyah Surabaya langsung berstatus Cabang yang diketuai oleh KH Mas Mansur, dibantu oleh H Ali, H Azhari Rawi, H Ali Ismail dan Kiai Usman.
Perjalanan KH Ahmad Dahlan di Jatim tidak berhenti di Surabaya saja, karena dia ternyata juga mengunjungi berbagai kota lainnya. Tempat-tempat yang dikunjungi dan membuahkan hasil adalah Kepanjen (21 Desember 1921), Blitar (1921), Sumberpucung (1922), dan Ponorogo (1922). Tahap selanjutnya, Muhammadiyah juga berdiri di Jombang (1923), Madiun (1924), Ngawi (1925), Jember (1925), Situbondo (1925), Malang (1926), Gresik (1926), Lumajang (1927), Trenggalek (1927), Bondowoso (1927), Bangkalan (1927), Sumenep (1927), Sampang (1927), dan Probolinggo (1928).
Pada tahap selanjutnya, Muhammadiyah juga didirikan di Pamekasan (1928), Kediri (rentang waktu 1927-1933), Tulungagung (1932), Banyuwangi (1933), Magetan (rentang waktu 1932-1933), Nganjuk (1933), Pacitan (1933), Tuban (1933), Mojokerto (1933), Sidoarjo (1935-1936), Bojonegoro (1947), dan Lamongan (1951).
Di awal pekembangan Muhammadiyah Jatim, struktur kepemimpinan dan pembagian daerah masih sangat sederhana. Hierarkinya pendek, dan lebih mengedepankan dinamika organisasi, amal usaha, kemudahan komunikasi, dan koordinasi. Awalnya hanya terdiri dari ranting dan cabang. Ranting adalah level yang paling bawah dan menjadi wadah bagi anggota. Di atasnya terdapat cabang yang langsung berhubungan dengan Pengurus Besar di Yogyakarta (Hoofdestuur).
Pada 1930-an barulah dirasakan perlunya pengelolaan dan koordinasi yang lebih baik di cabang-cabang maupun di ranting-ranting. Berdasarkan keputusan Kongres (sekarang Muktamar) ke-19 di Minangkabau pada 1930, Pengurus Besar (kini Pengurus Pusat) Muhammadiyah mengangkat perwakilan di daerah-daerah dengan sebutan Konsul Pengurus Besar Muhammadiyah (Consul Hoofdestuur), atau yang biasa disebut Konsul Daerah. Awalnya Jatim dibagi menjadi 5 daerah, yaitu Surabaya, Madiun, Madura, Besuki, dan Pasuruan, dan baru pada 1937 Daerah Kediri didirikan.
Dalam konferensi 27-28 Oktober 1951, 6 Perwakilan Pengurus Besar Muhammadiyah Daerah (Majelis-majelis Daerah) itu mengusulkan kepada PB untuk membentuk Perwakilan Pengurus Besar di tingkat Provinsi. Usulan ini kemudian diterima oleh PB dalam sidangnya pada 22 Desember 1951. Melalui Surat Ketetapan PB Nomor 180 D tertanggal 1 Jumadil Akhir 1371/27 Februari 1952, Perwakilan PB Wilayah Jatim dibentuk dan dipimpin H Abdul Hadi (Ketua), dibantu Nurhasan Zain, M Saleh Ibrahim, Rajab Gani, dan dr Soewandhi.
Pada 1959, struktur organisasi dalam Muhammadiyah mengalami perubahan dengan dibentuknya Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM). Melalui Surat Pengesahan Nomor XXI/B tertanggal 13 Juli 1960, ditetapkan PWM Jatim 1959-1962 dengan komposisi M Saleh Ibrahim (Ketua), dengan anggota Nurhasan Zain, Soedirman, M Turchan Badri dan H Abdul Hadi. Kepemimpinan ini berlangsung hingga periode selanjutnya, 1962-1965.
Pada periode 1965-1968, PWM Jatim dijabat oleh Usman Muttaqin sebagai ketua, didampingi oleh dua wakilnya KH Bejo Dermaleksana dan HM Anwar Zaini. Kepemimpinan ini dilanjutkan KHM Anwar Zaini sejak 1968, dan terpilih kembali dalam Musywil yang dilaksanakan pada 26-27 Dzulqa'dah 1399/28-29 Oktober 1978 untuk periode 1978-1981. Selain Ketua, KHM Anwar Zaini didampingi 3 Wakil Ketua (HM Amien Barowi, dr Moh Suherman, dr Mutadi), 3 Sekretaris (Nurhasan Zain, Marchum Anwar BBA, dan M Amin Hamdan), serta 3 Bendahara (Sismono, Drs Noto Adam dan M Fuad Faqih).
Kepemimpinan KHM Anwar Zain berlangsung cukup lama, karena pelaksanaan Musywil harus menunggu Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta yang mengalami penundaan akibat tarik ulur mengenai pemberlakuan Undang-undang (UU) 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang mengharuskan setiap organisasi mencantumkan Pancasila sebagai asas. Saat Musywil dilaksanakan pada 8 Februari 1986, KHM Anwar kembali terpilih sebagai Ketua PWM. Kali ini KHM Anwar didampingi 3 Penasehat (M Wisatmo, H Mas'ud Atmodiwiryo, dan Nurhasan Zain), 4 Wakil Ketua (H Abdurrahim Nur Lc, dr H Mutadi, HM Amin Barowi, dan Drs H Amir Hamzah Wiryosukarto), 1 Sekretaris (M Mustaqim Fadhil), 1 Wakil Sekretaris (Abd Madjid Hamzah), 1 Bendahara (Drs Noto Adam), dan 2 Wakil Bendahara (H Supardi dan M Fuad Faqih).
Namun KHM Anwar Zain tidak dapat menyelesaikan masa kepemimpinannya karena meninggal dunia pada Desember 1989. Untuk mengisi kekosongan jabatan Ketua PWM, dalam Musywil tahunan di Kediri 1990, diajukan 3 calon kepada PP Muhammadiyah, yaitu H Abdurrahim Nur Lc, dr H Mutadi, HM Amin Barowi, yang kemudian H Abdurrahim Nur Lc ditetapkan sebagai Ketua PWM. Dia kembali terpilih dalam Musywil 1990 di Asrama Haji Surabaya masa jabatan 1990-1995. Komposisi PWM periode ini: KH Abdurrahim Nur Lc (Ketua), Drs H Isro Kusnoto, Drs HM Hasyim Manan MA (Wakil Ketua), Drs M Wahyudi (Sekretaris), Drs H Nurcholis Huda (Wakil Sekretaris), HM Amin Barowi (Bendahara), dan Drs H Kuslan MA (Wakil Bendahara).
KH Abdurrahim Nur Lc kembali terpilih dalam Musywil 1995 di Malang. Komposisi PWM adalah: KH Abdurrahim Nur Lc (Ketua), Drs H Munawar Thohir, Dr H Fasich Apt (Wakil Ketua), Drs H Nurcholis Huda, Drs HM Wahyudi Indrajaya (Sekretaris), Ir H Sulaiman, H Admiral Manan (Bendahara), Drs H Kuslan MA (Koor Bidang Tarjih dan Tabligh), dr H Mutadi (Koor Bidang Sosial Ekonomi Kesehatan), Drs H Ahmad Adjib (Koor Bidang Pendidikan dan Kebudayaan), Drs H Muhadjir Sulthon (Koor Bidang Organisasi dan Kelembagaan), Drs H Isro' Kusnoto (Koor Bidang Kader dan SDM), serta KH Mu'ammal Hamidy Lc (Koor Bidang Ekstern).
Kepemimpinan KH Abdurrahim Nur Lc digantikan oleh Prof Dr H Fasich Apt melalui Musywil pada 28-29 Oktober 2000 di Magetan. Komposisi PWM 2000-2005 adalah sebagai berikut: KH Abdurrahim Nur Lc (Penasehat), Prof Dr H Fasich Apt (Ketua), Prof Dr Syafiq A Mughni MA, KH Mu'ammal Hamidy Lc, Drs H Muhadjir Effendy (Wakil Ketua), Drs H Nur Cholis Huda MSi (Sekretaris), Nadjib Hamid Ssos (Wakil Sekretaris), Drs H Abd Rahman Azis (Bendahara), Drs Achmad Achsin MM (Wakil Bendahara), Dr Achmad Jainuri MA (Pembina Bidang Pendidikan dan Litbang), Dr H Thohir Luth MA (Pembina Bidang Politik, HAM, dan Hubungan Ekstern), Ir H R Sulaiman (Pembina Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat), dr H Syamsul Islam SpMkMKes (Pembina Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat), H Admiral Manan (Pembina Bidang Kaderisasi dan Organisasi), dan Prof Dr H Imam Muchlas (Pembina Bidang Tarjih dan Tabligh).
Kepemimpinan PWM mengalami pergantian lagi melalui Musywil XIII di Madiun, 8-9 Dzulqa'dah 1426 H/ 10-11 Desember 2005. Susunan PWM 2005-2010 yang saat ini adalah sebagai berikut: Prof Dr H Fasich Apt (Penasehat), Prof Dr H Syafiq A Mughni MA (Ketua), Drs H Noer Cholis Huda MSi, KH Mu'ammal Hamidy Lc, Dr H Muhadjir Effendy MAP (Wakil Ketua), H Nadjib Hamid MSi (Sekretaris), Ir H Tamhid Masyhudi (Wakil Sekretaris), Ir H Imam Sugiri (Bendahara), Drs M Nidzhom Hidayatullah (Wakil Bendahara), Prof Dr H Achmad Jainuri MA (Koor Bidang Pendidikan dan Kebudayaan), Prof Dr H Thohir Luth MA (Koor Bidang Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat), Prof Dr H Zainuddin Maliki MSi (Koor Bidang Publik dan Kehartabendaan), Dr H Saad Ibrahim MA (Koor Bidang Tarjih dan Tabligh), serta Drs HM Sulthon Amien MM (Koor Bidang Usaha dan Keuangan).

PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN MUHAMMADIYAH

PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN MUHAMMADIYAH

Posted on March 11th, 2008 in 10 Telaah Pendidikan by redaksi
Asep Purnama Bahtiar

“Aku cepat-cepat menutup mataku dengan kedua tanganku. Tapi aneh, jari-jariku bergeser sendiri dengan tenaga yang tak dapat kutandingi, sungguh, bergeser sendiri dengan tak terkendali. Aku dipaksa oleh diriku sendiri untuk mengintip dari sela-sela jariku. Kututup kembali jariku, tapi jari-jari itu melawan tuannya. Aku mengintip lagi. Aku malu dan merasa sangat bersalah pada Buya Kiai Haji Achmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.” (Andrea Hirata, Sang Pemimpi, 2007: 98).
Apa makna kutipan tadi, dan apa kaitannya dengan
judul tulisan ini? Sengaja rangkaian kalimat itu
dipinjam, untuk menunjukkan bahwa betapa pendidikan yang menyentuh hati dan pembelajaran yang membangun jiwa, daya lekatnya bisa bertahan lama atau bahkan terus ada bersemayam sepanjang hayat. Karena itu, pengaruhnya bagi warga didik luar biasa berkesan dalam kehidupan yang diarunginya di kemudian hari.
Itulah yang terjadi pada diri tokoh Ikal dalam novel Sang Pemimpi, yang telah menginjak masa-masa bersekolah di SMA. Ia dan kawan-kawannya harus menyaksikan dunia dan kehidupan yang lebih kompleks daripada ketika masih di sekolah Muhammadiyah. Dalam kutipan di atas tersirat pergulatan batin sang tokoh antara menuruti rasa ingin tahu dan godaan untuk melihat poster film Indonesia yang tidak senonoh, dengan rasa malu dan kesadaran moral yang melekat pada dirinya sebagai lulusan perguruan Muhammadiyah.
Tokoh ini—yang tak lain adalah sang penulis tetralogi novel itu—sebelumnya mengenyam pendidikan dasar di perguruan Muhammadiyah yang ada di Belitong. Dalam Laskar Pelangi, novelnya yang pertama, kita akan bisa ikut merasakan bagaimana dan seperti apa pendidikan dan pembelajaran yang berlangsung di sekolah Muhammadiyah yang reot dan bocor itu, hingga bisa melahirkan lulusan yang terdidik akal budi dan jiwa-raganya.
Perguruan Muhammadiyah Sekarang?
Dalam novel yang pertamanya itu, bisa terasa berlangsungnya model pendidikan dan pola hubungan antara guru dengan anak-anak didiknya yang mampu membangun karakter. Anak-anak itu bukan saja memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan yang membebaskan mereka dari keterbelakangan, tetapi, juga mendapatkan tumpuan dan jalan untuk memekarkan akal budi, emosi dan jiwanya. Keakraban hubungan antara guru dan murid serta pertemanan yang mengesankan, dengan tidak mengabaikan kesantunan dan kepatutan, telah menumbuhkan kelekatan dan sikap hidup yang penuh semangat untuk belajar dan menghargai hidup.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana dengan perguruan Muhammadiyah sekarang? Masihkah model pendidikan yang membangun karakter itu terselenggara dalam seluruh jenjang perguruan Muhammadiyah, mulai tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi?
Tidak bisa dimungkiri, bahwa pendidikan karakter atau implementasi konsep pendidikan yang utuh dan otentik sudah lama hilang dari perguruan Muhammadiyah. Dikatakan sudah lama, karena fenomena yang memprihatinkan ini bukan terjadi akhir-akhir ini saja. Kritik dan gugatan atas kondisi seperti ini juga telah banyak mengemuka lebih dari setengah abad yang lalu.
Dalam Suara Muhammadijah No. 2/XXVI/1950, hlm. 14 ada tulisan menarik berkaitan dengan masalah ini. Saya kutipkan di sini sesuai dengan ejaan aslinya, “…Mdr/sek. (Madrasah/sekolah–Pen.) kini hanja seakan-akan merupakan tempat beladjar, tempat pemasak otak belaka. Didikan ruhani telah asing dari tempat-tempat itu. Guru jang mengadjar kebanjakkan bukan lagi seorang guru dalam arti sesungguhnja, melainkan semata-mata mendjadi seorang pengadjar belaka. Hubungan djiwa antara guru dan murid tiada ada sama sekali. Guru datang disekolah tiada lagi merasa akan mendidik djiwa, melainkan hanja terasa olehnja ada kewadjiban mengadjar belaka, dalam waktu antara setengah delapan pagi sampai djam satu siang. Demikian pula dari pihak murid hanja tergambar datang di sekolah akan mengisi otaknja dengan bermatjam-matjam ilmu jang ditumpahkan oleh gurunja. Isi otaklah jang ditudju. Siapa jang akan mengisi, tiada pula penting baginja. Maka oleh karenanja djiwa anak2 (pemuda2) tetap kosong sunji dari didikan ruhani sepi dari perasaan tjinta kepada gurunja”.
Sekarang pun pendidikan yang diselenggarakan di perguruan Muhammadiyah banyak yang sama kasusnya dengan statemen di atas. Pendidikan yang berlangsung masih terbatas dalam konteks pengajaran saja, dan itu pun tidak optimal dalam memperkaya ranah kognitif warga didik. Sementara itu, pembinaan sikap dan kepribadian—misalnya dalam desain kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual—masih minim atau bisa jadi tidak termasuk bagian dalam kurikulum dan konsep penerapan sistem pendidikannya.
Bisa dikatakan, perguruan Muhammadiyah tidak ada bedanya dengan sekolah-sekolah lain atau perguruan-perguruan tinggi pada umumnya. Dari aspek materi pelajaran atau perkuliahan, hanya Al-Islam dan Ke-Muhammadiyahan yang secara lahiriyah masih bisa dijadikan ciri khasnya. Lainnya tidak berbeda, atau sering dikatakan sebagai fotokopi buram dari sekolah atau kampus negeri.
Pandangan tersebut tentu tidak bermaksud menggeneralisir masalah, karena pendidikan karakter masih tersedia di sebagian kecil perguruan Muhammadiyah. Namun, karena masalah yang menjadi problem umum di sebagian besar perguruan Muhammadiyah itu berkaitan dengan kurangnya atau tidak adanya pendidikan karakter, maka itulah yang perlu mendapatkan prioritas perhatian secara seksama.
Urgensi Pendidikan Karakter
Seperti halnya yang menjadi keprihatinan bangsa kita dewasa ini, tentu alangkah strategis bila Muhammadiyah mengambil inisiatif lebih dalam hal pendidikan karakter. Dengan melihat ekses dari problematika dunia pendidikan di negeri kita, dan juga mengingat kepentingan internal Persyarikatan sendiri baik dalam hal kaderisasi melalui institusi pendidikan maupun dakwah bilhal, maka pendidikan karakter bukan saja penting tetapi juga, sudah mendesak waktunya untuk diselenggarakan atau menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan di perguruan Muhammadiyah.
Secara leksikal, karakter bermakna sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; tabiat; watak. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: 389). Dalam hal ini pendidikan karakter (character education), seperti yang pernah dikemukakan oleh Ratna Megawangi, adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan.
Definisi lain menyebutkan, character education is an umbrella term generally used to describe the teaching of children in a manner that will help them to develop as personal and social being. Concepts that fall under this term include social and emotional learning, moral reasoning/cognitive develompment, life skills education, health education, violence prevention, critical thinking, ethical reasoning, and conflict resolution and mediation. (www. wikipedia.org)
Berdasarkan dua pengertian tersebut, tampak jelas bahwa pendidikan karakter membingkai kebutuhan tumbuh kembang warga didik sebagai pribadi yang utuh secara menyeluruh dan komprehensif, baik sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial. Ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik; serta kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual dieksplorasi dan diaktualisasikan melalui pendidikan karakter sehingga mendorong warga didik untuk menjalani hidup dan memaknainya secara bertanggung jawab.
Karena itu, nilai dasar dan orientasi pendidikan karakter di perguruan Muhammadiyah perlu dirumuskan untuk memuliakan hidup dan kehidupan warga didik dan lingkungan sekitar atau—meminjam istilahnya Mochtar Buchori (2001)—ennobling life. Berlandaskan pendidikan karakter ini, maka orientasi yang bisa dibangun mengacu pada dua aspek yang bersifat mutual.
Pertama, membangun kesadaran bagi warga didik di perguruan Muhammadiyah bagaimana mereka belajar dan terdidik untuk menjadi diri-pribadi yang memiliki integritas dan karakter yang mulia (learning to be). Kedua, meneguhkan keyakinan dan sikap respek atas kehidupan yang tidak boleh mengabaikan kehadiran orang lain (learning to life together). Dua aspek inilah yang melengkapi kemauan untuk belajar dan beraktivitas, baik dalam aspek learning to know maupun learning to do.
Dalam penerapannya, pendidikan karakter di perguruan Muhammadiyah harus menyentuh basis pemahaman, kesadaran, kepedulian, dan tindakan nyata yang mencerminkan nilai-nilai kebajikan dan kemuliaan sebagai manusia. Bukan perkara gampang untuk mewujudkan pendidikan karakter tersebut di perguruan Muhammadiyah. Tetapi, dengan kesadaran dan komitmen bersama, maka pendidikan karakter itu akan bisa direalisasikan di setiap jenjang perguruan Muhammadiyah.
Untuk itu, ada beberapa prinsip pendidikan karakter yang perlu digarisbawahi dan direspons secara aktif, sebagaimana pernah diajukan oleh Character Education Partnership (2003). Pertama, mempromosikan nilai-nilai etis sebagai dasar bagi karakter yang baik. Kedua, memberikan batasan karakter secara lengkap yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku. Ketiga, menggunakan suatu pendekatan yang komprehensif, intens, proaktif, dan efektif untuk pengembangan karakter. Keempat, menciptakan sebuah komunitas sekolah yang peduli. Kelima, menyediakan berbagai kesempatan bagi warga didik untuk melakukan tindakan moral. Keenam, melibatkan kurikulum akademik yang penuh makna dan menantang yang menghargai seluruh pembelajar, perkembangan karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.
Semoga dengan menyadari arti penting pendidikan karakter di perguruan Muhammadiyah ini, maka upaya dan program Persyarikatan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi semakin bermakna dan menemukan basis dukungan yang autentik. Dengan demikian, warga didik dan alumni perguruan Muhammadiyah bisa menjadi sosok dan pribadi yang kuat, tegar, loyal, serta memiliki integritas dan committed—seperti Ikal dengan Laskar Pelanginya—sehingga, dalam karier dan kehidupannya tidak gampang terseret ke dalam barisan koruptor, pelaku kriminal, aktor ketidakpatutan, dan rombongan narapidana.l

Penulis adalah Dosen FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; dan Sekretaris MPK PP Muhammadiyah.

Muhammadiyah Boarding School untuk Perbaikan Bangsa

Muhammadiyah Boarding School untuk Perbaikan Bangsa

Arif Nur Kholis

Sleman-“Inilah upaya untuk menguasai masa depan, karena upaya menguasai masa depan hanya ada satu jalan yaitu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi”, demikian diungkapkan Prof. Dr. Amien Rais dalam acara launching Muhammadiyah Boarding School (MBS), Ahad (20/1/2008) di Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Menurut penasehat Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut, hal ini juga melihat kenyataan bahwa Indonesia saat ini berada pada posisi paling belakang dalam hal penguasaan IPTEK.
Selanjutnya Amien dihadapan ribuan warga Muhammadiyah yang memadati lahan di sekitar obyek wisata candi Boko yang merupakan calon lokasi MBS tersebut mengatakan bahwa saat ini India, Brazilia, Iran, Cina bahkan Nigeria sudah setingkat dibawah negara maju dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Menurutnya hal inilah yang menyebabkan Muhammadiyah sebagai bagian dari Indonesia harus terus meningkatkan kualitas sekolahnya.
Lebih lanjut Amien mengatakan bahwa ada hal yang menjadi sebab mengapa bangsa kita seperti melarat abadi. Salah satu sebabnya karena kekayaan alam kita dikuasai bangsa Asing. Bahkan sudah 65 tahun merdeka kita harus mengakui tidak bisa mengelola kekayaan alam kita sendiri. Termasuk karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai asing. ”Bagaimana kita bisa bangun bila dalam IPTEK kita tergantung oleh asing ?” tegasnya.
Selanjutnya Amien mengibaratkan bahwa Muhammadiyah saat ini bisa seperti Gadjah yang Lumpuh, yaitu besar tapi tidak mampu bergerak cepat. Karena itu, bila kita bersama komitmen saat ini untuk perbaikan kualitas bangsa melalui pendidikan, duapuluh tahun lagi kita sudah bisa mengarasi masalah bangsa tersebut. ”Yakinlah Allah tidak mengantuk dan tidak tidur, Allah akan selalu melihat apa yang kita kerjakan, termasuk dalam mengelola MBS ini agar bisa membawa kemanfaatan maksimal” demikian Amien berpesan. ”Kalau kita ikhlas mengurusnya dalam kerangka ta’awanu alal birri wattaqwa upaya kita akan mendapat ridho Allah SWT” lanjutnya.
Muhammadiyah Boarding School di Prambanan ini merupakan upaya warga Muhammadiyah untuk membuat sebuah sekolah dalam konsep pesantren di daerah Sleman Yogyakarta. Sekolah yang pada awalnya menerima siswa pada jenjang SMP ini rencananya akan mulai buka pada tahun ajaran 2008-2009 ini. (arif).

Australia – Muhammadiyah Sepakati Kerjasama Pendidikan dan Bencana

Australia – Muhammadiyah Sepakati Kerjasama Pendidikan dan Bencana

Jun 16 2008
Arif Nur Kholis

Jakarta- Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, bersama Ketua Umum PP Muhammadiyah (Din Syamsudin_, Jum’at (13/06/2008) menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) pengembangan kerjasama pengurangan resiko bencana, peningkatan kualitas dan kapasitas pendidikan, penguatan demokrasi, dan pertukaran kebudayaan. Penandatanganan MOU di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya 62 Jakarta Pusat ini merupakan kelanjutan kerjasama yang sebelumnya sudah terbina melalui Aus AID.
Pemerintah Australia dan Muhammadiyah berkomitmen mempererat hubungan baik yang telah dibangun antara Muhammadiyah dan pemerintah Australia melalui program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai program dengan dukungan kerjasama pemerintah Australia melalui AusAID. Diantaranya adalah program rehabilitasi dan pemberdayaan masyarakat pasca gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2006 lalu dan program membangun kesadaran bagi anak dan masyarakat serta program penyiapan rumah sakit dan komunitas siaga bencana yang akan berjalan selama 3 tahun ke depan.
Dalam pertemuan yang berlangsung singkat tersebut, lebih luas lagi, kerjasama diharapkan kedua belah pihak untuk dapat membangun kesepahaman antara rakyat Indonesia dan Australia, serta mempererat hubungan diplomasi yang baik diantara kedua negara. (arif)

Minggu, 01 Februari 2009

Bani Israil

Bani Israil

By Fauzan Al-Anshari
Senin, 12 Januari 2009 pukul 15:44:00
FLICKR.COM

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku padamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus tunduk (takut). (QS Al-Baqarah: 40).

Israil yang artinya pilihan adalah sebutan bagi Nabi Ya'kub as. Bani Israil adalah anak-anak keturunan Nabi Ya'kub as. Tetapi, sekarang bangsa mereka lebih terkenal dengan sebutan Yahudi atau Zionis. Sebagai bangsa pilihan, mereka banyak dianugerahi nikmat Allah SWT, sesuatu yang tidak dinikmati bangsa-bangsa lainnya.

Kenikmatan yang diterima Bani Israil itu kalau dirinci satu per satu tentu tidak terhitung. Namun ada beberapa kenikmatan yang sangat menonjol dirasakan oleh mereka seperti: diselamatkannya mereka dari kejaran Fir'aun dan bala tentaranya yang amat bengis (QS 2:49), dibelahnya laut untuk jalan mereka dan ditenggelamkannya Fir'aun dan para pengikutnya (QS 2:50), diturunkannya Nabi Musa dan Kitab Taurat untuk mereka serta dimaafkannya kesalahan mereka atas perbuatan menyembah anak sapi (QS 2:51),

dibangkitkannya mereka setelah mati disambar petir akibat keraguannya terhadap eksistensi Allah SWT (QS 2:55-56), dinaungi dengan awan ketika berjalan di bawah terik matahari dan diturunkannya makanan sorga yaitu manna dan salwa serta dua belas mata air (QS 2:57).

Namun, ketika mereka diperintahkan masuk ke Palestina dengan penuh keberanian, karena di dalamnya terdapat penguasa yang otoriter, ternyata mereka mengingkarinya, bahkan mereka mengatakan kepada Nabi Musa as: ''Barangkali engkau bersama Tuhanmu (untuk berperang merebut Palestina), dan kami di sini saja (menunggu hasilnya)!'' Sungguh orang-orang Yahudi itu tidak bisa mensyukuri nikmat, tidak tahu balas budi, dan selalu ingkar janji. ''Oleh sebab itu, Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik''. (QS 2:59).

Kini, atas bantuan Inggris dan para sekutunya, sejak 1948 bangsa Yahudi telah menjajah bumi Palestina dan mengusir penduduknya dari tanah kelahirannya. Segala upaya telah dilakukan untuk mengusir kaum Zionis itu dari tanah Palestina yang suci, namun setiap usaha tersebut hingga kini menemui kegagalan.

Berbagai perjanjian telah dibuat. Lebih dari 600 rekomendasi dihasilkan lewat seminar atau simposium tingkat dunia. Sudah puluhan resolusi lahir dari rahim PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Namun sampai detik ini, Yahudi tetaplah Yahudi yang dulu. Mereka kufur akan nikmat, suka melanggar perjanjian, dan tidak tahu membalas budi.

Mungkin benar adanya sinyalemen, bahwa masih ada orang-orang Yahudi yang baik. Oleh karena itu, bangsa Indonesia ingin menjalin hubungan dagang secara formal dengan mereka. Hanya saja, sejarah yang selalu arif telah membuktikan bahwa jangankan Indonesia yang masih lemah, negara-negara adidaya pun kini telah bertekuk lutut di bawah kendalinya. Semoga saja kita tidak menjadi korban ke sekian dari tipu daya Yahudi. - ah

http://ng.republika.co.id/berita/25609/Bani_Israil